Rabu, 24 September 2014

PROFESI KEPENDIDIKAN (Manajemen Keuangan)

MANAJEMEN KEUANGAN

A.    Pengertian
Manajemen keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan. Manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan efesien.
Dari penjelasan tersebut, maka manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan  berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.  Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
Manajemen keuangan bukan hanya membahas seputar pencatatan akuntansi. Manajemen keuangan merupakan bagian terpenting dari menajemen program dan tidak boleh dipandang sebagai suatu aktivitas mandiri yang menjadi pekerjaan orang keuangan (bendahara), tetapi merupakan tugas bersama. Manajemen keuangan pada NGO lebih diibaratkan pada pemeliharaan suatu kendaraan. Apabila manusia tidak memberinya bahan bakar dan oli yang bagus serta service teratur, maka kendaraan tersebut tidak akan berfungsi secara baik yaitu efektif dan efisien. Lebih parah lagi, kendaraan tersebut dapat merusak ditengah jalan dan pasti akan gagal dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam praktiknya, manajemen keuangan adalah tindakan yang diambil dalam rangka menjaga kesehatan keuangan organisasi atau menjaga kestabilan keuangan perusahaan agar tetap berjalan dengan baik sehingga tercapai tujuan yang akan dicapai. Untuk itu, dalam membangun sistem manajemen keuangan yang baik perlu adanya identifikasi secara seksama mengenai prinsip-prinsip manajemen keuangan yang baik.

B.     Ruang Lingkup Manajemen Keuangan
Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan  Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
Dari penjelasan di atas tadi, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup manajemen keuangan dalam pendidikan adakah kegiatan merencanakan kebutuhan dana penggalian, pemanfaatan atau pendistribusian dan pelaporan atau pertanggungjawaban.

C.    Prinsip Pengelolaan Keuangan
Dalam mengelola keuangan harus dilakukan dengan menganut sistem; transparan, akuntabel, responsibel, relevan, efektif, dan efesien. Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya,  rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya.  Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah, (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative outputs” (Garner, 2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

1)      Pelaksanaan Pengelolaan Kauangan di Sekolah
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan di sekolah dilakukan oleh otoriasator, ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran uang. Ordonator adalah pejabat yang berwewenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otoritas yang ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwewenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dan diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun pelajaran, para kepala sekolah bersama semua pemegang peran di sekolah. Adapun langkah-langkah pengelolaan keuangan di sekolah sebagai berikut.
a.       Prencanaan atau analisis kebutuhan keuangan
Kegiatan perencanaan keuangan di sekolah dilakukan setiap awal tahun pelajaran dengan mengidentifikasi segala kebutuhan sekolah yang diidentifikasikan dalam program-program sekolah. Perencanaan ini dituangkan dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS).
b.      Penggalian atau pencarian sumber dana
Penggalian sumber dana adalah kegiatan mencari sumber-sumber yang dapat memberikan konstribusi untuk pembiayaan sekolah. Sumber biaya pendidikan dapat diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi & kabupaten), masyarakat (orang tua siswa), alumnus, sponsor yang tidak mengikat dan lain-lain. Sedangkan sumber dana yang dari pemerintah pusat berupa bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS).
c.       Pendistribusian atau pemanfaatan
Pendistribusian atau pemanfaatan akan didistribusikan sesuai rencana program yang ditetapkan di dalam RAPBS, selain itu mengacu kepada peraturan yang ditetapkan seperti peraturan pemanfaatan dana yang digunakan secara proposional, untuk belanja telepon, air dan listrik, belanja peralatan dan lain-lainnya.

2)      Mekanisme BOS
BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan program wajib belajar. Dana BOS tersebut untuk membeli buku teks pelajaran, sedangkan sisa digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan berikut:
a.       Penerimaan siswa baru (biaya pendaftaran, pengadaan formulir, administrasi pendaftara, pendaftaran ulang dll).
b.      Buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.
c.       Buku teks pelajaran untuk dikoleksi di perpustakaan.
d.      Kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja (PMR) dan sejenisnya. Misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa atau guru dalam rangka mengikuti lomba.
e.       Pembiayaan ulangan harian dan ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa. Misalnya unutk fotokopi, honor pengoreksi ujian dan penyusunan rapor siswa.
f.       Pembelian bahan-bahan habis dipakai. Seperti buku tulis, kapur tulis, spidol, langganan koran atau majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
g.      Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, dan internet.
h.      Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan, perbaikan atap bocor, pintu, jendela, perawatan fasilitas sekolah dan lain-lain.
i.        Pembayaran honorium guru honorer dan tenaga pendidikan honorer.
j.        Diperbolehkan untuk membayar honor tenaga honorer yang membantu administrasi BOS.
k.      Pengembangan profesi guru seperti pelatihan-pelatihan.
l.        Bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin.
m.    Pembelian komputer, maksimum 1 set untuk SD dan 2 set untuk SMP.

D.    Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Dalam tahap pelaporan dan pertanggungjawaban bendaharawan sekolah mencatat seluruh pemasukan keuangan sekolah dan belanja kegiatan yang dicatat secara rinci dan sistematis, jelas sesuai peraturan akutansi. Pelaporan dan pertanggungjawaban dilakukan dilakukan sesuai kebijakan yang berlaku, baik kebijakan dari pemerintah daerah, Dirjen anggaran/menteri keuangan dan keputusan Presiden. Adapun hal-hal yang harus dilaporkan:
1.      Nama-nama siswa miskin yang digratiskan sesuai dengan format
2.      Jumlah dana yang dikelola sekolah & catatan penggunaan dana
3.      Lembar pencatatan pertanyaan/kritik/saran
4.      Lembar pencatatan pengaduan

ILMU SOSIAL DASAR (Pertentangan Sosial & Integrasi Masyarakat)

PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

A.    Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan banyak menimbulkan masalah baik dabgi dirinya mau pun bagi lingkungannya.
Secara psikologis ada 2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada 2 orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingan.
Perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lengkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan maskipun pembawaannya sama. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa:
1.      Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang
2.      Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri
3.      Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama
4.      Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi
5.      Kepentingan individu untuk dibutuhkan oleh orang lain
6.      Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya
7.      Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
8.      Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri

Kenyataan-kenyataan seperti itu menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang merupakan konsensus dari berbagai subideologi yang k.akhirnya akan melahirkan dis-integrasi/konflik. Permasalahan utama yang jelas tampak dalam tujuan konflik ini adalah jarak yang terlalu besar antara harapan (tujuan sosial) dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya.
Kenyataan seperti itu disebabkan oleh cara pandang yang berbeda antara pemerintah/penguasa sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideologi. Di sinilah tercermin, adanya perbedaan kepentingan antara berbagai kelompok kepentingan dalam rangka tinjauan politik.
Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase, antara lain:
1.      Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahfahaman (akibat pertentangan antara harapan dengan standar normatif), yang menyebabkan sulitnya/tidak dapatnya satu kelompok sosial menyesuaikan diri dengan norma (ideologi).
2.      Fase disintegrasi (konflik) yaitu pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti timbulnya emosi massa yang meluap, protes, aksi mogok, pemberontakan dan lain-lain. Walter T. Martin mengemukakan tahapan pertama disintegrasi sebagai berikut:
a)      Ketidaksefahaman anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai yang semula menjadi pegangan kelompok.
b)      Norma-norma sosial tidak membantu anggota masyarakat lagi dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya.
c)      Norma-norma dalam kelompok dan yang dihayati oleh kelompok bertentangan satu sama lain.
d)     Sanksi sudah menjadi lemah bahkan sanksi tidak dilaksanakan dengan konsekuen lagi.
e)      Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.

B.     Prasangka, diskriminasi, dan ethnosentrisme
1)      Prasangka dan diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi adalah 2 hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut 2 orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan 20 orang, golongan/wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Perbedaanya terpokok antara prasangka dan diskriminatif. Prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk merespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek/situasi. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah-laku/tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terdapap suatu realita.

2)      Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
a.       Berlatar belakang sejarah. Contohnya orang-orang kulit putih AS berprasangka negatif kepada orang-orang Negro, berlatar belakang pada masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang kulit Negro sebagai budak.
b.      Dilatarbelakngi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional. Contohnya prasangka muncul terhadap individu lain atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penuruanan status pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap keryawannya.
c.       Bersumber dari faktor kepribdaian. Contohnya keadaan frustasi dari beberapa orang/kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Kepribadian yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan bersifat tertutup.
d.      Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama. Contohnya konlik Irlandia Utara dan Irlandia Selatan; konflik antara golongan keturunan Yunani – Turki di Cyprus dan perang Irak – Iran berakar dari latar belakang adanya prasangka agama/kepercayaan agama.

3)      Usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi
a.       Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi kesenjangan-kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang mantap dan didukung oleh lembaga-lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD.
b.      Perluasan kesempatan belajar
Perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia, paling tidak mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.
c.       Sikap terbuka dan sikap lapang
Kebhinnekaan masyarakat dan idealisme paham kebangsaan, masing-masing berniat membuka diri untuk berdialog antar golongan, antar kelompok sosial diduga berprasangka dengan tujuan membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang sungguh bijaksana.

4)      Ethnosentrisme
Suku bangsa/ras cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai sesuatu yang prima, rill, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai ethnosentrisme, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

C.    Pertentangan-pertentangan sosial/ketegangan dalam masyarakat
Konflik/pertentangan mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Dasar konflik berbeda-beda, dan terdapat 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik, yaitu:
v  Terdapat 2 atau lebih unit-unit/bagian-bagian yang terlibat dalam konflik.
v  Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebuthan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap maupun gagasan-gagasan.
v  Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaa-perbedaan tersebut.

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian/permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkup luas, yaitu masyarakat.
v  Pada taraf di dalam diri seseorang: menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, emosi-emosi, dan dorongan-dorongan yang antagonistik di dalam diri  seseorang.
v  Pada taraf kelompok: ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi di dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat-minat mereka.
v  Pada taraf masyarakat: bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nialai-nilai dan norma-norma kelompok yang bersangkutan berada. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis do dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.

Konflik mungkin realistik maupun tidak realistik. Konflik realistik terkait dengan tujuan yang rasional, dan konflik terjadi berkenaan/merupakan kelengkapan untuk pencapaian tujuan. Dalam konflik tidak realistik, konflik tersebut merupakan tujuan itu sendiri. Tipe ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sedangkan upaya untuk memecahkannya selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan. Adapun cara-cara pemecahannya adalah sebagai berikut:
1.      Memundurkan diri dari salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan: kami mengalah, kami mendongkol, kamu keluar.
2.      Orang/pihak yang mempunyai kekuatanterbesar dapat memaksa orang/pihak lain mentaatinya.
3.      Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argementasi.
4.      Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5.      Kedua/semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6.      Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

D.    Golongan-golongan yang berbeda dan integrasi sosial
1)      Masyarakat majemuk dan nasion Indonesia
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk, yaitu suatu masyarakat negara yang terdiri dari beberapa suku bangsa/golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan nasional.
v  Suku bangsa dan kebudayaan
Perbedaan lingkungan alam mempengaruhi ciri-ciri jasmaniah penduduk di masing-masing daerah sehingga penduduk Indonesia mewujudkan ciri-ciri jasmaniah yang berbeda-berbeda. Daerah-daerah terdiri dari sejumlah suku bangsa yang dikenal dengan masyarakat daerah (± 13.000 buah pulau besar dan kecil).
Tiap suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan serta bangsa lain. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenia, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Maka Indonesia juga terdapat sejumlah sistem budaya yang dipergunakan oleh masing-masing suku bangsa.
Dalam kehidupan sehari-hari suku bangsa mempergunakan sistem budayanya sendiri dan sistem kebudayaannya ditaati oleh masyarakatnya. Usaha untuk mengingkari sistem budayanya dianggang sebagai tindakan yang menyeleweng. Pelaku dari pelanggaran tersebut diberi sanksi. Berat-ringannya sanksi berdasarkan atas pelanggaran yang dilakukannya. Dan pelanngaran tersebut dapat menyebabkan pelaku dikeluarkan dari masyarakatnya.
Masyarakat sumber energi menghasilkan kebudayaan, dan kebudayaan sebagai sistem budaya merupakan alat yang mengatur/mengontrol masyarakatnya.

v  Agama
Dari segi historis suku-suku bangsa di Indonesia mempunyai toleransi yang besar terhadap agama/kepercayaan lain. Sebelum datangnya Hindu yang berasal dari India (jalan perdagangan), Indonesia sudah mempunyai kepercayaan sendiri yang biasa disebut dengan istilah animisme dan dinamisme.
Hindu mengalami kemunduran, datanglah agama lain berturut-turut agama Islam dan Kristen. Kedua agama tersebut diterima dengan cara damai. Kepercayaan seperti ini merupakan sumber nilai yang dianut oleh warganya. Nilai digunakan untuk menentukan tujuan tindakan/usaha. Nilai biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan kepercayaan tertentu, karena orang menganut suatu kepercayaan tertentu yang membernarkan nilai-nilai dianutnya.

v  Bahasa
Pada suku-suku bangsa yang bermacam-macam itu terikat oleh satu persamaan yaitu bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam melaksanakan interaksi sosial di antara kelompoknya.

v  Nasion Indonesia
Nasion merupakan kesatuan solidaritas yang terbentuk sebagai hasil proses setelah kemerdekaan tahun 1945. Nasion Indonesia merupakan suatu federasi antara suku-suku bangsa yang masing-masing merupakan kesatuan tersendiri dan federasi ini tetap mempertahankan kesatuan mereka masing-masing.
Kebudayaan nasional terbentuk dan merupakan perpaduan dari kebudayaan daerah yang dapat diterima oleh masyarakat dan suku-suku bangsa lainnya, seperti karya sastra-sastra jawa, tarian-tarian yang dapat dinikmatinya dan lain-lainnya.
Dalam pembentukan kebudayaan nasional, agar kebudayaan di suatu daerah tidak punah, tetapi tetap berkembang terus, justru dengan mengembangkannya berarti pula memperkaya kebudayan nasional.

2)      Integrasi
Penduduk Indonesia menempati wilayah yang luas, bukan hanya terikat oleh suatu sistem kebudayaan, tetapi banyak sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan yang berlaku di Indonesia:
v  Sistem kebudayaan daerah.
v  Sistem kebudayaan agama, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.
v  Sistem kebudayaan nasional.
v  Sistem kebudayaan asing, seperti China dan Arab.

Keempat unsur di atas merupakan unsur dari kebudayaan Nasional, dan sekaligus menjadi landasan/corak masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dalam hal masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setelah merdeka yaitu masalah integrasi di antara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap pada kemajemukannya masing-masing. Mereka dapat hidup serasi, berdampingan, seperti tulisan yang terdapat dalam lambang negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan.
Kalau kekuatan nasional terlalu mendominasi kehidupan politik, sosial, ekonomi warga suku-suku bangsa/daerah, akan menimbulkan konflik antara pusat dan daerah. Kuatnya integrasi akan menjadi salah satu ukuran timbul atau tidaknya pemberontakan-pemberontakan di daerah. Variabel-variabel lain yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi ialah:
v  Klaim/tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya.
v  Isu asli tidak asli.
v  Isu agama.
v  Prasangka dan ethnosentrisme.

3)      Integrasi sosial
Integrasi sosial dapat diartkan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.
Integrasi sosial akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi, dan tumbuh integrasi paksaan.
Hal yang penting, mengamati dimensi kemajemukan suatu masyarakat dapat dilakukan dengan melihat jumlah kelompok yang berbeda kebudayaannya, konsensus anggota-anggota masyarakat terhadap nilai yang mengikat seluruh warga masyarakat, dan mudah-tidaknya individu pindah dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.

E.     Integrasi nasional
Integrasi nasional adalah merupakan masalah yang dialamai oleh semua negara/nation yang ada di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya. Beberapa negara yang berdiri setelah Perang Dunia II ternyata banyak yang tidak mampu mengintegrasikan berbagai golongan dalam masyarakatnya.
Menurut Prof. R. William Liddle;  An Indonesia Case Study; bahwa integrasi Indonesia mempunyai 2 dimensi yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Di Indonesia horisontal dimaksudkan untuk menunjuk perbedaan  suku, agama, aliran, dan lain-lain. Sedangkan dimensi vertikal dimaksudkan untuk menunjuk kesenjangan kelompok elite nasional dengan massa. Yang terakhir ini mengakibatkan partisipasi politik massa yang sangat kecil.
1)      Beberapa permasalahan Integrasi Nasional
Permasalahan pertama: adanya cara pandang yang berbeda tentang pola laku duniawi dan cara untuk untuk mencapai tujuan. Pada intinya bersumber pada perbedaan ideologi. Perbedaan ini disebabkan perbedaan falsafah hidup yang banyak berpengaruh dalam proses sosialisasinya, maupun dalam pembentukan konsepsi nalarnya. Faktor dominan dalam pembentukan kesenjangan ideologi ini adalah masalah agama. Karena agama dipandang sebagai nilai hakiki sehingga kontrol sosial masyarakat agama cenderung lebih peka dan sering tajam.
Permasalahan kedua: permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat majemuk, yang terdiri dari berbagai etnis baik di antara penduduk pribumi maupun keturunan asing. Kelompok etnis/suku-suku bangsa yang ada di daerah merupakan nation-nation pribumi yang telah terbentuk lama sebelum Indonesia diproklamasikan. Mereka meiliki ciri-ciri sendiri yang merupakan ciri khasnya. Mereka memiliki kebudayaan sendiri, bahasa sendiri, daerah teritorial sendiri dan perasaan solidaritas antara anggota-anggota warga masyarakat yang bersangkutan.
Permasalahan ketiga: masalah teritorial daerah yang seringkali berjarak cukup jauh. Lebih-lebih Indonesia yang berbentuk negara kepulauan dan merupakan arus lalulintas 2 benua dan 2 samudera. Kondisi ini akan lebih mempererat rasa solidaritas kelompok etnis tertentu.
Masalah keempat: kehidupan dan pertumbuhan Partai Politik. Karena permsalahan ini berpengaruh dalam mencapai integrasi nasional. Beberapa indikator pertentangan politik di Indonesia yaitu, terjadinya demostrasi, kerusuhan, serangan bersenjata, meningkatnya angka kematian akibat kekerasan politik. Selain itu, Parpol terkait oleh kepentingan-kepentingan primordial yang secara tidak langsung terikat oleh kepentingan daerah dan kelompok elit dan kelompok etnis tertentu.

2)      Upaya pendekatan
Perbedaan golongan mempunyai potensi untuk menuju ke arah integrasi dengan sistem silang-menyilang yang akan melahirkan pelapisan sosial yang saling silang-menyilang/paling tidak akan membuat konflik sosial tidak terlalu tajam. Dengan sistem silang-menyilang ini konflik antara suku-suku bangsa daerah akan dapat diredakan dengan adanya pertemuan di bidang agama. Upaya-upaya yang dilaksanakan untuk memperkecil dan kalau mungkin menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu antara lain:
v  Pemerintah berusaha untuk mewujudkan idealisme/cita-cita nasional yang diamanatkan oleh seluruh bangsa kepada ideologi melalui pembangunan di berbagai sektor, termasuk pembangunan politik dan kebudayaan (untuk mempertebal keyakinan warga negara yang terdiri dari berbagai golongan terhadap ideologi nasional).
v  Berusaha membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan pembangunan sarana komunikasi, informasi, dan transportasi.
v  Menggali kebudayaan daerah untuk dijadikan kebudayaan nasional dan membina penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
v  Membentuk jaringan asimilasi bagi berbagai kelompok etnis baik pribumi maupun keturunan asing. Misalnya transmigrasi, pertukaran/mutasi karyawan, asimilasi budaya.
v  Melalui jalur-jalur formal seperti pendidikan perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh warga negara dan pendekatan formal lainnya.

3)      Integrasi nasional dalam perspektif

Harsya W. Bachtiar memaparkan bahwa masalah integrasi nasional akan tetap meruapakan masalah, tanpa memandang apakah negara itu baru ataupun negara lama, karena setiap konflik terjadi karena perbedaan golongan. Namun demikian integrasi nasional sebagai suatu cita-cita nasional maupun cita-cita negara akan dapat terwujud/paling tidak menekankan kemungkinan permasalahan yang timbul dengan berbagai usaha yang mendukung potensi masyarakat untuk berintegrasi sendiri secara alamiah, seperti yang dikemukakan di atas.