Rabu, 23 Juli 2014

PROFERSI KEPENDIDIKAN (Manajemen Pendidikan)

MANAJEMEN PENDIDIKAN

A.    Pengertian
Istilah menejemen pendidikan sering disamakan dengan istilah administrasi pendidikan, kedua istilah tersebut kadangkala membuat pengertian yang salah, karena tidak mengetahui substansinya. Secara etimologiis, adminitrasi berasal dari kata ad dan ministrare; ad artinya kepada, ministrare artinya melayani; administrasi diartikan sebagai “melayani kepada”. Kata administrasi secara sempit dikatakan sebagai segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Secara luas administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan.
Asal-usul manajemen (management) berasal dari kata manus (bahasa Latin) yang berarti tangan, sedangkan dalam bahasa Prancis berasala dairi kata maneggeo, berarti pengurusan. Di Indonesia, manajemen acap kali duterjemahkan dengan kepemimpinan, ketatalaksanaan, dan pengurusan. Jadi manajemen adalah segenap perbuatan menggerakan sekelompok orang dan mengerahkan fasilitas dalam suatu usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Pada intinya, manajemen melaksanakan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengontrolan. Pada konteks menajemen pendidikan, manajemen melaksanakan fungsinya dalam bidang garapan pendidikan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adlah suatu penataan bidang garapan pendidikan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas atau bermutu. Manajemen pendidikan lebih menekankan pada upaya seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan mengelola sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan pendidikan secara efisien dan efektif. Pengertian ini lebih bersifat operasional yang mengarah kepada pemanfaatan sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
B.     Pendidikan Suatu Sistem
Setiap unit usaha atau organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam komponen yang saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan. Secara umum suatu unit pendidikan terdapat Raw in put, Instrumental in put, dan Enviromental in put, setelah itu masuk dalamproses pendidikan yang menghasilkan out put. Raw in put merupakan bahan mentah atau calon siswa, Instrumental in put meruapakan unsur pendukung yang mempengaruhi aktivitas organisasi atau unit usaha dan dapat dirancang oleh unit usaha tersebut. Dalam pendidikan adalah sumber daya manusia, sistem administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, sarana dan prasarana. Enviromental in put merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas suatu organisasi atau unit usaha tetapi tidak dapat dirancang. Dalam pendidikan adalah pengaruh TV, ekonomi, politik, sosial budaya, dan yang lainnya. Sistem tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


C.    Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Ruang lingkup manajemen pendidikan terdiri atas beberapa bidang garapan. Adapun secara umum ruang lingkup manajemen pendidikan meliputi:
1)      Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan kegiatan mengelola siswa diawali dengan penerimaan siswa baru: pendaftaran, seleksi, penerimaan/penempatan. Setelah murid diterima, maka tahap berikutnya adalah penerimaan siswa baru, memberikan pembinaan disiplin, kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, kegiatan  pembinaan bakat melalui kegiatan ekstra kurikuler. Pembinaan secara formal dilakukan sampai siswa dinyatakan lulus dari sekolah. Tahap akhirnya adalah membina wadah alumni.

2)      Manajemen Sarana dan Prasarana
Kegiatannya, diawali dengan kegiatan analisis kebutuhan atau perencanaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangkan mengidentifikasi segala kebutuhan yang diperlukan oleh sekolah. Tahap berikutnya adalah kegiatan  pengadaan, yaitu segala macam upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan yang telah diidentifikasikan. Setelah sarana dan prasarananya telah lengkap/ada, maka dilakukan kegiatan inventarisasi sehingga keberadaan barang-barang diketahui secara spesifik. Setelah itu, barang-barang didistribusikan untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan masing-masing.

3)      Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan kegiatan mengelola keuangan yang diawali dengan kegiatan perencanaan, penggalian sumber dana, pendistribusian, pelaporan, dan pertanggungjawaban.
Pada tahap perencanaan diawali dengan penetapan program-program yang akan dilaksanakan. Di tingkat persekolahan, perencanaan keuangan dituangkan dalam Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABPBS), biasanya ditetapkan dalam setiap tahun. Penggalian sumber keuangan sekolah, diperoleh dari Bantuan Operasional Sekolah, Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan biaya lainnya yang tidak mengikat. Pendistribusian atau pemanfaatna dana disesuaikan dengan rencana program yang akan dilaksanakan dan sudah tertuang dalam RAPBS.

4)      Manajemen Kurikulum
Dalam pengelolaan kurikulum diawali dengan perencanaan, sesuai Keputusan Menteri Diknas No. 23 Tahun 2003. Perencanaan tersebut dilaksanakan dengan merumuskan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Selanjutnya realisasi kurikulum tersebut masuk pada tahap pengelolaan kurikulum yaitu, menugaskan guru-guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dan melakukan kegiatan bimbingan kepada siswa. Untuk mengetahui keberhasilannya, maka dilaksanakan fungsi evaluasi yang dilaksanakan oleh guru bidang studi.

5)      Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Manajemen ini merupakan kegiatan melakukan hubungan kepada para stakeholder dalam rangka publiksasi atau pencitraan sekolah. Kegiatan ini pada dasarnya untuk mempublikasikan program sekolah kepada masyarakat. Bentuk kegiatannya malalui pertemuan atau rapat dengan orang tua, pameran sekolah, buletin sekolah, dan lain-lainnya.

6)      Manajemen Ketenagaan
Manajemen ini merupakan kegiatan pengelolaan pegawai yang diawali dengan kegiatan rekrutmen, seleksi, penempatan, pembinaan, dan pemensiunan. Sedangkan kegiatan pembinaan meliputi pendidikan dan pelatihan, kompensasi/penggajian, kesejahteraan, cuti, promosi, mutasi, dan kenaikan pangkat.

D.    Fuingsi Manajemen Pendidikan
Seorang tokoh menajemen menyebutkan beberapa definisi tentang fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengkoordinasi, dan mengendalikan. Pendapat tokoh tersebut, pada dasarnya untuk mencapai efesiensi serta efektifitas dalam manajemen, fungsi tersebut secara garis besar termasuk di dalamnya (fungsi pengelolaan) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian, fungsi pengontrolan, dan penilaian, terakhir adalah fungsi kepemimpinan.
1)      Prencanaan
Pada dasarnya perencanaa adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Dalam dunia pendidikan perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan pendidikan.Yang dimaksud sumber, meliputi sumber manusia, material, uang dan waktu. Sedangkan proses perencanaan di sekolah harus dilaksanakan secara kolaboratif, artinya dengan mengikutsertakan personel sekolah dalam semua tahap perencanaan ini.

2)      Pengelolaan
Peneglolaan yang dimaksud adalah kegiatan mengelola bidang garapan manajemen pendidikan yang meliputi kegiatan pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian.
Pengorganisasian pada dasarnya dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan yang harus diambil. Dari penjelasan tersebut, maka pengorganisasian adalah keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (guru dan personel sekolah lainnya) serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang orang-orang itu dalam rangka pencapaian tujuan sekolah.
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan seperti kehendak. Jadi perencanaan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha. Kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan;  melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu atau kelompok dan, memberikan petunjuk umum dan petunjuk khusus, baik secara lisan maupun tertulis, secara langsung maupun tidak langsung.
Pengkoordinasian adalah sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu di lembaga agar kegiatan berjalan selaras dengan anggota.

3)      Pengontrolan dan Penilaian
Pengontrolan adalah proses pengaturan berbagai faktor dakan suatu lembaga, agar sesuai dengan ketetapan-keteapan dalam perencanaan. Pengontrolan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar apa yang sedang dilakukan, yaitu pelaksanaan, termasuk pula dilakukan penilaian.
Pada lembaga pendidikan, penilaian dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai serta mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang telah dilaksanakan secara lebih rinci. Penilaian daoat dilakukan dengan mengadakan penelitian atau pengamatan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam lembaga pendidikan.

4)      Fungsi Kepemimpinan
Untuk melaksanakan fugnsi-fungsi di atas tadi, aktifitas manajemen pendidikan dimotori oleh satu fungsi penting, yaitu fungsi kepemimpinan, Adapun pengertian kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain (dalam hal ini guru, staf, siswa, orang tua siswa) untuk bekerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

E.     Manajemen Pendidikan Pasca-Otonomi Daerah
Pasca Reformasi tahun 1998, membawa perubahan fundamental dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan sistem pendidikan tersebut mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentralistik menuju desentralistik atau lebih dikenal dengan otonomi pendidikan dan kebijakan otonomi nasional itu mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia.
Sistem pendidikan Indonesia pun menyesuaikan dengan model otonomi. Kebijakan otonomi di bidang pendidikan (otonomi pendidikan) kemudian banyak membawa harapan akan perbaikan sistem pendidiakan di Indoensia di masa akan datang. Hal yang esensial dari etonomi daerah adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah untuk mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup di dalam pembangunan masyarakat di daerahnya, termasuk bidang pendidikan.
Kesenjangan yang terjadi pada sistem pendidikan di Indonesia memang tidak dapat dipungkiri. Kesempatan belajar bagi setiap anak di seluruh Indonesia tidak sama, begitupun berbagai akses yang dimiliki mereka untuk mengenyam pendidikan yang layak sangat bermacam-macam. Dengan berlakunya otonomi derah diharapkan akan muncul sebuah harapan baru untuk mengatasi masalah pendidikan di setiap daerah seperti kesenjangan sistem pendidikan di Indonesia.
Hal ini dibuktikan adanya kebijakan UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, disusul dengan kebijakan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Derah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Provinsi yang memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat.  Sedangkan pada bidang pendidikan perubahan dengan digulirkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 25 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).
1)      Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Jadi MBS merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya.

2)      Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan, kepala sekolah yang demokratis dan profesional serta adanyaa team work yang tinggi dan profesional. Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada.

Sedangakan implementasi MBS didukung oleh perubahan yang mendasar dalam kebijakan pengelolaan sekolah dengan memperhatikan iklim sekolah yang kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan profesional, partisipasi masyarakat dan orang tua siswa.

Senin, 21 Juli 2014

PROFESI KEPENDIDIKAN (Sikap Profesional & Organisasi Profesi)

SIKAP PROFESIONAL DAN ORGANISASI PROFESI

A.    Pengertian Sikap dan Sasaran
Sikap atau attitude adalah suatu cara berinteraksi suatu perangsang. Thursthone menjelaskan sikap adalah serajat suatu efek positif/efek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis. Dijelaskan pula sikap adalah kesiapan untuk beraksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ada sejumlah pendapat lain yang mendasar mengenai sikap. Berikut ini adalah garis besar pandangan-pandangan sikap yang disusun oelh pengamat Eiser (1986, dalam Ross, 1994);
(1)          Sikap merupakan pengalaman subjektif.
(2)          Sikap adalah pengalaman tentang suatu objek atau persoalan.
(3)          Sikap ialah pengalaman tentang suatu masalah atau objek dari sisi dimensi penilaian.
(4)          Sikap melibatkan pertimbangan yang bersifat menilai.
(5)          Sikap bisa diungkapkan melalui bahasa.
(6)          Ungkapan sikap pada dasarnya bisa dipahami.
(7)          Sikap dikomunikasikan kepada orang lain.
(8)          Sikap setiap orang bisa sama dan bisa tidak sama.
(9)          Sejumlah orang yang mempunyai sikap berbeda pada suatu objek akan berbeda pula dalam pendapat masing-masing mengenai apakah yang benar atau salah mengenai objek itu.
(10)      Sikap jelas berhubungan dengan perilaku sosial.

Begitulah, sikap telah didefinisakn dalam berbagai versi oleh para ahli. Namun, dalam dunia pendidikan sikap diartikan sebagai gerak-gerik seseorang dalam menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dari paparan di atas tadi, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang dan tidak senang. Dalam hal ini, begaimanakag sikap guru terhadap berbagai faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya? Semuanya ada pada sikap guru dalam menyikapi terhadap peraturan perundang-undangan, terhadap organisasi profesi, terhadap sekolah, terhadap anak didik, terhadap mitra/masyarakat, dan terhadap pemimpin.
1)      Sikap terhadap Peraturan Perundang-undangan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengerti kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam pendidikan adalah segala peraturan-peraturan pelaksanaan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, di Pusat maupun di Daerah, maupun Departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan, ia harus  taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, maupun Departemen yang mengatur pendidikan. Oleh karenanya, seorang profesi kependidikan, harus menyikapi terhadap peraturan perundang-udangannya, antara lain:
1.      Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang sistem pendidikan nasional, UU tentang guru dan dosen.
2.      Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
3.      Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkat rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 45.
4.      Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah/satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
5.      Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi/kedinasan yang berakibat kepada kerugian negara.

2)      Sikap terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan menetapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur pembentukannya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Sikap seorang profesi terhadap organisasi profesi harus disadari dan menjalankan tanggung jawabnya yang sesuai dengan kode etiknya, adapun sikap seorang profesi terhadap organisasi profesi adalah:
1.      Guru menjadi anggota profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
2.      Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberi manfaat kepada kepentingan pendidikan.
3.      Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
4.      Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
5.      Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
6.      Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
7.      Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

3)      Sikap terhadap Sekolah
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang baik dilingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu; guru sendiri, dan hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari kode etik yang berbunyi; “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, atau pendekatan lainnya yang diperlukan. Oleh karenanya guru harus menyikapinya dengan baik, adapun sikap guru terhadap sekolah adalah:
1.      Memelihara dan meningkat kinerja,prestasi dan reputasi sekolah
2.      Memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif
3.      Menciptakan dan melaksanakan proses belajar yang kondusif
4.      Menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah
5.      Menghormati rekan sejawat
6.      Seling membimbing antar sesama rekan sejawat
7.      Menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan
8.      Membantu rekan-rekan juniornya dan memilih jenis pelatihan yang relevan untuknya
9.      Menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapatnya
10.  Membasiskan diri pada nilai agama,moral dan kemanusiaan dalm setiap tindakannya
11.  Memiliki beban moral untuk bersama-sama untuk meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru
12.  Mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah
13.  Tidak mengeluarkan pernyataan-peryataan keliru
14.  Tidak boleh merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
15.  Tidak boleh mengoreksi tindakan profesional sejawatnya atas pendapat siswa/masyarkat
16.  Tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawatnya
17.  Tidak boleh memunculkan konflik dengan sejawatnya

4)      Sikap terhadap Anak Didik
Dalam kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa; guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni; tujuan pendidikan nasional, prinsip bimbingan, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 02/1989 tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengejar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah “ing ngarso sung tulodo, ing madyo karso, dan tut wuri handayani”. Oleh karenanya, seorang tenaga profesi menyikapinya, agar tercapai tujuan tersebut. Adapun sikap seorang profesi terhadap anak didik adalah:
1.      Berperilaku secara profesional
2.      Membimbing peserta didik
3.      Mengetahui karakteristik anak didik
4.      Menghimpun informasi tentang anak didik
5.      Menjalin hubungan dengan anak didik
6.      Mencegah gangguan yang mempengaruhi perkembangan anak didik
7.      Mencurahkan usaha profesinalnya untuk membantu anak didik
8.      Menjunjun tinggi harga diri anak didikya
9.      Memandang adil semua tindakan anak didiknya
10.  Menjunjung tinggi kebutuhan dan hak anak didiknya
11.  Terpanggil hati nurani dan moralnya untuk perkembangan anak didik
12.  Membuat usaha yang rasional untuk melindungi anak didik
13.  Tidak boleh membuka rahasia anak didik
14.  Tidak boleh menggunakan hubungan kepada anak didik yang melanggar norma
15.  Tidak boleh menggunakan hubungan dengan anak didik untuk memperoleh keuntungan pribadi

5)      Sikap terhadap Mitra atau Masyarakat
Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara huungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial”, ini berarti bahwa; guru hendaknya menciptkana dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan karjanya, guru hendakanya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasa. Sedangkan huungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi. Hal ini guru juga menjalin hubungan dengan masyarakat agar nama sekolah terangkat, karena masyarakat mendukung program yang ada di sekolahnya. Adapun sikap guru terhadap mitra dan masyarakat adalah:
1.      Menjalin komunikasi dan kerja sama
2.      Mengakomodasikan aspirasi masyarakat
3.      Peka terhadap perubahan yang dalam masyarakat
4.      Bekerja sama untuk meningkatkan prestasi dan martabat profesinya
5.      Melakukan usaha secara bersama untuk meningkatka kesejahteraan anak didiknya
6.      Memberikan pandangan profesional dalam berhubungan dengan msayarakat
7.      Tidak boleh membocorkan rahasia sejawat/anak didik kepada masyarakat
8.      Tidak boleh menampilkan diri secara eksklusif

6)      Sikap terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, guru akan berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Sudah jelas bahwa pimpinan suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijakan dan arahan dalam memimpin organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka.
Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usaha dan malahan kritik yang membangun demi mencapai tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa setiap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Adapun sikap guru terhadap pemimpinnya antara lain:
1.      Membina hubungan kerja sama dengan wali siswa
2.      Memberikan informasi kepada wali siswa secara jujur
3.      Merahasiakan informasi anak didik kepada orang lain
4.      Memotivasi wali siswa
5.      Berkomunikasi secara baik dengan wali siswa
6.      Menjunjung tinggi hak wali siswa
7.      Tidak boleh melakukan hubungan dengan wali siswa untuk memperoleh keuntungan pribadi

B.     Pengembangan Sikap Profesional
Ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan maupun setelah bertugas.
Pengembangan sikap selama prajabatan; calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Sedangkan pengembangan sikap selama dalam jabatan; banyaknya usaha dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Keterangan tersebut, maka kami akan memperinci lagi tentang kedua pengembangan tersebut.
1)   Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.

2)   Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya.

C.    Organisasi Profesi
Organisasi profesi adalah suatu organisasi, yang biasanya bersifat nirlaba, yang ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik dan anggotanya pada bidang tertentu.
1)      PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
PGRI sebuah organisasi kependidikan yang lahir tanggal 25 november 1945 hanya berselang 3 bulan setelah kemerdekaan indonesia di proklamasikan. PGRI bersifat unitaristik, tanpa memandang perbedaan ijazah, tempat bekerja, kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan asal usul, independent, yang berdasarkan pada prinsip kemandirian organisasi dengan mengutamakan kemitrasejajaran dengan berbagai pihak. Nonpartai politik, bukan partai politik, tidak terkait dan mengikat diri pada kekuatan organisasi/partai politik manapun.

2)      ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia)
ABKIN adalah organisasi profesi untuk para konselor di Indonesia. Asosiasi ini didirikan pada tahun 2003 dalam kongres nasional di Lampung seiring upaya memperkuat konselor sebagai suatu profesi sebagai pengganti Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang merupakan organisasi profesi yang menaungi petugas bimbingan dan konseling sebelumnya. ABKIN memiliki tujuan menyukseskan pembangunan nasional, khususnya dibidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah.

3)      ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)
ISPI didirikan pada tanggal 17 mei 1960 yang berkedudukan di Jakarta. ISPI memiliki tujuan untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran kepada pembangunan pendidikan nasional secara profesional agar lebih terarah.

4)      ISMaPI (Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia)
ISMaPI merupakan organisasi profesi yang independen tampil sebagai pioner dan fasilitator dalam upaya peningkatan dan pengembangan manajemen pendidikan di Indonesia melalui pengembangan disiplin,profesi,dan praktek manajemen pendidikan. ISMaPI lahir untuk melanjutkan cita-cita Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN) dalam menghimpun para ahli profesional dan praktisi di bidang menajemen pendidikan.