DASAR
FILOSOFI DAN POSISI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
A.
Dasar Filsofi
Implementasi Pendidikan Karakter
Dasar filosofi
bagi implementasi pendidikan karakter di Indonesia mengakar pada kesepakatan
para founding father kita saat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang lalu, maka dasar filosofinya tentu saja Pancasila. Karena menurut
Soedarsono Pancasila harus disepakati menjadi: a) dasar negara, b) pandangan
hidup, c) kepribadian bangsa, d) jiwa bangsa, e) tujuan yang akan dicapai, f)
perjanjian luhur bangsa, g) asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, h) pengalaman pembangunan bangsa, i) jati diri bangsa. Jadi jelas
bahwa ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila itu sendiri telah
terpatri dalam kalbu dan mengalir dalam darah setiap anak bangsa.
Karakter adalah
sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter
merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup dan setiap
dorongan pilihan itu harus dilandasi oleh Pancasila untuk menjadi bangsa yang
multi suku, multi ras, multi bahasa, mukti adat, dan tradisi. Karakter yang
berlandasan falsafah Pancasila maknanya adalah setiap aspek karakter harus
dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif sebagai
berikut:
1.
Bangsa yang
Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Merupakan
bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai
karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Dalam hubungan manusia Indonesia adalah
manusia yang taat menjalankan kewajiban agamanya masing-masing, berlaku sabar
atas segala ketentuan-Nya, ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa
bersyukur atas apa pun yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Dalam hubungan
antar-manusia, karakter ini dicerminkan dengan saling hormat-mengormati,
berkerjasama, dan berkebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak melecehkan
kepercayaan agama seseorang.
2.
Bangsa yang
Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Diwujudkan
dalam perilaku hormat menghormati antar warga dalam masyarakat sehingga timbul
suasana kewargaan yang saling bertanggung jawab, adanya saling hormat
menghormati antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan perilaku sebagai
warga megara yang baik, adil dan beradab, sehingga memunculkan perasaan hormat
dari bangsa lain.
Karakter
kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban,
saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain,
gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,
berani membela kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian dari
seluruh warga bangsa dan umat manusia.
3.
Bangsa yang Mengedepankan
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Memiliki
komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia
di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Karakter tercermin dalam
menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan, suka bergotong royong dengan siapa saja
saudara sebangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, bangga sebagai
bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa
Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, cinta tanah
air dan negara Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4.
Bangsa yang
Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Bangsa ini
merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari sikap dan perilakunya yang
senantian dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat orang lain.
Hikmat
kebijaksanaan: tidak adanya tirani mayoritas atau sebaliknya juga tidak ada
tirani minoritas. Tidak ada yang memaksakan kehendak atas nama maoritas, atau
selalu berharap adanya toleransi (salah dan merugikan sebagai warga) atas nama
minoritas.
Karakter
kerakyatan tercermin dari sikap ugahari dan bersahaja, karena sikap tenggang
rasanya terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu mengutamakan kepentingan
masyarakat dan negara, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama, beritikad baik dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan keputusan bersama, menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam
melakukan musyawarah, berani mengambil keputusan yang secara moral dapat
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Esa serta selalu dilandasi nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
5.
Bangsa yang
Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Memiliki
komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan
seluruh bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan
yang menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan, menjaga
harmonisasi antara hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain, suka
menolong orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak boros,
tidak bergaya hidup, suka bekerja keras, menghargai karya orang lain.
B.
Posisi Pendidikan
Karakter Dalam Pendidikan Nasional
Dalam kebijakan
nasional, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan
asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan sudah
bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai paham penting dan
tidak dipisahkan dari pembangunan nasional. Secara eksplisit pendidikan
karakter/watak adalah amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang pada Pasal 3 menegaskan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak berfungsi serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap.
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Dalam arah dan
kebijaksanaan dan perioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan
karakter bahwa pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan
dengan prioritas pendidikan nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dan telah diterbitkan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang
SKL.
Ajaran atau
fatwa Ki Hajar Dewantara yang menjadi pegangan perguruan Taman Siswa sarat akan
pendidikan karakater. Di antara fatwa beliau yang terlihat sekali menonjolkan
positioning karakter dalam pendidikan nasional antara lain adalah:
1.
Lawan Sastra Negeri
Mulya: dengan ilmu kita mencapai keberhasilan hidup. Cita-cita KHD
adalah dengan memupuk jiwa kuriositas yang tinggi dalam mencari ilmu, dan
rakyat dapat mencapai kemuliaan, disegani dan dihargai dalam percaturan dunia.
2.
Suci Tata Ngesti
Tunggal: memerlukan kesucian batin, kejernihan pikiran,
cita-cita yang luhur, dan ketertiban lahir, atau kedisiplinan nasional, untuk
mencapai cita-cita mulia yang berupa kemajuan dan kesuksesan seluruh nusa,
bangsa, dan rakyat Indonesia.
3.
Tetep-Mantep-Antep:
dalam melaksanakan tugas kependidikan dan pembangunan bangsa harus berketetapan
hati (tetep). Tekun bekerja tanpa menoleh kanan-kiri yang berarti
melenakan perjuangan. Tekun tata tertib berjalan maju. Harus selalu mantep,
setia dan taat atas asas, teguh iman sehingga tidak ada ketakutan yang dapat
menahan gerak dan langkah kita dan membelokkan jalan perjuangan kita. Jika tetep
dan mantep maka niscaya segala perbuatan dan tindak tindak laku kita
akan antep, berat berisi, dan berharga.
4.
Ngandel, Kendel,
Bandel, Kandel: kita harus percayai dan yakin sepenuhnya, ngandel,
pada kekuasaan dan takdir Tuhan dan pada kekuatan serta kemampuan diri sendiri.
Sedangkan kandel, berani menghadapi segala sesuatu yang merintangi.
Sedangkan bandel, kokoh, teguh hati, tahan banting disertai sikap
tawakal akan segala kehendak Tuhan. Dengan demikian jadilah diri kita kandel,
tebal, kuat alhir batin, sebagai azimat dalam berjuang menuju cita-cita
kebangsaan.
5.
Neng-Ning-Nung-Nong:
kita harus tenteram lahir batin, Neng, meneng, tidak berarti ragu-ragu
dan malu-mau. Ning dari kata wening, bening, jernih pikiran kita, tidak
mengedepankan emosi, mampu dan mudah membedakan antara yang hak dan batil. Sehingga
kita menjadi Nung, hanung, kokoh kuat sentausa, teguh, kukuh lahir batin
untuk mencapai cita-cita. Jika ketiga sudah dicapai maka kita mencapai Nong,
menang, wenang, memperoleh kemenangan dan memiliki kewenangan berhak dan
kemulian lahir dan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar