Kamis, 05 Juli 2012

TEKNOLOGI PENDIDIKAN



I.     PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semakin terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki SDM yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM dalam mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan oleh United Nation Development Program (UNDP).
Semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi ternyata tidak diikuti oleh tersedianya insfrastruktur pendidikan tinggi yang memadai. Sebagai misal, Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2005 hanya dapat menampung 84.443 orang peserta di 53 PTN dari 304.922 peserta SPMB pada tahun tersebut. Sementara itu, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2006 yang diumumkan beberapa waktu lalu, UN 2006 berhasil meluluskan 1.790.881 siswa (Rusfidra, 2006b).[1]
Dalam kondisi tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih murah dan pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan tentang universitas terbuka dan PTJJ, virtual university, e-learning, open learning, flexible learning dan home schooling menjadi komponen penting dalam strategi nasional dan global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar.
Berkembangnya teknologi pada era zaman ini, teknologi selalu mempunyai peran yang sangat tinggi dan ikut memberikan arah perkembangan dunia pendidikan, karena teknologi merupakan solusi alternatif dalam menghadapi kendala tersebut. Dalam sejarah perkembangan pendidikan, teknologi informasi adalah bagian dari media yang digunakan untuk menyampaikan peran ilmu pada orang banyak, mulai dari teknologi percetakan beberapa abad yang lalu, seperti buku yang dicetak hingga media telekomunikasi, seperti suara yang direkam pada kaset, vidio, televisi, dan CD.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser, serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan unternet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya.
Ditinjau dari metode penyampaian materi ajar dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, dikenal dua model pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka (konvensional) dan PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen dan mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail.[2]
Akses internet juga membawa dunia ke dalam kelas. Siswa dapat mengakses dan bahkan men-download berbagai informasi informatif, pendidikan, dan menghibur. Selain meningkatkan kesadaran antar budaya dan kepekaan, ini juga memberikan mereka kesempatan untuk komunikasi asli di luar classromm tersebut. Peserta saya, begitu mereka menemukan dan mulai memanfaatkan potensi internet dan world wide web, menemukannya baik membebaskan dan memberdayakan. Ini siswa yang juga menyerahkan tugas mereka dan jurnal kelas dengan saya di e-mail. Dalam hal tugas, saya dapat menanamkan komentar pada pekerjaan mereka, dan mengembalikan tugas kepada mereka, tanpa coretan tinta merah, dan memakan waktu.[3] Penjelasan tadi, menjelaskan bahwa pendidikan terbuka dan jarak jauh meruapakan salah satu jalan alternatif bagi peserta didik .

II.  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Historis
Secara historis, sistem pendidikan jarak jauh (SPJJ) telah digunakan dan dikembangkan sejak tahun 1800an, dan mulai digunakan pada jenjang pendidikan tinggi sekitar tahun 1850an. Universitas di dunia yang pertama kali menerapkan SPJJ adalah University of Chicago. Kini, SPJJ telah diakui sebagai ’disiplin ilmiah’ dengan landasan filosofi, teori, dan praktik yang sudah mapan (Holmberg, 1986; Keegan, 1990).
Di Indonesia, SPJJ mulai dikembangkan untuk jenjang pendidikan tinggi pada tahun 1984 dengan didirikannya Universitas Terbuka (UT). Hingga akhir tahun 1990an, UT merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri di Indonesia yang menerapkan sistem PJJ. Sejalan dengan meningkatkan kebutuhan akan SPJJ di Indonesia, sistem ini kemudian diperluas penggunaannya pada lembaga-lembaga pendidikan tatap muka, sesuai dengan Kepmendiknas No. 107/U/2001 tentang penyelenggaraan program pendidikan tinggi jarak jauh. Pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut, implementasi sistem PJJ dikembangkan melalui sistem ”dual mode”, yaitu perpaduan antara sistem pendidikan tatap muka dan jarak jauh. Pengakuan SPJJ secara yuridis-formal sebagai subsistem pendidikan nasional ditegaskan di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

B.     Pengertian Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh (PTJJ)
Pada hakikatnya pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh megandung konsep dasar yang sama, yaitu pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat yang berorientasi pada kepentingan, kondisi dan karakteristik peserta didik (siswa) dan dengan menggunakan berbagai pola belajar dan aneka sumber belajar. Pendidikan terbuka merupakan istilah umum (generik), sedangkan pendidikan jarak jauh bersifat lebih spesifik. Semua pendekatan jarak jauh merupakan pendidikan terbuka, sedang tidak semua pendidikan terbuka berupa pendidikan jarak jauh.
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh seringkali diberi batasan bukan dengan cara menjelaskan apa itu, tapi menjelaskan apa yang dilakukan oleh sistem pendidikan itu. PTJJ adalah suatu usaha yang bertujuan memperluas kesempatan memperoleh pendidikan di luar kelas atau kampus. Sistem pendidikan ini memberi kemungkinan bagi para siswa untuk belajar tanpa harus meninggalkan tempat tinggal dan tugas pekerjaannya. Sistem ini memberi kesempatan belajar bagi siswa tanpa terikat pada umur, keadaan kesehatan, keadaan sosial ekonomi, jam kerja, maupun jarak tempat tinggal dari pusat penyelenggaraan pembelajaran.[4]
a)      Pengertian Pendidikan Terbuka
Sebenarnya yang dinamakan Pendidikan Terbuka karena:
1.   Sistemnya memberikan kesempatan lebih luas dari sistem sekolah konvensional. Setiap siswa bisa mendapatkan materi pelajaran walau tidak bisa datang ke sekolah karena alasan waktu, jarak tempat tinggal, umur, pekerjaan dan sebagainya.
2.   Sistemnya tidak secara ketat terikat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pendidikan yang bersifat konvensional. Sistem ini tidak mewajibkan siswa untuk hadir di kelas formal dan tidak ada proses pembelajaran yang kaku. Jadwal dan tempat belajar dapat diatur oleh siswa sendiri atau siswa dengan pembimbing. Pertemuan antara siswa dan pembimbing dapat dilakukan secara berkala., sedangkan kegiatan belajar sehari-hari dapat dilakukan siswa kapan saja dan dimana saja.[5]

b)     Pengertian Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang terstruktur relatif ketat dan pola pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap muka atau keterpisahan antara pendidik dengan siswa.[6] Belajar jarak jauh merupakan suatu sistem pembelajaran yang menitik beratkan pada proses belajar mandiri secara aktif berdasarkan paket belajar (modul) dengan bimbingan tutorial yang diselenggarakan dari jarak jauh dan satuan waktu tertentu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis, sifat dan jenjang pendidikan yang telah ditetapkan.[7]
Bentuk pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan modul yang tercetak yang digunakan untuk korespondensi dan pembelajaran berbasis (TIK), seperti: Televisi, radio dan komputer serta internetnya. Segmen populasi pelajar lebih menyukai pembelajaran yang menggunakan media instruksional yang berbeda. Misalnya: hubungan dengan print, CD, video, atau komponen audio, perlengkapan telecourse, atau internet. Dengan demikian pembimbing atau pengajar harus mengetahui media terbaik yang dapat digunakan oleh siswa saat mempelajari suatu materi pelajaran dan tingkat kemampuan teknologi yang dapat diakses.[8]

C.    Prinsip Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Pendidikan terbuka dan jarak jauh diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas dan efisiensi.
1)      Prinsip kemandirian. Dalam sistem PTJJ prinsip ini diwujudkan dengan adanya kurikulum atau program pendidikan yan memungkinkan untuk dapat dipelajari secara mandiri (Independent learning), belajar perorangan ataupun dalam kelompok sebaya, dengan sesedikit mungkin bantuan dari guru atau tenaga kependidikan lain.
2)      Prinsip keluwesan. Prinsip ini diwujudkan dengan dimungkinkannya peserta didik (siswa) untuk memulai, mengakses sumber belajar, mengatur jadwal kegiatan belajar, mengikuti ujian atau penilaian kemajuan belajar, da mengakhiri pendidikannya diluar ketentuan batasan waktu dan tahun ajaran. Prinsip keterkinian, diwujudkan dengan tersedianya program pembelajaran dan sumber belajar pada saat diperlukan.
3)      Prinsip kesesuaian. Prinsip ini diwujudkan dengan adanya program belajar yang terkait langsung dengan kebutuhan pribadi maupun tuntutan lapangan kerja atau kemajuan masyarakat. Kesesuaian ini berarti pula sesuai dengan keinginan, minat, kemampuaan, pengalaman siswa yang telah ada sebelumnya. Prinsip mobilitas diwujudkan dengan adanya kesempatan untuk berpindah lokasi, jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang setara atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan kompetensi yang diperlukan. Prinsip efisien diwujudkan dengan pendayagunaan berbagai macam sumber daya dan teknologi yang dimaksudkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.[9]


D.    Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh (PTJJ)
a)      Visi dan Misi
Dengan lahirnya Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, pasal 31, yang isinya adalah sebagai berikut:
1.    Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
2.    Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
3.    Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh saranadan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standart nasional pendidik anak.
4.    Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[10]
Dengan adanya Undang-undang sebagaimana tersebut diatas maka visi dari PTJJ adalah terwujudnya pranata sosial yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pendidikan pada semua jenis, jalur dan jenjang secara mandiri dengan menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang segaja dikembangkan maupun yang tersedia untuk dimanfaatkan, dengan program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan karakteristiknya. Visi tersebut merupakan pandangan normatif tentang hakikat dan makna pendidikan terbuka jarak jauh dalam sistem pendidikan nasional di masa depan.
Sedangkan misi PTJJ mencakup upaya yang akan ditempuh untuk mewujudkan visi pendidikan terbuka dan jarak jauh sebagai sistem pendidikan sepanjang hayat, berbasis kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas dan efisiensi. Misi tersebut menjadi dasar bagi pengambilan keputusan pada bidang pendidikan dalam menyediakan berbagai fasilitas PTJJ di Indonesia.
Misi yang menjadi tanggung jawab setiap lembaga PTJJ adalah: Pertama, menyediakan berbagai pola, modus dan cakupan program pendidikan terbuka dan atau jarak jauh untuk melayani kebutuhan masyarakat. Kedua, mengembangkan dan mendorong terjadinya inovasi berbagai proses belajar-pembelajaran dengan aneka sumber belajar. Ketiga, mengembangkan mekanisme manajemen dan pengendalian mutu pendidikan yang diselenggarakan pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi.Serta pada pendidikan jalur luar sekolah.

b)     Tujuan PTJJ
Tujuan pendidikan terbuka dan jarak jauh adalah untuk mewujudkan pendidikan nasional melalui penyelenggaraan pendidikan dengan dengan sistem pembelajaran terbuka dan jarak jauh pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dengan sistem pendidikan terbuka dan atau jarak jauh diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi dalam manajemen pendidikan yang disebabkan oleh berbagai faktor hambatan seperti kondisi, jarak, tempat dan waktu.[11]

E.     Tantangan Dan Peluang Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh
Di Indonesia, berbagai prasarana komunikasi telah berkembang dan siap untuk dimanfaatkan untuk penyelenggaraan PTJJ sehingga suatu pola kerjasama antara berbagai lembaga yang saling menunjang dan menguntungkan dapat dikembangkan lebih lanjut.  Kelemahan yang ada pada suatu lembaga dapat dilengkapi dengan kekuatan yang dimiliki lembaga lain. Peran pemerintah sangat penting untuk membangun iklim kerjasama yang kondusif. Inisiatif pemerintah diperlukan dalam bentuk kebijaksanaan, regulasi serta keterbukaan dalam pembentukan pola kerjasama yang dikehendaki.
1.      Urgensi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat dewasa ini;  media cetak yang berupa buku, modul, dll; media elektronik yang berupa radio, TV, video, komputer, internet, dan sebagainya telah menambah dimensi baru dalam media komunikasi di Indonesia.
Pendidik perlu melihat manfaat kemajuan media komunikasi bagi pembelajaran. Buku sampai sekarang masih memegang peranan  penting, namun ada yang meramalkan dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan dikomputerkan. Penggunaan media dalam pendidikan dimulai dengan memperkenalkan “audio visual aids” pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Alat-alat dipandang sebagai alat bantu pendidik dalam mengajar, sebagai tambahan yang dapat digunakan pendidik bila dikehendakinya.
Dengan adanya perkembangan zaman. Maka pemerintah mengambil tindakan terhadap kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi, khususnya PTJJ. Dengan terselenggaranya PTJJ, maka ada penunjang terhadap kita, antara lain:
1.      Upaya penyiapan SDM sebaiknya didukung oleh teknologi komunikasi dan informasi. Perkembangan Internet memungkinkan seseorang belajar dari jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka dan jarak jauh (distance learning) dapat diterapkan untuk membina SDM.
2.      Adanya Internet juga memungkinkan pengembangan Digital Library yang dibutuhkan agar siswa atau pelajar dapat mengakses informasi terbaru. Selain digital library, perpustakaan konvensional masih tetap dibutuhkan. Toko buku juga sangat dibutuhkan.
3.      Pendekatan Open Source (membuka source code software) dan Open Content (membuka cara mendistribusi tulisan atau karya lain yang bukan program komputer) juga perlu diperluas agar mempermudah penyebaran informasi dan pengetahuan.

Di lain sisi, pendirian sebuah badan jaringan kerjasama nasional. Badan PTJJ nasional yang memiliki wewenang khusus membantu pengelolaan dan penyediaan PTJJ serta mempermudah proses alih kredit antar lembaga di berbagai sektor pendidikan dan pelatihan. Badan ini bertugas pula menjalin jaringan kerjasama antara lembaga penyedia PTJJ secara nasional serta regional, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.
Penyelenggaraan program PTJJ yang terorganisasi dan terkoordinasi dengan baik, sehingga tidak terjadi duplikasi penawaran program yang sama oleh beberapa lembaga. Jaringan bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut secara nyata di tingkat regional. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah berupaya membangun jaringan kerja sama di bidang PTJJ melalui pendirian Pusat PTJJ (SEAMOLEC).
PTJJ berpeluang besar mampu menjawab tantangan tersebut dan mewujudkan terciptanya jaringan kerja sama antar universitas di kawasan ASEAN dalam kerangka yang saling menguntungkan. saling melengkapi, saling membantu serta efisien, sejalan dengan prinsip kebersamaan dan keeratan budaya bangsa-bangsa Asia Tenggara. Perkembangan terbaru penggunaan mode konsorsium. Pada tahun 2001 Universitas Terbuka Malaysia (OUM) diluncurkan oleh pemerintah Malaysia sebagai universitas swasta ketujuh, dimiliki oleh konsorsium dari 11 universitas negeri di Negara tersebut. OUM dimulai dengan sejumlah 700 orang mahasiswa pada tahun 2001, dan pada tahun 2007 telah melampaui 38.000 orang mahasiswa di 41 program akademik (OUM, 2007).[12]

2.      Klasifikasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Secara rinci ada banyak ragam macam pengklasifikasian PTJJ, dalam garis besar PTJJ dapat dikelompokkan menjadi tiga model, yaitu single mode, dual mode, dan konsorsium (Perry & Rumble, 1987; Holmberg, 1995; Curran, 1992).[13]   
a)      Model Single Mode.
Model ini dipelopori oleh kisah sukses The United Kingdom Open University (UKOU), yang mulai beroperasi pada tahun 1971. Model ini kemudian dianut banyak negara, termasuk negara berkembang dengan jumlah penduduk besar seperti Indonesia yang mendirikan Universitas Terbuka (UT) pada tahun 1984.
Model single mode memadukan pemanfaatan bahan cetak dan media siaran dalam pembelajaran jarak jauh. Model ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendekatan universitas konvensional dalam menerapkan PTJJ tidak memadai. Kebutuhan dan syarat yang dikehendaki siswa jarak jauh akan dapat dilayani secara lebih baik jikalau suatu lembaga dikembangkan hanya untuk menampung dan memberikan pelayanan kepada siswa jarak jauh saja (Rumble, 1986). Model single mode memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1.    Kurikulum dirancang berdasarkan sistem satuan kredit semester dan bahan ajar moduler.
2.    Pengembangan dan produksi bahan ajar dilakukan secara tersentralisasi.
3.    Bahan ajar dirancang sesuai dengan kebutuhan orang dewasa yang sudah bekerja dan belajar mandiri secara jarak jauh.
4.    Pertemuan tatap muka dipergunakan untuk membantu penguasaan bahan ajar.

Model ini memberikan pembelajaran, pengujian dan akreditasi merupakan fungsi terpadu. Lembaga melayani siswa jarak jauh saja sehingga staf akademik tidak mengalami konflik loyalitas terhadap siswa tatap muka dan jarak jauh. Iklim semacam ini menciptakan motivasi yang kuat di antara staf untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas metode PTJJ, bebas dari hambatan pembelajaran konvensional. Lembaga lebih leluasa dalam merancang program untuk kelompok target tertentu, dan melakukan eksplorasi terhadap potensi maksimum metode PTJJ. Ada lebih banyak keleluasaan bagi lembaga dalam memilih metode pembelajaran, media, kurikulum, struktur program, prosedur ujian dan kebijakan akreditasi (Kaye, 1981).[14]
Namun demikian tetap ada keterbatasan dalam keleluasaan yang dimiliki model single mode. Lembaga semacam ini masih mempunyai masalah kredibilitas dan akseptabilitas di kalangan masyarakat karena penyimpangannya dari sistem pendidikan tradisional. Misalnya, masyarakat masih cenderung memandang remeh lulusan universitas terbuka, dibandingkan lulusan universitas konvensional yang sudah mapan. Di Indonesia, mahasiswa Universitas Terbuka (UT) yang baru lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah mereka yang tidak diterima di perguruan tinggi negeri bergengsi atau tidak mampu menjangkau perguruan tinggi swasta yang mahal. Masyarakat umumnya cenderung mengira bahwa secara akademik mahasiswa UT adalah mahasiswa “kelas dua”.
Model single mode relatif mahal untuk dikembangkan dan menghendaki jumlah siswa besar agar secara ekonomis layak. Model ini memerlukan nilai investasi awal yang besar untuk prasarana dan pengembangan bahan ajar. Namun biaya ini dapat dirata-rata selama beberapa tahun sehingga biaya tiap siswa lebih murah dibandingkan pada universitas konvensional, asalkan jumlah siswa cukup besar. Pada dasarnya program PTJJ lebih murah daripada program pendidikan konvensional. Namun model single mode memiliki tantangan ekonomi dan manajemen pada lembaga dengan jumlah siswa kecil sehingga diperlukan sistem manajemen dan administrasi yang ketat.[15]

b)      Model Dual Mode
Dalam model ini ada dua kelompok siswa, yaitu mereka yang belajar secara tatap muka di kelas, dan mereka yang belajar secara jarak jauh tanpa atau dengan syarat tatap muka yang sangat minimum. Dua kelompok siswa ini secara teoritis mendapatkan pelayanan yang sebanding dari lembaga, sekalipun kenyataannya mahasiswa tatap muka memiliki lebih banyak kemudahan dalam hal akses ke berbagai sumber belajar di kampus. Bagi kalangan pendidikan di Indonesia, model dual mode masih belum banyak dikenal, dan masih perlu diamati dan diteliti lebih lanjut perkembangannya.
Secara historis, model dual mode dipergunakan untuk menangkal kecurigaan terhadap PTJJ sebagai pendidikan yang menurunkan standar pendidikan. Kesamaan penghargaan antara pembelajaran tatap muka dan jarak jauh dapat dicapai dengan menugaskan staf akademik yang sama mengajar dan menguji dua kelompok siswa yang berbeda. Keduanya mendapatkan gelar yang sama, sekalipun metode pembelajaran mereka berbeda.
Pada universitas dual mode, dua kelompok mahasiswa memiliki karakteristik yang sangat berbeda dalam banyak hal. Mahasiswa tatap muka umumnya lebih muda dan mengikuti pendidikan universitas langsung setelah menamatkan sekolah menengah. Mahasiswa jarak jauh umumnya lebih tua, lebih kaya dalam pengalaman hidup maupun pekerjaan, memiliki keluarga, serta komitmen lainnya. Banyak di antara mereka bahkan tidak menamatkan sekolah menengah atas dan mereka masuk universitas melalui skema “matang usia”, yang dimungkinkan terjadi di negara maju. Banyak orang beranggapan bahwa mahasiswa jarak jauh merupakan mahasiswa “kelas dua”, sebagaimana banyak orang beranggapan bahwa PTJJ adalah upaya menyediakan pendidikan “peluang kedua”.[16]

c)      Model Konsorsium
Tujuan pembentukan konsorsium pada umumnya adalah untuk mencapai efisiensi dan ekonomi skala. Beberapa lembaga pendidikan memandang perlu untuk membentuk konsorsium di tingkat regional, nasional, atau wilayah tertentu agar distribusi bahan ajar lebih efisien, dan tercapai konsistensi dalam pemberian kredit. Lembaga berskala kecil mendapati bahwa mengembangkan program PTJJ sangat mahal, dan bahkan lebih mahal lagi untuk memproduksi dan mendistribusikan program. Konsorsium juga dapat terbentuk jika ada kerjasama beberapa lembaga pendidikan, penerbit, dan siaran yang setuju untuk bergabung dan menawarkan program PTJJ. 
Konsorsium merupakan gagasan yang sangat bagus, sayangnya seringkali sulit diterapkan. Birokrasi lembaga dan ragam iklim organisasi sering menjadi hambatan kerjasama. Selain itu perbedaan filosofi pendidikan, hambatan teknis, serta tekanan keuangan menjadikan kerjasama sulit terwujud. Beberapa lembaga pendidikan seperti universitas dapat saja bekerja sama membentuk konsorsium sebagaimana dilakukan di Irlandia, Perancis dan Italia (Curran, 1992).[17]

3.      Peluang dan Tantangan dalam konteks Nasional dan Global
Baru-baru ini pada awal 2007 sebagai bagian dari upaya percepatan penyetaraan kualitas guru, pemerintah Indonesia telah memfasilitasi terbentuknya konsorsium PTJJ yang terdiri dari 10 perguruan tinggi (Kompas, 2007).  Kemudian baru-baru ini pemerintah Indonesia juga mendirikan konsorsium yang terdiri dari 23 institusi sebagai bagian dari upaya mempercepat penyetaraan kualifikasi guru-guru Sekolah Dasar dalam jabatan.  Dalam upaya ini tetap dapat dilihat bagaimana konsorsium bagi pelatihan guru dengan sistem jarak jauh tersebut akan beroperasi dan bagaimana mempertahankan penyediaan kualitas program pendidikan tinggi di Indonesia.[18]
Terlepas dari model apapun yang dianut, karakteristik dasar PTJJ tetap berlaku dan bermuara sama pada tercapainya tujuan masyarakat belajar. Masing-masing model memberikan kontribusi yang berarti bagi pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan. Skala dan efektivitas biaya dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan keputusan tentang model yang diterapkan. Tujuan PTJJ yang sama dapat dicapai dengan menerapkan model yang berbeda, dan tidak ada model yang paling benar dalam menyelenggarakan PTJJ. Model yang dipilih akan ditentukan oleh kebutuhan masyarakat pengguna jasa pendidikan, kebijakan pemerintah, kemampuan dan sumberdaya yang ada pada masyarakat dan masing-masing lembaga. Perkembangan mutakhir dalam bidang teknologi informasi memberikan tantangan bagi PTJJ, terlepas dari model apapun yang dianut. Teknologi dimanfaatkan karena alasan dan pertimbangan untuk meningkatkan akses, memperbaiki kualitas, mengurangi biaya, dan meningkatkan efektivitas pendidikan dan pelatihan (Bates, 1997).[19]
Tantangan bagi praktisi PTJJ dan pendidikan pada umumnya adalah kemampuan untuk cepat tanggap dan menyesuaikan diri, siap menerima, belajar dan bereksperimen dengan teknologi baru, serta mau meningkatkan keterampilan. Pada saat yang sama lembaga pendidikan dan pemerintah ditantang untuk memiliki komitmen menyediakan sumber daya yang diperlukan. Tanpa kemauan dan komitmen yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak. Upaya kita dalam memanfaatkan teknologi hanya akan berjalan di tempat saja, dan kita kehilangan momentum membantu menciptakan masyarakat belajar di Indonesia. Bukanlah hal yang sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi sehubungan dengan metode penyampaian materi jarak jauh di Indonesia. Prasarana dan sistem pendidikan tinggi yang sudah ada seperti model tatap muka/konvensional, tidak dapat mengakomodasi pertumbuhan populasi usia sekolah dan pendaftarannya.
Tantangan yang akan dihadapi oleh sistem pendidikan termasuk penerimaan mahasiswa terletak pada model pembelajaran, pengaturan staf, kebijakan yang efektif berikut pelaksanaannya, dan manajemen sistem itu sendiri. Pelaksanaan sistem PTJJ yang efisien menjadi hal penting untuk menghadapi tantangan tersebut. Hal ini didukung oleh Compora (2007) yang menyatakan bahwa ada model komponen sembilan-tahap (nine-step component model) yang telah dikembangkan untuk kebutuhan administrasi di sebagian besar program PTJJ yaitu, penilaian (Assessment), anggaran (Budget), koordinasi (Coordination), metode penyampaian (Delivery Method), evaluasi (Evaluation), keterlibatan fakultas dan pelatihan (Faculty Involvement and Training), membangkitkan misi (Generate a Mission Statement), sistem pengakuan hirarki (Hierarchical Approval System), dan pelaksanaan sistem bantuan (Implementation of Support Systems).[20]
Profil dan kebutuhan pembelajar di pendidikan tinggi telah berubah total. Sistem pendidikan tinggi saat ini memberlakukan sistem pembelajaran online, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan lebih melibatkan orang dewasa. Lembaga pendidikan tinggi, termasuk PTJJ semakin ditantang untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan akan peningkatan akuntabilitas akademik, lulusan yang lebih kompeten, pengadaan sumber luar, standardisasi isi, dan adaptasi terhadap permintaan konsumen, dalam hal ini pembelajar. Dalam rangka menghadapi kecenderungan tersebut dan menjadi lembaga yang lebih kompetitif, lembaga pendidikan tinggi telah memperluas penawaran pada pendidikan kejuruan dan program sertifikasi profesi seperti pada program PTJJ. Kerjasama antara lembaga pendidikan dan pihak terkait juga menjadi kecenderungan baru untuk meningkatkan pelayanan terhadap klien. Hal tersebut semakin meningkatkan minat kerjasama antara dunia bisnis-lembaga pendidikan tinggi yang tercermin dari banyaknya pendirian perusahaan yang melayani pendidikan tinggi dan sejenisnya.  Sebagai contoh, UT telah bekerja sama dengan bank, kantor pos, dan penyedia jasa internet dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap mahasiswa.



III.    PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Perkembangan teori-teori tentang bagaimana siswa belajar, dan berkembangnya bermacam-macam paket atau media belajar, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh. Banyak ditemukannya metode-metode belajar baru, yang telah mendorong para pendidik untuk mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan disain instruksional. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang mendapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem.
Kalu diterapkan pada kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya adalah proses untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan dan mencari altematif pemecahannya. Untuk memahami hal tersebut berbagai model pengembangan sistem instruksional telah dikembangkan dewasa ini, berikut akan diuraikan mengenai definisi, dasar-dasar dan model pengembangan sistem instruksional.
Sesuai dengan keterangan tersebut, maka yang dimaksud dengan model pengembangan sistem instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional. Adapun kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
1.      Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2.      Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3.      Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4.      Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5.      Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6.      Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7.      Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka
8.      Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu­
9.      Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10.  Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.[21]

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan Pembelajaran merupakan proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, waktu dan personel yang diperlukan. Sedang pengorganisasian merupakan pembagian tugas kepada personel yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, pengkoordinasian, pengarahan dan pemantauan. Evaluasi sebagai proses dilaksanakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang telah dicanangkan, faktor pendukung dan penghambatnya
Sedangkan keberhasilan pendidikan jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara Guru dan siswa, antara siswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara siswa dengan siswa lainnya, adanya pola pendidikan aktif dalam interaksi tersebut. Bila pendidikan bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa, interaksi antar grup, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian, perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia Internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pendidikan yang selama ini berlaku. Teknologi informasi & telekomunikasi dengan murah & mudah akan menghilangkan batasan-batasan ruang & waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan.



IV.    KESIMPULAN
Pada hakikatnya pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh megandung konsep dasar yang sama, yaitu pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat yang berorientasi pada kepentingan, kondisi dan karakteristik peserta didik (siswa) dan dengan menggunakan berbagai pola belajar dan aneka sumber belajar. Pendidikan terbuka merupakan istilah umum (generik), sedangkan pendidikan jarak jauh bersifat lebih spesifik. Semua pendekatan jarak jauh merupakan pendidikan terbuka, sedang tidak semua pendidikan terbuka berupa pendidikan jarak jauh. Alasan dinamakan Pendidikan Terbuka adalah:  Pertama, Merupakan sistem yang memberikan kesempatan lebih luas dari sistem sekolah konvensional. Kedua, merupakan sistem yang tidak secara ketat terikat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pendidikan yang bersifat konvensional. Sedangkan Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan yang terstruktur relatif ketat dan pola pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap muka atau keterpisahan antara pendidik dengan siswa.
Belajar jarak jauh sering kali diartikan sebagai pendidikan jarak jauh. Belajar jarak jauh lebih menekankan pada bagaimana seorang pelajar dapat belajar dengan baik tanpa terhalang oleh batasan ruang, jarak, dan waktu. Sedangkan pendidikan jarak jauh menekankan kepada bagaimana suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar dapat diterima oleh pelajar dengan baik tanpa terhalang oleh batasan jarak.
Adapun sistem pendidikan jarak jauh merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Pada sistem pendidikan pelatihan ini tenaga pengajar dan peserta didik tidak harus berada dalam lingkungan geografi yang sama.



V.       Daftar Pustaka
A. Kaye & G. Rumble, 1981.  Distance Education For Higher And Adult Education. London: Croom Helm.
A. Zuhairi & A. Suparman, 2004. Pendidikan Jarak Jauh: Teori dan Praktek. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
A.W. Bates, 1997. The Impact Of Technologi Change On Open And Distance Learning. Distance Education: An Administrative, 18 (1).
C. Curran, Institutional Models Of Distance Education A National Cooperative Programme, Higher Education Management, 4(1)
D.P. Compora, 2012. Current Trends In Distance Education: An Administrative Model.http://www.westga.edu/distance/ojdla/summer62/compora62.html.
Hujair AH Sanaky, 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba.
Mudhoffir. Teknologi Instruksional, (Bandung : CV. Remadja Karya, 1986).
Munir, 2008.  Kurikulum Berbasis Teknologi. Bandung: Alfabet.
OUM, 2012. Open University Malaysia (OUM) Profile, http://www.oum.edu.my/portal/index.
Nunan, David. Seccond Language Teaching & Learning. Massachusetts USA, Heinle & Heinle Publisherd An International Thomson Publishing Company Boston, 1999, hlm, 81-82.
Rusfida, 2006. Pengembangan pendidikan MIPA secara jarak jauh: Pengalaman jurusan Biologi FMIPA Universitas Terbuka. Yogyakarta.
Rusfidra. 2002. “Peranan pendidikan tinggi jarak jauh untuk mewujudkan knowledge based society”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 034. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Yusufhadi Miarso, 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Yusufhadi, 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.


[1] Rusfida, Pengembangan Pendidikan MIPA secara jarak jauh: Pengalaman jurusan Biologi FMIPA Universitas Terbuka. (Yogyakarta, 1 Agustus 2006), hlm. 22
[2] Rusfidra,. Peranan pendidikan tinggi jarak jauh untuk mewujudkan knowledge based society. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 034. (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, 2002), hlm. 54
[3] David Nunan, Seccond Language Teaching & Learning. (Massachusetts USA: Heinle & Heinle Publisherd An International Thomson Publishing Company Boston, 1999), hlm. 81-82
[4] Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan. hlm. 88
[5] Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 89
[6] Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 304
[7] Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi. (Bandung: Alfabet, 2008), hlm. 217
[8] Ibid., hlm. 216
[9] Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. hlm. 306
[10] Hujair AH Sanaky, Media Pembelajaran. (Yogyakarta: Kaukaba, 2011), hlm. 209
[11] Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan,  hlm. 316-317
[12] OUM, Open University Malaysia (OUM) Profile, diakses 29 Mei 2012 http://www.oum.edu.my/portal/index.  
[13] C. Curran, Institutional Models Of Distance Education A National Cooperative Programme, Higher Education Management, 4(1), hlm. 60
[14] A. Kaye & G. Rumble, Distance Education For Higher And Adult Education. (London: Croom Helm, 1981), hlm. 23
[15] Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan, hlm. 267
[16] A. Zuhairi & A. Suparman, Pendidikan Jarak Jauh: Teori dan Praktek. (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. 2004), hlm. 36
[17] C. Curran, Higher Education Management , hlm. 63
[18] Kompas, Pendidikan Jarak Jauh Untuk Guru Sekolah Dasar. 06 Januari 2007.
[19] A.W. Bates, The Impact Of Technologi Change On Open And Distance Learning. Distance Education: An Administrative, 18 (1), 1997, hlm. 98
[20] D.P. Compora, Current Trends In Distance Education: An Administrative Model. Diakses pada 29 Mei 2012. http://www.westga.edu/distance/ojdla/summer62/compora62.html.
[21] Mudhoffir. Teknologi Instruksional, (Bandung : CV. Remadja Karya, 1986), hlm: 42-43.