BIMBINGAN KONSELING
A.
Latar Belakang Pengtinganya Bimbingan Konseling (BK) di Sekolah
1.
Faktor Perkembangan Pendidikan
Faktor perkembangan pendidikan ditemukan pada kenyataan-kenyataan yang
menunjukkanperlunya layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan,
diantaranya sebagai berikut.
a)
Demokrasi
Pendidikan
Demokrasi dalam aspek pendidikan, sering juga dikenal dengan
istilah demokratisasi pendidikan, mengandung pengertian “pemberian kesempatan
yang sama kepada setiap individu untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah ataupun badan-badan swasta”.
Terbuka kesempatan yang sama kepada setiap individu, menyebabkan
berkumpulnya peserta didik dari berbagai latar belakang kondisi sosial,
ekonomi, budaya, suku bangsa dan agama yang berbeda di suatu lembaga
pendidikan. Kondisi lingkungan yang heterogen tersebut sedikit banyaknya akan
menimbulkan permasalahan di dalam penyesuaian diri para peserta didik.
Hal ini termanifestasi pada kenyataan dimana pada suatu lembaga
pendidikan, ada terisolir dan tertekan, ada kelompok mayoritas dan kelompok
minoritas dan kesulitan-kesulitan lainnya. Hal ini tentu tidak mungkin
dibiarkan begitu saja, karena akan mengganggu jalannya proses pendidikan.
b)
Perubahan
Sistem Pendidikan
Banyak para peserta didik yang tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap perkembangan dan perubahan sistem pendidikan. Padahal, sebagai suatu
proses yang dinamis, pendidikan akan senantiasa berubah dari saat ke saat,
sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada umumnya, salah satu ciri perkembangan pendidikan adalah
perubahan-perubahan dalam berbagai komponen sistem pendidikan seperti
kurikulum; strategi belajar mengajar media pengajaran, sumber-sumber referensi,
dan lain sebagainya. Para siswa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, membuat
pilihan dan mengambil keputusan sehingga mereka bisa mencapai sukses dalam
keseluruhan proses belajarnya. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya,
banyak di antara mereka tidak mampu menyelesaikan diri. Pada sisi lain, tidak
sedikit pula yang memiliki problem dalam bidang pendidikan seperti ada di
antara mereka yang prestasi belajarnya rendah, mengalami kesukaran dalam
belajar dan lain sebagainya.
c)
Perluasan
Program Pendidikan
Perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang meninggi
termasifestasi dalam bertambahnya kesempatan yang kemudahan bagi peserta didik
mencapai tingkat pendidikan setinggi mungkin, sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Perluasan ini akan menimbulkan kebutuhan terhadap bimbingan dan
konseling yakni dalam hal memilih sekolah/jurusan yang paling tepat dan manilai
kemampuan peserta didik yang bersangkutan serta memprediksi kemungkinan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang
mendatar terlihat dalam pembagian jenis sekolah dalam berbagai jurusan khusus
dan sekolah kejuruan. Dengan bertambahnya jenis sekolah dengan berbagai macam
jurusan, akan menimbulkan kebingungan dari para peserta didik untuk memilih
sekolah atau jurusan manakah yang paling tepat untuk dirinya sesuai dengan
potensi yang dimilikinya dan dukungan moral dan kondisi ekonomi keluarganya.
2.
Faktor Sosio Kultural
Pada faktor sosio-kultural; timbul semacam kesadaran tentang kemungkinan
besarnya pengaruh perubahan-perubahan dan masalah-masalah yang timbul sebagai
akibat dari perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat terhadap produk suatu
lembaga pemdidikan. Perkembangan zaman banyak menimbulkan perubahan dan
kemajuan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Perkembangan ilmu
pengetahuam dan teknologi juga dipandang telah menimbulkan perubahan dalam
berbagai segi kehidupan seperti segi sosial, ekonomi, politik, dan lain
sebagainya.
3.
Faktor psikologis
Ditinjau dari segi psikologis, sebenarnya peserta didik adalah
pribadi yang sedang berkembang menuju ke masa kedewasaannya. Proses
perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari
luar.
Dari dalam dipengaruhi oleh pembawaan dan kematangan, sedangkan
dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan dapat berhasil
dengan baik jika kedua faktor tersebut salling melengkapi.
B.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan “counseling” dalam bahasa
Inggris. Secara harfiah, istilah “guidance”
dari akar kata “guide” berarti: 1. mengarahkan (to direct), 2. memandu
(to pilot), 3. mengelola (to manage), 4. menyetir (to steer). Banyak pengertian
yang dikemukakan oleh ahli. Salah satunya yang dikemukakan oleh Rochman
Natawidjaja (1987: 37) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian
bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu
tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan
dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan
sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dari definisi
tersebut, dapat diangkat makna sebagai berikut:
1.
Bimbingan
merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis & berencana yang
terarah kepada pencapaian tujuan.
2.
Bimbingan
merupakan “helpingi” yang identik dengan bantuan atau pertolongan. Makna bantuan
dalam bimbingan menunjukkan bahwa aktif
dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah
individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak
memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator. Istilah
bantuan dalam bimbingan dapat juga dimaknai sebagai upaya untuk (a) menciptakan
lingkungan (fisik, psikis, sosial, dan spiritual) yang kondusif bagi
perkembangan siswa, (b) memberikan dorongan dan semangat, (c) mengembangkan keberanian
bertindak dan bertanggung jawab, dan (d) mengembangkan kemampuan untuk
memperbaiki dan mengubah perilakunya sendiri.
3.
Bantuan
dalam bimbingan diberikan dengan pertimbangan keragaman dan keunikan individu,
tidak ada teknik pemberian bantuan yang berlaku umum bagi setiap individu.
Teknik bantuan seyogyanya disesuaikan dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah
individu. Untuk membimbing individu, diperlukan pemahaman yang komprehensif
tentang karakteristik, kebutuhan atau masalah individu.
4.
Tujuan
bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan
potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan
optimal bukanlah semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang
tinggi yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan
suatu kondisi dinamik, dimana individu: (a) mampu mengenal dan memahami diri, (b)
berani menerima kenyataan diri secara objektif, (c) mengarahkan diri sesuai
dengan kemampuan, kesempatan, sistem nilai, (d) melakukan pilihan dan mengambil
keputusan atas tanggung jawab sendiri. Dikatakan sebagai kondisi dinamik,
karena kemampuan yang disebutkan di atas akan berkembang terus dan hal ini
terjadi karena individu berada dalam lingkungan yang terus berubah dan berkembang.
C.
Tujuan Bimbingan
Tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar individu dapat: (1) merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier dan kehidupannya di masa yang
akan datang, (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin, (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat, dam lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan
yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat,
maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan
kesempatan untuk; (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, tugas-tugas perkembangannya,
(2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lignkungannya, (3) mengenal
dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian pencapaian
tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, (5) menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat,
(6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan
segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara
optimal.
Secara khusus, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu
peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkemabngannya yang meliputi
aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karier.
a)
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial individu
adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan
teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2.
Memiliki
sikap toleransi terhadap umat beragama lain dengan saling menghormati dan
memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
3.
Memiliki
pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan
(anugerah) dan tidak menyenangkan (musibah), serta meresponnya secara positif
sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
4.
Memiliki
sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
5.
Memiliki
kemampuan melakukan pilihan secara sehat.
6.
Bersikap
respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
7.
Memiliki
rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
8.
Memiliki
kemampuan berinteraksi soial, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan
persahabatan, persaudaraan atau silaturahim dengan sesama manusia.
9.
Memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan konflik atau masalah baik bersifat internal (dalam
diri sendiri) maupun dengan orang lain.
10.
Memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
b)
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah
sebagai berikut:
1.
Memiliki
sikap dan kebiasaan belajar positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin
dalam belajar dan lain-lainnya.
2.
Memiliki
motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
3.
Memiliki
keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti menggunakan kamus,
mempersiapkan diri menghadapi ujian dan lain-lainnya.
4.
Memiliki
keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat
jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas dan lain-lainnya.
5.
Memiliki
kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
c)
Tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karier adalah sebagai
berikut:
1.
Memiliki
pemahaman diri (kemampuan dan minat) yang terkait dengan pekerjaan.
2.
Memiliki
sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti, mau bekerja dibidang apapun,
tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya dan sesuai dengan norma
agama.
3.
Memiliki
kemampuan untuk membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio psikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
4.
Memiliki
kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional
untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat , kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
5.
Dapat
membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier. Apabila seorang
siswa bercita-cita menjadi guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya
kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karier keguruaannya.
6.
Mengenal
keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu
karier amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.
D.
Fungsi Bimbingan Konseling
Kegunaan atau manfaat yang diperoleh dari suatu layanan merupakan
hasil dari terlaksananya fungsi layanan tersebut. Fungsi bimbingan konseling
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Fungsi
Pemahaman. Konseling membantu peserta didik
agar memiliki kemampuan pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, peserta
didik diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.
Fungsi
Fasilitas. Memberikan kemudahan dalam
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang
dalam aspek dalam diri peserta didik.
3.
Fungsi
Penyesuaian. Membantu menyesuaikan
diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.
Fungsi
Penyaluran. Membantu memilih kegiatan
ekstrakurikuler; jurusan atau prodi dan menetapkan penguasaan, karier atau jabatan
yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik
lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
5.
Fungsi
Adaptasi. Dapat membantu pelaksanaan
pendidikan, kepala sekolah, staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
peserta didik.
6.
Fungsi
Pencegahan. Fungsi ini berkaitan dengan upaya
konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnyam supaya tidak dialami oleh peserta didik.
7.
Fungsi
Perbaikan. Fungsi ini untuk membantu peserta
didik sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir berperasaan dan
beritndak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuaan)
terhadap peserta didik supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional, dan
memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan
atau kehendak yang produktif dan normatif.
8.
Fungsi
Penyembuhan. Fungsi
bimbingan dan konseling bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan
upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, mamupun karier.
9.
Fungsi
Pemeliharaan. Fungsi ini
dapat membantu peserta didik supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan
situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi
peserta didik agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan
penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (piliha) sesuai dengan
minat peserta didik.
10. Fungsi Pengembangan. Fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dan
fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang menfasilitasi perkembangan peserta didik.
Konselor dan personel sekolah lainnya secara sinergi sebagai team work
berkolaborasi atau berkejasama merencakan dan melaksanakan program bimbingan
secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu peserta didik
mencapai tugas-tugas perkemabangannya.
E.
Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling
Terdapat prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan
bagi layanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep
filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan
atau bimbingan, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Prinsip-prinsip itu
adalah sebagai berikut.
1.
Bimbingan
diperuntukkan bagi semua individu. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan
diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah
ataupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa. adapun pendekatan yang digunakan dalam bimbingan ini bersifat
prenventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif) dan lebih
diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan.
2.
Bimbingan
bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama
lainnya) dan melalui bimbingan individu dibantu untuk memaksimalkan
perkembangan keunikannya tersebut. Yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah
individu, meskipun layanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3.
Bimbingan
menekankan hal yang positif. Maksudnya proses bantuan menekankan kepada
kekuatan dan kesuksesan karena bimbingan merupakan cara untuk membangun
pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang
untuk berkembang.
4.
Bimbingan
merupakan usaha bersam. Bimbingan bukan hanya tugas konselor, tetapi juga tugas
guru-guru dan kepala sekolah, karena mereka adalah team work yang terlibat
dalam proses bimbingan.
5.
Pengambilan
keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan. Bimbingan diarahkan
membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Karena
bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada
individu, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan.
6.
Bimbingan
berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian layanan
bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan
keluarga, perusahaan, lembaga pemerintah, masyarakat pada umumnya. Bidang
layanan bimbingan bersifat multi aspek, yaitu meliputi pribadi, sosial, aspek
pendidikan, dan pekerjaan.
F.
Asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
1.
Asas
Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi
sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaan
benar-benar terjamin.
2.
Asas
Kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti atau menjalani
pelayanan atau kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.
Asas
Keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang
menjadi sasaran pelayanan atau kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima informasi dan materi dari luar yang bergunan bagi dirinya.
4.
Asas
Kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik (konseli)
yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan atau kegiatan bimbingan. Dalam hal ini, guru
pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap pelayanan
bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5.
Asas
Kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
Bimbingan dan Konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi peserta didik yang mandiri
dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mempu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6.
Asas
Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling agar objek sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling ialah permasalahan peerta didik (konseli) dalam kondisinya
sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau
pun terlibat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang
disebut sekarang.
7.
Asas
Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki peserta didik (konseli)
yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak menoton, dan terus berkembang
serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari
waktu ke waktu.
8.
Asas
Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimning atau pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini,
kerjasama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
9.
Asas
Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan
kebiasaan yang berlaku.
10.
Asas
Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling
hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
11.
Asas
Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli)
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain atau
ahli lain; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus
kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12.
Tut
Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara menyeluruh dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan,
dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien)
untuk maju.
G.
Kekeliruan dalam Menafsirkan Arti Bimbingan
Kita hendaknya menghindari pengertian-pengertian bimbingan yang
keliru, yang banyak terdapat pada orang-orang awam bahkan pada guru-guru atau
petugas kependidikan lainnya, kekeliruan-kekeliruan itu di antaranya sebagai
berikut.
1.
Bimbingan
teridentik dengan pendidikan. Pengertian ini keliru, karena bimbingan hanya
merupakan salah satu bagian terpadu dari pendidikan untuk mancapai tujuan
pendidikan secara optimal, sesuai dengan dengan apa yang diinginkan.
2.
Bimbingan
hanya untuk siswa-siswa yang salah. Pengertian ini keliru, karena bimbingan di
sekolah diperuntukkan bagi semua murid secara menyeluruh dan merata. Adalah
tidak-benar bahwa murid-murid yang salah didahulukan dalam pelayanan.
3.
Bimbingan
berarti bimbingan jabatan atau pekerjaan. Bimbingan tidak hanya ditujukan untuk
membantu murid dalam menentukan atau memilih jabatan/pekerjaan. Bimbingan harus
diselenggarakan dalam segala dan keseluruhan aspek pribadi, termasuk aspek
fisik, mental, sosial, pribadi, serta aspek akademiknya.
4.
Bimbingan
diperuntukkan bagi murid sekolah lanjutan. Banyaknya masalah yang timbul dalam
masa remaja menyebabkan kekeliruan semacam ini. Pengertian seperti ini tidak
benar, karena bimbingan diperuntukkan untuk anak-anak, remaja, dan segala masa
perkembangan, karena masalah itu akan terasa dalam masa perkembangan manapun
juga.
5.
Bimbingan
adalah usaha untuk memberi nasehat. Dalam memberikan nasihat, kecuali peranan
penasihat menonjol dan dominan, bagaimana pun ada suatu unsur “pemaksaan”
bagaimana pun kecilnya unsur tersebut. Bimbingan dimaksud untuk memberikan
kesempatan kepada individu untuk mencapai pemahaman diri, dan tidak terdapat
unsur paksaan bagi individu yang bersangkutan.
6.
Bimbingan
menghendaki kepatuhan dalam tingkah laku. Yang dikehendaki sebagai hasil
bimbingan bukanlah kepatuhan, melainkan penyesuaian diri.
7.
Bimbingan
adalah tugas para ahli. Pemikiran seperti itu salah, karena tidak semua tugas bimbingan
dilakukan oleh para ahli di bidangnya masing-masing. Dalam hal tertentu,
kadang-kadang peranan guru lebih menonjol dibandigkan dengan para ahli, terutama
dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dasar, dimana guru sangat dekat dengan
murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar