Selasa, 23 September 2014

STUDI SOSIAL DASAR (Masyarakat Perkotaan & Masyarakat Pedesaan)

MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN

A.    Masyarakat Perkotaan, Aspek-aspek Positif dan Negatif
1.      Pengertian Masyarakat
R. Linton (seorang ahli antropologi) mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Sedangkan menurut M.J Herskovits mengemukakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerjasama dalam waktu yang cukup lama. Kelompok manusia yang di maksud di atas yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu: a) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota, b) timbul perasaan berkelompok secara lambat.
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan arti yang sempit. Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain: kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan, dan sebagainya.
Mengingat definisi-definisi masyarakat tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b.    Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c.    Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam:
a.    Masyarakat paksaan, misalnya: negara, masyarakat tawanan dan lain-lain.
b.    Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam:
·   Masyarakat natuur: masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan, suku, yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
·   Masyarakat kultur: masyarakat yang terjadi karena keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi, gereja, kongsi perekonomian dan sebagainya.

Jika masyarakat di nilai dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat:
a.    Satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks; yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
b.    Masyarakat yang sudah kompleks; yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, telnologi maju, sudah mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

2.      Masyarakat Perkotaan
Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu:
a.       Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya tampak di tempat-tempat peribadatan.
b.      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain (sebab; perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama dan sebagainya).
c.       Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas nyata. Misalnya seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan rekan-rekannya daripada tukang becak.
d.      Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang bertani.
e.       Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
f.       Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor faktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
g.      Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

3.      Perbedaan Desa dan Kota
a.       Jumlah dan kepadatan penduduk
b.      Lingkungan hidup
c.       Mata pencaharian
d.      Corak kehidupan sosial
e.       Mobilitas sosial
f.       Pola interaksi sosial
g.      Solidaritas sosial
h.      Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Sedangkan lingkungan di pedesaan sangat jauh berbeda dengan perkotaan, karena lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas.
Perbadaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa berbeda di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, disamping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi ataumengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat dikonsumsikan.

4.      Hubungan Desa-Kota, Hubungan Pedesaan-Perkotaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerjaan-pekerjaan musiman. Pada musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau di kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.

5.      Aspek Positif dan Negatif
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan sarana aman, tenteram dan nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a.       Wisma: Bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsur wisma ini merupakan:
·         Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai pertambahan kebutuhan penduduk untuk masa mendatang
·         Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidupan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan
b.      Karya: Merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan kerja bagi suatu kota dapat dilakukan dengan cara menyediakan ruang; misalnya bagi kegiatan penindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal dan lain-lainnya.
c.       Marga: Merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan lainnya di dalam kota (internal), serta hubungan antara kota itu dengan kota atau daerah lainnya (eksternal). Di dalam unsur ini termasuk:
·         Usaha pengembangan jaringan jalan dan fasilitas-fasilitasnya (terminal, parkir dan lain-lain) yang memungkinkan pemberian pelayanan seefisien mungkin
·         Pengembangan jaringan telekomunikasi sebagai suatu bagian dari sistem transportasi kota secara keseluruhan
d.      Suka: Merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasiltas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
e.       Penyempurnaan: Merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Untuk pemecahan berbagai permasalahan perkotaan, hendaknya dituangkan dalam suatu kebijaksanaan dasar yang berkaitan dengan pengembangan wilayah dan interaksi kota dan sekitarnya secara berimbang dan harmonis. Untuk semua itu, maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan:
a.       Aparatur kota harus dapat menangani berbagai maslah yang timbul di kota. Untuk itu, maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya
b.      Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya
c.       Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru
d.      Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kebupaten di sekitarnya.

B.     Masyarakat Pedesaan
1.      Pengertian Desa/Pedesaan
Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri-cirinya sebagai berikut:
a.       Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.      Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.       Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai beriktu:
a.       Di dalam masyarakat pedesaan du antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b.      Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
c.       Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan/part time yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
d.      Masyarakat termasuk homogen, seperti dalam hal mata pencarian, adat istiadat dan sebagainya.

2.      Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial. Dalam hal ini kita jumpai gajala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan:
a.       Konflik/pertengkaran
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari dari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banya dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b.      Kontraversi/pertentangan
Pertentangan ini disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c.       Kompetisi/persiapan
Masyarakat pedesaan mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau out put/hasil. Negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melncarkan firnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

3.      Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Para ahli memberikan perangsang-pearangsang yang dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan dan hal ini dipandang sangat perlu. Dan dijaga agar cara dan irama bekerja bisa efektif dan efisien serta kontinyu (diusahakan untuk menghindari masa-masa kosong bekerja karena berhubungan dengan keadaan musim/iklim di Indonesia). Menurut Mubiyanrto petani Indonesia mempuyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Petani itu tidak kolot, tidak bodoh atau tidak malas. Mereka sudah bekerja keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan.
b.      Sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil dengan rata-rata luas sawah ± 0,5 ha yang serba kekurangan adalah nrimo (menyerah kepada takdir) karena merasa tidak berdaya.

4.      Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Para ahli disinyalir bahwa dikalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis. Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut:
a.       Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan.
b.      Mereka menganggap bahwa orang bekerja itu untuk hidup dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukan.
c.       Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu.
d.      Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e.       Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung pada sesamanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar