I. PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Semakin terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki SDM yang
berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM dalam
mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan oleh United
Nation Development Program (UNDP).
Semakin
meningkatnya keinginan masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi ternyata
tidak diikuti oleh tersedianya insfrastruktur pendidikan tinggi yang memadai.
Sebagai misal, Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2005 hanya dapat
menampung 84.443 orang peserta di 53 PTN dari 304.922 peserta SPMB pada tahun
tersebut. Sementara itu, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2006 yang
diumumkan beberapa waktu lalu, UN 2006 berhasil meluluskan 1.790.881 siswa
(Rusfidra, 2006b).[1]
Dalam
kondisi tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan
tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih murah
dan pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan tentang
universitas terbuka dan PTJJ, virtual university, e-learning, open learning, flexible
learning dan home schooling menjadi komponen penting dalam strategi nasional
dan global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar.
Berkembangnya
teknologi pada era zaman ini, teknologi selalu mempunyai peran yang sangat
tinggi dan ikut memberikan arah perkembangan dunia pendidikan, karena teknologi
merupakan solusi alternatif dalam menghadapi kendala tersebut. Dalam sejarah
perkembangan pendidikan, teknologi informasi adalah bagian dari media yang
digunakan untuk menyampaikan peran ilmu pada orang banyak, mulai dari teknologi
percetakan beberapa abad yang lalu, seperti buku yang dicetak hingga media
telekomunikasi, seperti suara yang direkam pada kaset, vidio, televisi, dan CD.
Perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan
teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak
jauh. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana
saja, multiuser, serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan unternet
suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh
selanjutnya.
Ditinjau
dari metode penyampaian materi ajar dalam proses pembelajaran di perguruan
tinggi, dikenal dua model pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka
(konvensional) dan PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen
dan mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara
dosen dan mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon, faksimili
atau e-mail.[2]
Akses internet
juga membawa dunia ke dalam kelas. Siswa dapat mengakses dan bahkan
men-download berbagai informasi informatif, pendidikan, dan menghibur. Selain meningkatkan
kesadaran antar budaya dan kepekaan, ini juga memberikan mereka kesempatan
untuk komunikasi asli di luar classromm tersebut. Peserta saya, begitu mereka
menemukan dan mulai memanfaatkan potensi internet dan world wide web,
menemukannya baik membebaskan dan memberdayakan. Ini siswa yang juga
menyerahkan tugas mereka dan jurnal kelas dengan saya di e-mail. Dalam hal tugas,
saya dapat menanamkan komentar pada pekerjaan mereka, dan mengembalikan tugas
kepada mereka, tanpa coretan tinta merah, dan memakan waktu.[3] Penjelasan tadi, menjelaskan bahwa
pendidikan terbuka dan jarak jauh meruapakan salah satu jalan alternatif bagi
peserta didik .
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Historis
Secara historis, sistem pendidikan jarak jauh (SPJJ)
telah digunakan dan dikembangkan sejak tahun 1800an, dan mulai digunakan pada
jenjang pendidikan tinggi sekitar tahun 1850an. Universitas di dunia yang
pertama kali menerapkan SPJJ adalah University of Chicago. Kini, SPJJ telah
diakui sebagai ’disiplin ilmiah’ dengan landasan filosofi, teori, dan praktik
yang sudah mapan (Holmberg, 1986; Keegan, 1990).
Di Indonesia, SPJJ mulai dikembangkan untuk jenjang
pendidikan tinggi pada tahun 1984 dengan didirikannya Universitas Terbuka (UT).
Hingga akhir tahun 1990an, UT merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri di
Indonesia yang menerapkan sistem PJJ. Sejalan dengan meningkatkan kebutuhan
akan SPJJ di Indonesia, sistem ini kemudian diperluas penggunaannya pada
lembaga-lembaga pendidikan tatap muka, sesuai dengan Kepmendiknas No.
107/U/2001 tentang penyelenggaraan program pendidikan tinggi jarak jauh. Pada
lembaga-lembaga pendidikan tersebut, implementasi sistem PJJ dikembangkan
melalui sistem ”dual mode”, yaitu perpaduan antara sistem pendidikan tatap muka
dan jarak jauh. Pengakuan SPJJ secara yuridis-formal sebagai subsistem
pendidikan nasional ditegaskan di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
B. Pengertian Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh (PTJJ)
Pada hakikatnya pendidikan terbuka dan pendidikan
jarak jauh megandung konsep dasar yang sama, yaitu pendidikan yang berlangsung
sepanjang hayat yang berorientasi pada kepentingan, kondisi dan karakteristik
peserta didik (siswa) dan dengan menggunakan berbagai pola belajar dan aneka
sumber belajar. Pendidikan terbuka merupakan istilah umum (generik),
sedangkan pendidikan jarak jauh bersifat lebih spesifik. Semua pendekatan jarak
jauh merupakan pendidikan terbuka, sedang tidak semua pendidikan terbuka berupa
pendidikan jarak jauh.
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh seringkali diberi
batasan bukan dengan cara menjelaskan apa itu, tapi menjelaskan apa yang
dilakukan oleh sistem pendidikan itu. PTJJ adalah suatu usaha yang bertujuan
memperluas kesempatan memperoleh pendidikan di luar kelas atau kampus. Sistem
pendidikan ini memberi kemungkinan bagi para siswa untuk belajar tanpa harus
meninggalkan tempat tinggal dan tugas pekerjaannya. Sistem ini memberi
kesempatan belajar bagi siswa tanpa terikat pada umur, keadaan kesehatan,
keadaan sosial ekonomi, jam kerja, maupun jarak tempat tinggal dari pusat
penyelenggaraan pembelajaran.[4]
a) Pengertian Pendidikan Terbuka
Sebenarnya yang dinamakan Pendidikan
Terbuka karena:
1. Sistemnya
memberikan kesempatan lebih luas dari sistem sekolah konvensional. Setiap siswa
bisa mendapatkan materi pelajaran walau tidak bisa datang ke sekolah karena
alasan waktu, jarak tempat tinggal, umur, pekerjaan dan sebagainya.
2. Sistemnya
tidak secara ketat terikat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku pada
pendidikan yang bersifat konvensional. Sistem ini tidak mewajibkan siswa untuk
hadir di kelas formal dan tidak ada proses pembelajaran yang kaku. Jadwal dan
tempat belajar dapat diatur oleh siswa sendiri atau siswa dengan pembimbing.
Pertemuan antara siswa dan pembimbing dapat dilakukan secara berkala.,
sedangkan kegiatan belajar sehari-hari dapat dilakukan siswa kapan saja dan
dimana saja.[5]
b)
Pengertian
Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan yang terstruktur relatif ketat dan pola pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap
muka atau keterpisahan antara pendidik dengan siswa.[6]
Belajar jarak jauh merupakan suatu sistem pembelajaran yang menitik beratkan pada proses belajar mandiri secara aktif
berdasarkan paket belajar (modul) dengan bimbingan tutorial yang diselenggarakan dari jarak jauh dan satuan waktu
tertentu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis,
sifat dan jenjang pendidikan yang telah ditetapkan.[7]
Bentuk
pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan modul yang tercetak yang digunakan
untuk korespondensi dan pembelajaran berbasis (TIK), seperti: Televisi, radio
dan komputer serta internetnya. Segmen populasi pelajar lebih menyukai pembelajaran
yang menggunakan media instruksional yang berbeda. Misalnya: hubungan dengan
print, CD, video, atau komponen audio, perlengkapan telecourse, atau internet.
Dengan demikian pembimbing atau pengajar harus mengetahui media terbaik yang
dapat digunakan oleh siswa saat mempelajari suatu materi pelajaran dan tingkat
kemampuan teknologi yang dapat diakses.[8]
C. Prinsip Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Pendidikan terbuka dan jarak jauh diselenggarakan
berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian,
kesesuaian, mobilitas dan efisiensi.
1)
Prinsip
kemandirian. Dalam sistem PTJJ prinsip ini diwujudkan
dengan adanya kurikulum atau program pendidikan yan memungkinkan untuk dapat
dipelajari secara mandiri (Independent learning), belajar perorangan
ataupun dalam kelompok sebaya, dengan sesedikit mungkin bantuan dari guru atau
tenaga kependidikan lain.
2)
Prinsip
keluwesan. Prinsip ini diwujudkan dengan dimungkinkannya
peserta didik (siswa) untuk memulai, mengakses sumber belajar, mengatur jadwal kegiatan
belajar, mengikuti ujian atau penilaian kemajuan belajar, da mengakhiri
pendidikannya diluar ketentuan batasan waktu dan tahun ajaran. Prinsip
keterkinian, diwujudkan dengan tersedianya program pembelajaran dan sumber
belajar pada saat diperlukan.
3)
Prinsip
kesesuaian. Prinsip ini diwujudkan dengan adanya
program belajar yang terkait langsung dengan kebutuhan pribadi maupun tuntutan
lapangan kerja atau kemajuan masyarakat. Kesesuaian ini berarti pula sesuai
dengan keinginan, minat, kemampuaan, pengalaman siswa yang telah ada
sebelumnya. Prinsip mobilitas diwujudkan dengan adanya kesempatan untuk
berpindah lokasi, jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang setara atau
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan
kompetensi yang diperlukan. Prinsip efisien diwujudkan dengan pendayagunaan
berbagai macam sumber daya dan teknologi yang dimaksudkan meliputi sumber daya
manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.[9]
D. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Terbuka Dan Jarak
Jauh (PTJJ)
a)
Visi
dan Misi
Dengan
lahirnya Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, pasal
31, yang isinya adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan.
2. Pendidikan
jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat
yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
3. Pendidikan
jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang
didukung oleh saranadan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan standart nasional pendidik anak.
4. Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[10]
Dengan
adanya Undang-undang sebagaimana tersebut diatas maka visi dari PTJJ adalah
terwujudnya pranata sosial yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pendidikan
pada semua jenis, jalur dan jenjang secara mandiri dengan menggunakan berbagai
sumber belajar, baik yang segaja dikembangkan maupun yang tersedia untuk
dimanfaatkan, dengan program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan
dan karakteristiknya. Visi tersebut merupakan pandangan normatif tentang
hakikat dan makna pendidikan terbuka jarak jauh dalam sistem pendidikan
nasional di masa depan.
Sedangkan
misi PTJJ mencakup upaya yang akan ditempuh untuk mewujudkan visi pendidikan
terbuka dan jarak jauh sebagai sistem pendidikan sepanjang hayat, berbasis
kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas dan
efisiensi. Misi tersebut menjadi dasar bagi pengambilan keputusan pada bidang
pendidikan dalam menyediakan berbagai fasilitas PTJJ di Indonesia.
Misi
yang menjadi tanggung jawab setiap lembaga PTJJ adalah: Pertama, menyediakan
berbagai pola, modus dan cakupan program pendidikan terbuka dan atau jarak jauh
untuk melayani kebutuhan masyarakat. Kedua, mengembangkan dan mendorong
terjadinya inovasi berbagai proses belajar-pembelajaran dengan aneka sumber
belajar. Ketiga, mengembangkan mekanisme manajemen dan pengendalian mutu
pendidikan yang diselenggarakan pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan
tinggi.Serta pada pendidikan jalur luar sekolah.
b)
Tujuan
PTJJ
Tujuan
pendidikan terbuka dan jarak jauh adalah untuk mewujudkan pendidikan nasional
melalui penyelenggaraan pendidikan dengan dengan sistem pembelajaran terbuka
dan jarak jauh pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dengan sistem
pendidikan terbuka dan atau jarak jauh diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan
pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi dalam
manajemen pendidikan yang disebabkan oleh berbagai faktor hambatan seperti
kondisi, jarak, tempat dan waktu.[11]
E. Tantangan Dan Peluang Pendidikan Terbuka Dan Jarak
Jauh
Di Indonesia, berbagai prasarana komunikasi telah
berkembang dan siap untuk dimanfaatkan untuk penyelenggaraan PTJJ sehingga
suatu pola kerjasama antara berbagai lembaga yang saling menunjang dan
menguntungkan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Kelemahan yang ada pada suatu lembaga dapat dilengkapi dengan kekuatan
yang dimiliki lembaga lain. Peran pemerintah sangat penting untuk membangun iklim
kerjasama yang kondusif. Inisiatif pemerintah diperlukan dalam bentuk
kebijaksanaan, regulasi serta keterbukaan dalam pembentukan pola kerjasama yang
dikehendaki.
1.
Urgensi
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Perkembangan media komunikasi
mengalami kemajuan yang sangat pesat dewasa ini; media cetak yang berupa
buku, modul, dll; media elektronik yang berupa radio, TV, video, komputer,
internet, dan sebagainya telah menambah dimensi baru dalam media komunikasi di
Indonesia.
Pendidik perlu melihat manfaat
kemajuan media komunikasi bagi pembelajaran. Buku sampai sekarang masih
memegang peranan penting, namun ada yang meramalkan dalam waktu dekat
semua aspek kurikulum akan dikomputerkan. Penggunaan media dalam pendidikan
dimulai dengan memperkenalkan “audio visual aids” pada tahun 1920-an di
Amerika Serikat. Alat-alat dipandang sebagai alat bantu pendidik dalam
mengajar, sebagai tambahan yang dapat digunakan pendidik bila dikehendakinya.
Dengan
adanya perkembangan zaman. Maka pemerintah mengambil tindakan terhadap
kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi, khususnya PTJJ. Dengan
terselenggaranya PTJJ, maka ada penunjang terhadap kita, antara lain:
1. Upaya penyiapan SDM sebaiknya didukung oleh teknologi
komunikasi dan informasi. Perkembangan Internet memungkinkan seseorang belajar
dari jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka dan jarak jauh (distance learning)
dapat diterapkan untuk membina SDM.
2. Adanya Internet juga memungkinkan pengembangan Digital
Library yang dibutuhkan agar siswa atau pelajar dapat mengakses informasi
terbaru. Selain digital library, perpustakaan konvensional masih tetap
dibutuhkan. Toko buku juga sangat dibutuhkan.
3. Pendekatan Open Source (membuka source code software) dan
Open Content (membuka cara mendistribusi tulisan atau karya lain yang bukan
program komputer) juga perlu diperluas agar mempermudah penyebaran informasi
dan pengetahuan.
Di
lain sisi, pendirian sebuah badan jaringan kerjasama nasional. Badan PTJJ
nasional yang memiliki wewenang khusus membantu pengelolaan dan penyediaan PTJJ
serta mempermudah proses alih kredit antar lembaga di berbagai sektor
pendidikan dan pelatihan. Badan ini bertugas pula menjalin jaringan kerjasama
antara lembaga penyedia PTJJ secara nasional serta regional, sehingga sumber
daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.
Penyelenggaraan
program PTJJ yang terorganisasi dan terkoordinasi dengan baik, sehingga tidak
terjadi duplikasi penawaran program yang sama oleh beberapa lembaga. Jaringan
bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut secara nyata di tingkat regional.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah berupaya membangun
jaringan kerja sama di bidang PTJJ melalui pendirian Pusat PTJJ (SEAMOLEC).
PTJJ
berpeluang besar mampu menjawab tantangan tersebut dan mewujudkan terciptanya
jaringan kerja sama antar universitas di kawasan ASEAN dalam kerangka yang
saling menguntungkan. saling melengkapi, saling membantu serta efisien, sejalan
dengan prinsip kebersamaan dan keeratan budaya bangsa-bangsa Asia Tenggara. Perkembangan
terbaru penggunaan mode konsorsium. Pada tahun 2001 Universitas Terbuka
Malaysia (OUM) diluncurkan oleh pemerintah Malaysia sebagai universitas swasta
ketujuh, dimiliki oleh konsorsium dari 11 universitas negeri di Negara
tersebut. OUM dimulai dengan sejumlah 700 orang mahasiswa pada tahun 2001, dan
pada tahun 2007 telah melampaui 38.000 orang mahasiswa di 41 program akademik
(OUM, 2007).[12]
2.
Klasifikasi
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Secara
rinci ada banyak ragam macam pengklasifikasian PTJJ, dalam garis besar PTJJ
dapat dikelompokkan menjadi tiga model, yaitu single mode, dual mode, dan
konsorsium (Perry & Rumble, 1987; Holmberg, 1995; Curran, 1992).[13]
a) Model Single Mode.
Model
ini dipelopori oleh kisah sukses The United Kingdom Open University
(UKOU), yang mulai beroperasi pada tahun 1971. Model ini kemudian dianut banyak
negara, termasuk negara berkembang dengan jumlah penduduk besar seperti
Indonesia yang mendirikan Universitas Terbuka (UT) pada tahun 1984.
Model
single mode memadukan pemanfaatan bahan cetak dan media siaran dalam
pembelajaran jarak jauh. Model ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa
pendekatan universitas konvensional dalam menerapkan PTJJ tidak memadai.
Kebutuhan dan syarat yang dikehendaki siswa jarak jauh akan dapat dilayani
secara lebih baik jikalau suatu lembaga dikembangkan hanya untuk menampung dan
memberikan pelayanan kepada siswa jarak jauh saja (Rumble, 1986). Model
single mode memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1. Kurikulum
dirancang berdasarkan sistem satuan kredit semester dan bahan ajar moduler.
2. Pengembangan
dan produksi bahan ajar dilakukan secara tersentralisasi.
3. Bahan
ajar dirancang sesuai dengan kebutuhan orang dewasa yang sudah bekerja dan belajar
mandiri secara jarak jauh.
4. Pertemuan
tatap muka dipergunakan untuk membantu penguasaan bahan ajar.
Model
ini memberikan pembelajaran, pengujian dan akreditasi merupakan fungsi terpadu.
Lembaga melayani siswa jarak jauh saja sehingga staf akademik tidak mengalami
konflik loyalitas terhadap siswa tatap muka dan jarak jauh. Iklim semacam ini
menciptakan motivasi yang kuat di antara staf untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas metode PTJJ, bebas dari hambatan pembelajaran
konvensional. Lembaga lebih leluasa dalam merancang program untuk kelompok
target tertentu, dan melakukan eksplorasi terhadap potensi maksimum metode PTJJ.
Ada lebih banyak keleluasaan bagi lembaga dalam memilih metode pembelajaran,
media, kurikulum, struktur program, prosedur ujian dan kebijakan akreditasi
(Kaye, 1981).[14]
Namun
demikian tetap ada keterbatasan dalam keleluasaan yang dimiliki model single
mode. Lembaga semacam ini masih mempunyai masalah kredibilitas dan
akseptabilitas di kalangan masyarakat karena penyimpangannya dari sistem
pendidikan tradisional. Misalnya, masyarakat masih cenderung memandang remeh
lulusan universitas terbuka, dibandingkan lulusan universitas konvensional yang
sudah mapan. Di Indonesia, mahasiswa Universitas Terbuka (UT) yang baru lulus
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah mereka yang tidak diterima di
perguruan tinggi negeri bergengsi atau tidak mampu menjangkau perguruan tinggi
swasta yang mahal. Masyarakat umumnya cenderung mengira bahwa secara akademik
mahasiswa UT adalah mahasiswa “kelas dua”.
Model
single mode relatif mahal untuk dikembangkan dan menghendaki jumlah siswa besar
agar secara ekonomis layak. Model ini memerlukan nilai investasi awal yang
besar untuk prasarana dan pengembangan bahan ajar. Namun biaya ini dapat
dirata-rata selama beberapa tahun sehingga biaya tiap siswa lebih murah
dibandingkan pada universitas konvensional, asalkan jumlah siswa cukup besar. Pada
dasarnya program PTJJ lebih murah daripada program pendidikan konvensional. Namun
model single mode memiliki tantangan ekonomi dan manajemen pada lembaga dengan
jumlah siswa kecil sehingga diperlukan sistem manajemen dan administrasi yang
ketat.[15]
b) Model Dual Mode
Dalam
model ini ada dua kelompok siswa, yaitu mereka yang belajar secara tatap muka
di kelas, dan mereka yang belajar secara jarak jauh tanpa atau dengan syarat
tatap muka yang sangat minimum. Dua kelompok siswa ini secara teoritis
mendapatkan pelayanan yang sebanding dari lembaga, sekalipun kenyataannya
mahasiswa tatap muka memiliki lebih banyak kemudahan dalam hal akses ke
berbagai sumber belajar di kampus. Bagi kalangan pendidikan di Indonesia, model
dual mode masih belum banyak dikenal, dan masih perlu diamati dan diteliti
lebih lanjut perkembangannya.
Secara
historis, model dual mode dipergunakan untuk menangkal kecurigaan terhadap PTJJ
sebagai pendidikan yang menurunkan standar pendidikan. Kesamaan penghargaan
antara pembelajaran tatap muka dan jarak jauh dapat dicapai dengan menugaskan
staf akademik yang sama mengajar dan menguji dua kelompok siswa yang berbeda. Keduanya
mendapatkan gelar yang sama, sekalipun metode pembelajaran mereka berbeda.
Pada
universitas dual mode, dua kelompok mahasiswa memiliki karakteristik yang
sangat berbeda dalam banyak hal. Mahasiswa tatap muka umumnya lebih muda dan
mengikuti pendidikan universitas langsung setelah menamatkan sekolah menengah. Mahasiswa
jarak jauh umumnya lebih tua, lebih kaya dalam pengalaman hidup maupun
pekerjaan, memiliki keluarga, serta komitmen lainnya. Banyak di antara mereka
bahkan tidak menamatkan sekolah menengah atas dan mereka masuk universitas
melalui skema “matang usia”, yang dimungkinkan terjadi di negara maju. Banyak
orang beranggapan bahwa mahasiswa jarak jauh merupakan mahasiswa “kelas dua”,
sebagaimana banyak orang beranggapan bahwa PTJJ adalah upaya menyediakan
pendidikan “peluang kedua”.[16]
c) Model Konsorsium
Tujuan
pembentukan konsorsium pada umumnya adalah untuk mencapai efisiensi dan ekonomi
skala. Beberapa lembaga pendidikan memandang perlu untuk membentuk konsorsium
di tingkat regional, nasional, atau wilayah tertentu agar distribusi bahan ajar
lebih efisien, dan tercapai konsistensi dalam pemberian kredit. Lembaga
berskala kecil mendapati bahwa mengembangkan program PTJJ sangat mahal, dan
bahkan lebih mahal lagi untuk memproduksi dan mendistribusikan program. Konsorsium
juga dapat terbentuk jika ada kerjasama beberapa lembaga pendidikan, penerbit,
dan siaran yang setuju untuk bergabung dan menawarkan program PTJJ.
Konsorsium
merupakan gagasan yang sangat bagus, sayangnya seringkali sulit diterapkan. Birokrasi
lembaga dan ragam iklim organisasi sering menjadi hambatan kerjasama. Selain
itu perbedaan filosofi pendidikan, hambatan teknis, serta tekanan keuangan
menjadikan kerjasama sulit terwujud. Beberapa lembaga pendidikan seperti
universitas dapat saja bekerja sama membentuk konsorsium sebagaimana dilakukan
di Irlandia, Perancis dan Italia (Curran, 1992).[17]
3.
Peluang
dan Tantangan dalam konteks Nasional dan Global
Baru-baru
ini pada awal 2007 sebagai bagian dari upaya percepatan penyetaraan kualitas
guru, pemerintah Indonesia telah memfasilitasi terbentuknya konsorsium PTJJ
yang terdiri dari 10 perguruan tinggi (Kompas, 2007). Kemudian baru-baru ini pemerintah Indonesia juga
mendirikan konsorsium yang terdiri dari 23 institusi sebagai bagian dari upaya
mempercepat penyetaraan kualifikasi guru-guru Sekolah Dasar dalam jabatan. Dalam upaya ini tetap dapat dilihat bagaimana
konsorsium bagi pelatihan guru dengan sistem jarak jauh tersebut akan
beroperasi dan bagaimana mempertahankan penyediaan kualitas program pendidikan
tinggi di Indonesia.[18]
Terlepas
dari model apapun yang dianut, karakteristik dasar PTJJ tetap berlaku dan
bermuara sama pada tercapainya tujuan masyarakat belajar. Masing-masing model
memberikan kontribusi yang berarti bagi pemerataan dan perluasan kesempatan
pendidikan. Skala dan efektivitas biaya dapat menjadi salah satu faktor yang
menentukan keputusan tentang model yang diterapkan. Tujuan PTJJ yang sama dapat
dicapai dengan menerapkan model yang berbeda, dan tidak ada model yang paling
benar dalam menyelenggarakan PTJJ. Model yang dipilih akan ditentukan oleh
kebutuhan masyarakat pengguna jasa pendidikan, kebijakan pemerintah, kemampuan
dan sumberdaya yang ada pada masyarakat dan masing-masing lembaga. Perkembangan
mutakhir dalam bidang teknologi informasi memberikan tantangan bagi PTJJ,
terlepas dari model apapun yang dianut. Teknologi dimanfaatkan karena alasan
dan pertimbangan untuk meningkatkan akses, memperbaiki kualitas, mengurangi
biaya, dan meningkatkan efektivitas pendidikan dan pelatihan (Bates, 1997).[19]
Tantangan
bagi praktisi PTJJ dan pendidikan pada umumnya adalah kemampuan untuk cepat
tanggap dan menyesuaikan diri, siap menerima, belajar dan bereksperimen dengan
teknologi baru, serta mau meningkatkan keterampilan. Pada saat yang sama
lembaga pendidikan dan pemerintah ditantang untuk memiliki komitmen menyediakan
sumber daya yang diperlukan. Tanpa kemauan dan komitmen yang sungguh-sungguh
dari berbagai pihak. Upaya kita dalam memanfaatkan teknologi hanya akan
berjalan di tempat saja, dan kita kehilangan momentum membantu menciptakan masyarakat
belajar di Indonesia. Bukanlah hal yang sulit untuk memprediksi apa yang akan
terjadi sehubungan dengan metode penyampaian materi jarak jauh di Indonesia. Prasarana
dan sistem pendidikan tinggi yang sudah ada seperti model tatap
muka/konvensional, tidak dapat mengakomodasi pertumbuhan populasi usia sekolah
dan pendaftarannya.
Tantangan
yang akan dihadapi oleh sistem pendidikan termasuk penerimaan mahasiswa
terletak pada model pembelajaran, pengaturan staf, kebijakan yang efektif
berikut pelaksanaannya, dan manajemen sistem itu sendiri. Pelaksanaan sistem PTJJ
yang efisien menjadi hal penting untuk menghadapi tantangan tersebut. Hal ini
didukung oleh Compora (2007) yang menyatakan bahwa ada model komponen
sembilan-tahap (nine-step component model) yang telah dikembangkan untuk
kebutuhan administrasi di sebagian besar program PTJJ yaitu, penilaian (Assessment),
anggaran (Budget), koordinasi (Coordination), metode penyampaian
(Delivery Method), evaluasi (Evaluation), keterlibatan fakultas
dan pelatihan (Faculty Involvement and Training), membangkitkan misi (Generate
a Mission Statement), sistem pengakuan hirarki (Hierarchical Approval
System), dan pelaksanaan sistem bantuan (Implementation of Support
Systems).[20]
Profil
dan kebutuhan pembelajar di pendidikan tinggi telah berubah total. Sistem
pendidikan tinggi saat ini memberlakukan sistem pembelajaran online,
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan lebih melibatkan orang
dewasa. Lembaga pendidikan tinggi, termasuk PTJJ semakin ditantang untuk
memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan akan peningkatan akuntabilitas
akademik, lulusan yang lebih kompeten, pengadaan sumber luar, standardisasi
isi, dan adaptasi terhadap permintaan konsumen, dalam hal ini pembelajar. Dalam
rangka menghadapi kecenderungan tersebut dan menjadi lembaga yang lebih
kompetitif, lembaga pendidikan tinggi telah memperluas penawaran pada
pendidikan kejuruan dan program sertifikasi profesi seperti pada program PTJJ. Kerjasama
antara lembaga pendidikan dan pihak terkait juga menjadi kecenderungan baru
untuk meningkatkan pelayanan terhadap klien. Hal tersebut semakin meningkatkan
minat kerjasama antara dunia bisnis-lembaga pendidikan tinggi yang tercermin
dari banyaknya pendirian perusahaan yang melayani pendidikan tinggi dan
sejenisnya. Sebagai contoh, UT telah
bekerja sama dengan bank, kantor pos, dan penyedia jasa internet dalam rangka
meningkatkan pelayanan terhadap mahasiswa.
III.
PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
Perkembangan
teori-teori tentang bagaimana siswa belajar, dan berkembangnya bermacam-macam
paket atau media belajar, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh.
Banyak ditemukannya metode-metode belajar baru, yang telah mendorong para
pendidik untuk mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan disain
instruksional. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang
mendapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem.
Kalu
diterapkan pada kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya
adalah proses untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan
dan mencari altematif pemecahannya. Untuk memahami hal tersebut berbagai model
pengembangan sistem instruksional telah dikembangkan dewasa ini, berikut akan
diuraikan mengenai definisi, dasar-dasar dan model pengembangan sistem
instruksional.
Sesuai
dengan keterangan tersebut, maka yang dimaksud dengan model pengembangan sistem
instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan
pengembangan sistem instruksional. Adapun kegiatan pokok bagi para pengembang
sistem dan disain instruksional meliputi:
1.
Menentukan hasil belajar dalam arti
prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2.
Identifikasi karakteristik siswa
yang akan belajar.
3.
Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih
dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4.
Menentukan media untuk kegiatan
tersebut.
5.
Menentukan situasi dan kondisi,
dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh
dari tingkah laku yang diharapkan.
6.
Menentukan kriteria, seberapa
prestasi siswa telah dianggap cukup.
7.
Memilih metode yang tepat untuk
menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut
pada angka
8.
Menentukan metode untuk memonitor
responsi siswa- sewaktu
9.
Berada dalam proses pengajaran dan
sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan
perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata
responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.[21]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa Pengelolaan
Pembelajaran merupakan proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan
perencanaan, pengorganisasian dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan
menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, waktu dan personel yang
diperlukan. Sedang pengorganisasian merupakan pembagian tugas kepada personel
yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, pengkoordinasian,
pengarahan dan pemantauan. Evaluasi sebagai proses dilaksanakan untuk
mengetahui ketercapaian tujuan yang telah dicanangkan, faktor pendukung dan
penghambatnya
Sedangkan keberhasilan pendidikan
jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara Guru dan siswa,
antara siswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara siswa dengan siswa
lainnya, adanya pola pendidikan aktif dalam interaksi tersebut. Bila pendidikan
bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa, interaksi
antar grup, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian,
perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia
Internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pendidikan yang selama ini
berlaku. Teknologi informasi & telekomunikasi dengan murah & mudah akan
menghilangkan batasan-batasan ruang & waktu yang selama ini membatasi dunia
pendidikan.
IV.
KESIMPULAN
Pada
hakikatnya pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh megandung konsep dasar
yang sama, yaitu pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat yang berorientasi
pada kepentingan, kondisi dan karakteristik peserta didik (siswa) dan dengan menggunakan berbagai pola
belajar dan aneka sumber belajar. Pendidikan terbuka merupakan istilah
umum (generik), sedangkan pendidikan jarak jauh bersifat lebih spesifik.
Semua pendekatan jarak jauh merupakan pendidikan terbuka, sedang tidak semua
pendidikan terbuka berupa pendidikan jarak jauh. Alasan dinamakan Pendidikan
Terbuka adalah: Pertama,
Merupakan
sistem yang memberikan kesempatan lebih luas dari sistem sekolah konvensional.
Kedua, merupakan sistem yang tidak secara ketat terikat pada ketentuan-ketentuan
yang berlaku pada pendidikan yang bersifat konvensional. Sedangkan
Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan yang terstruktur relatif ketat dan pola
pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap muka atau keterpisahan antara
pendidik dengan siswa.
Belajar
jarak jauh sering kali diartikan sebagai pendidikan jarak jauh. Belajar jarak
jauh lebih menekankan pada bagaimana seorang pelajar dapat belajar dengan baik
tanpa terhalang oleh batasan ruang, jarak, dan waktu. Sedangkan pendidikan
jarak jauh menekankan kepada bagaimana suatu proses pembelajaran yang dilakukan
oleh pengajar dapat diterima oleh pelajar dengan baik tanpa terhalang oleh
batasan jarak.
Adapun sistem pendidikan jarak jauh
merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan.
Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat
keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Pada sistem pendidikan pelatihan
ini tenaga pengajar dan peserta didik tidak harus berada dalam lingkungan
geografi yang sama.
V.
Daftar
Pustaka
A. Kaye & G. Rumble, 1981. Distance Education For Higher And Adult
Education. London: Croom Helm.
A. Zuhairi & A. Suparman, 2004. Pendidikan
Jarak Jauh: Teori dan Praktek. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
A.W. Bates, 1997. The Impact Of Technologi Change
On Open And Distance Learning. Distance Education: An Administrative, 18
(1).
C. Curran, Institutional Models Of Distance
Education A National Cooperative Programme, Higher Education Management,
4(1)
D.P. Compora, 2012. Current Trends In Distance
Education: An Administrative Model.http://www.westga.edu/distance/ojdla/summer62/compora62.html.
Hujair AH Sanaky, 2011. Media Pembelajaran.
Yogyakarta: Kaukaba.
Mudhoffir. Teknologi
Instruksional, (Bandung :
CV. Remadja Karya, 1986).
Munir, 2008.
Kurikulum Berbasis Teknologi. Bandung: Alfabet.
OUM, 2012. Open University Malaysia (OUM)
Profile, http://www.oum.edu.my/portal/index.
Nunan, David. Seccond Language Teaching &
Learning. Massachusetts USA, Heinle & Heinle Publisherd An
International Thomson Publishing Company Boston, 1999, hlm, 81-82.
Rusfida, 2006. Pengembangan pendidikan MIPA secara
jarak jauh: Pengalaman jurusan Biologi FMIPA Universitas Terbuka. Yogyakarta.
Rusfidra. 2002. “Peranan pendidikan tinggi jarak
jauh untuk mewujudkan knowledge based society”, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan No. 034. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Yusufhadi Miarso, 1986. Teknologi Komunikasi
Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Yusufhadi, 2011. Menyemai Benih Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
[1] Rusfida, Pengembangan Pendidikan MIPA secara jarak jauh: Pengalaman jurusan
Biologi FMIPA Universitas Terbuka. (Yogyakarta,
1 Agustus 2006), hlm. 22
[2] Rusfidra,. Peranan pendidikan tinggi jarak jauh untuk mewujudkan knowledge based society.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 034. (Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Depdiknas, 2002), hlm. 54
[3] David Nunan, Seccond
Language Teaching & Learning. (Massachusetts USA: Heinle & Heinle
Publisherd An International Thomson Publishing Company Boston, 1999), hlm. 81-82
[12] OUM, Open University Malaysia
(OUM) Profile, diakses 29 Mei 2012 http://www.oum.edu.my/portal/index.
[13] C. Curran, Institutional Models
Of Distance Education A National Cooperative Programme, Higher Education
Management, 4(1), hlm. 60
[14] A. Kaye & G. Rumble, Distance
Education For Higher And Adult Education. (London: Croom Helm, 1981), hlm. 23
[16] A. Zuhairi & A. Suparman, Pendidikan
Jarak Jauh: Teori dan Praktek. (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka. 2004), hlm. 36
[18] Kompas, Pendidikan Jarak Jauh
Untuk Guru Sekolah Dasar. 06 Januari 2007.
[19] A.W. Bates, The Impact Of
Technologi Change On Open And Distance Learning. Distance Education: An
Administrative, 18 (1), 1997, hlm. 98
[20] D.P. Compora, Current Trends
In Distance Education: An Administrative Model. Diakses pada 29 Mei 2012. http://www.westga.edu/distance/ojdla/summer62/compora62.html.