Senin, 25 Juni 2012

SEJARAH SOSIAL DAN PENDIDIKAN ISLAM

 
BAGDHAD, MESIR, DAN ANDALUSIA
SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN ISLAM DI MASA KEJAYAAN

A.    Pengantar
Pada masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman Nabi, pendidikan Islam berarti memasukkan ajaran Islam ke dalam unsur-unsur budaya Arab pada masa itu, sehingga diwarnai oleh Islam. Dengaan terealisasinya pendidikan, maka terbentuklah satu setting nilai budaya Islami yang lengkap dan sempurna dalam ruang lingkupnya yang sepadan, baik dari segi situasi dan kondisi maupun waktu dan perkembangan zaman.
Sebenarnya sasaran pembudayaan Islam tersebut bukan hanya mewariskannya kepada generasi muda saja, tetapi meluas jangkauan penetrasi budaya Islam kepada budaya umat,  kepada bangsa-bangsa di luar negeri Arab, sudah dirintis. Dengan demikian pendidikan Islam, pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya mempunyai dua sasaran, yaitu generasi muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa lain yang belum menerima ajaran Islam. Tujuan dari keduanya, tak lain penyampaian ajaran Islam dan bisa menerimanya menjadi sistem hidup.
Namun pada masa kejayaan, terjadi dialog yang seru antara prinsip-prinsip Islam sebagaimana terangkum dalam al-Qur’an dengan budaya manusiawi yang telah berkembang pada masa itu. Dialog tersebut nampak dalam perbedaan-perbedaan pemikiran dan pandangan yang menimbulkan sikap kebijaksanaan yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah yang baru timbul sebagai akibat bertambah banyaknya pemeluk agama Islam. Bentuk konkritnya adalah tumbuhnya berbagai aliran aliran dan madzhab dalam berbagai aspek budaya Islami. Pada garis besarnya pemikiran Islam dalam pertumbuhannya muncul tiga pola, yaitu: 1) Pola pemikiran yang bersifat skolastik, yang terkait pada dogma-dogma dan berfikir dalam rangka mencari pembenaran terhadap dogma-dogma agama. Mereka terikat pada Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. 2) Pola pemikiran yang bersifat rasional, yang lebih mengutamakan akal pikiran. Pola pikir ini menganggap bahwa akal pikiran sebagaimana juga hanya dengan wahyu, adalah merupakan sumber kebenaran. 3) Pola pemikiran yang bersifat batiniyah dan intuitif, yang berasal dari mereka yang mempunyai pola kehidupan sufistik. Kebenaran yang diperoleh melalui pengamalan-pengamalan batin dalam kehidupan yang mistis dan dengan jalan berkontemplasi.[1]
Dari pengantar di atas tadi, terjadi di berbagi negara-negara Islam, khususnya Baghdad, Mesir, dan Andalusia. Namun ada nilai positif dari perkembanganya yang membuat negara ternagkat, seperti sisi politik, pendidikan, intelektualnya, dan perpustakaan. Selain itu, masa keemasan dan kehancurannya tertuah dalam suatu sejarah, dengan tujuan agar kita bisa menafsirkan, memahami, mengerti, dan belajar dari mereka. Karena sejarah merupakan ilmu yang madiri. Mandiri artinya mempunyai filsafat sendiri, permasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri.[2]

B.    Baghdad
Baghdad terletak di se sebelah barat daya Benua Asia. Jumlah penduduknya mancapai 23.000.000 jiwa, dengan presentase kaum muslimin sebanyak 97% (sebagiannya adalah pengikut Ahlus Sunnah dan sebagia lainnya adalah pengikut Syi’ah). Disamping itu, terdapat sedikit orang-orang Masrani dan Yahudi. Negara ini menyadarkan perekonomiannya pada  minyak.
1.      Hubungan Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Namun dengan berkembangnya zaman, kegagalan yang dulu terulang lagi pada masa setelahnya. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya peradaban kuno klasik. Di antaranya adalah peradaban Sumeriah yang diserang oleh Al-Kasyi, kemudian kekaisaran Asyuriyah yang diserang oleh Persia, Hailini, dan Romawi. Kemudian Irak tergabung masuk dalam pemerintahan Islamiah, setelah kemenangan besar al-Qadisiyah yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Setelah itu, tentara Islam bertolak menaklukan kota-kota di Persia. Maka berakhirlah kekaisaran Persia. Irak kemudian tunduk di bawah raja-raja Islam (Umayah dan Abbasiyah), lalu datang arus penyerbuan Mongolia yang membumihanguskan negeri ini pada tahun 1258 M.[3]
Disentrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di zaman bani Umayah. Akan tetapi bicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara bani Umayah dan Abbasiyah. Wilayah kekuasaan bani Umayah, mulai dari awal berdirinya samapai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Berbeda dengan bani Abbas, keuasaannya tidak pernah diakui oleh Spayol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentardan kebanyakan nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai.
Berkecamnya polotik pada saat itu membuat dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbas, di antaranya adalah:
Ø  Yang berbangsa Persia, seperti Thahiriyah di khurasan, Shafariyah di Fars, Samaniyah di Transoxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihiyah.
Ø  Yang berbangsa Turki, seperti Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan, Dinasti Seljuk.
Ø  Yang berbangsa Kurdi, seperti al-Barzuqani, Abu Ali, Ayubiyah.
Ø  Yang berbangsa Arab, seperti Idrisiyah di Maroko, Aghlabiyah di Tunisia
Ø  Yang mengaku dirinya sebagai khalifah, seperti Umawiyah di Spayol dan Fathimiyah di Mesir.[4]
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran baghdad di masa bani Abbas, sehingga banyak daerah memerdekan diri adalah:
Ø  Paham keagamaan
Ø  Luasnya wilayah kekuasaan, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.
Ø  Profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
Ø  Keuangan negara sangat sulit , karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.
Berakhirnya masalah yang mencekam di Baghdad, setelah Irak dibawah otonomi Inggris. Raja dan perdana menterinya diangkat langsung oleh Inggris. Kedua-duanya bersama-sama menghadapi revolusi orang-orang Kurdi, kemudian Irak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1932 M.
Di sisi pendidikannya, ada suatu Madrasah Nizamiah Baghdad yang didirikan di dekat pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad pada tahun 457 H. Guru-guru madrasah ini diantaranya Abu Ishaq as Syiraji (guru tetap), Abu Nasr as Sabagh, Abul Qasim al `Alawi, Abu Abdullah al-Thabari, Abu Hamid al Ghazali, Radliyudin al Kazwaeni dan al Fairuz Abadi.
Selain itu ada Perguruan Tinggi Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218 H). Di Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al-Maj`sthi (almageste) kitab karangan Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu al-Jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu Ukur, ilmu Bintang dan Falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan peneropong bintang yang disebut peneropong al-Ma`muni. Setelah wafat, maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.[5]
Dilain sisi, Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.

2.      Kemajuan Intelektual
Dalam jangka waktu satu generasi sejak didirikan, Baghdad telah menjadi pusat pendidikan dan perdagangan. Beberapa sumber memperkirakan ia hanya memiliki lebih dari sejuta penduduk, meski yang lainnya menyatakan bahwa angka sebenarnya bisa jadi hanya sebagian dari jumlah tersebut. Sebagian besar penduduknya berasal dari seluruh Iran terutama dari Khorasan.
Pemerintahan Khalifah harun Ar-Rasyid pemerintahan yang baik dan terhormat. Tidak ada khalifah yang paling diminati oleh alim-ulama, para penyair, ahli-ahli fiqh, pembaca-pembaca Al-Qur’an, juru-juri, dan penulis-penulis, selain daripada beliau. Beliu mempunyai hubungan yang rapat dengan setiap orang, dan beliau seorang sastrawan, penyair, dan pencipta cerita-cerita lama dan syair-syair. Contohnya dari buku kisah-kisah dalam Seribu Satu Malam berlokasi di Bagdad pada periode ini yang disebut "Madinat as-Salam" (Kota Kedamaian) oleh Shahrazad dan mengisahkan pemimpinnya yang paling dihormati, Kalifah kelima, Harun al-Rashid. Kisah Seribu Satu Malam, termasuk cerita Sindbad yang termasyhur, melambangkan kehebatan budaya Bagdad selama masa keemasannya sebagai pemimpin dunia Arab dan Islam yang diakui.[6]
Di masa pemerintahannya Khalifah Al-mansur dan pegawai-pegawainya sudah mempunyai gambaran di dalam kepala mereka tentang suatu tempat yang istimewa untuk memperindah kota Baghdad dengan hal-hal positif. Hal ini terealisasi, dan digali pula terusan yang membelah negeri Iraq untuk pelayaran dan airnya bersumber dari sungai Furat. Dengan demikian kota Baghdad berhubungan pula sungai Furat dan seterusnya ibukota kerajaan Abbasiyah yang baru itu mempunyai hubungan melalui sungai dengan Asia kecil dan Syiria.[7]
Belum dibangun kota Baghdad menjadi sebuah kota makmur, maju, dan kaya dengan tamadun, ilmu pengetahuan dan kebaikan, serta mendapat perhatian seluruh kaum Muslimin dan terkenal di seluruh dunia. Dengan cepat pula kota ini menjadi tempat yang paling terkemuka di bidang politik dan kegiatan sosial dan ilmu pengetahuan di Timur Tengah seluruhnya. Ia terus mengenalkan kedudukannya untuk suatu tempo yang amat luas di samping timbulnya berbagai keruwetan, ujian, dan dugaan. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, ada beberapa ilmu pengetahuan yang terkenal masa itu, yaitu: 1) Ilmu Tafsir, 2) 3) Ilmu Qira`at, 4) Ilmu Hadits, 5) Ilmu Fiqh, 6) Ilmu Ushul Fiqh, 7) Ilmu Kalam, 8) Ilmu Tasawuf, 9) Ilmu Tulen (Ilmu Matematika, di antarnya yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al Khawarizmi yang menulis al jabar dalam bukunya al-Jibr wal Muqabalah, al Qaslawi yang menggunakan symbol dalam matematik, al-Tusi yang menunjukkan kekurangan teori eclideus. Dan Ilmu Falaq, di antara yang terkenal adalah Muhammad al Fazzari, sebagai ahli falaq Islam yang pertama dan penerjemah buku al-Sind Hind. Kemudian Abu Ishaq bin Habib bin Sulaiman yang menulis buku Falaq dan mencipta alat-alat teropong bintang, Musa bin Syakir yang menulis buku ilmu Falaq berjudul Kitab al-Ikhwah al-Thalathah, Abu Ma`asyar bin Muhammad bin Umar al-Balkhi, dengan bukunya al-Madkhal ila ahkam al-Nujum, dan Ibnu Jabir al-Battani, salah seorang pelopor trigonometri), 10) Ilmu Musik, seperti al Kindi al Farabi, dan Ibnu Sina, 11) Ilmu Kealaman dan Eksperimental (Ilmu Kimia, Ilmu Fisika, Ilmu Biologi), 12) Ilmu Terapan dan Praktis (Ilmu Kedokteran, Ilmu Farmasi, Ilmu Pertanian).
Para sarjana muslim telah mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui metode observasi dan metode histories (sejarah) sebagaimana yang dikembangkan Ibnu Khaldun. Dalam bidang kebudayaan pada umumnya Islam telah mempersembahkan kepada dunia, suatu tingkat budaya tinggi yang menjadi mercusuar budaya umat manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bidang arsitektur sangat menonjol bangunan-bangunan masjid dan istana-istana yang indah.[8]
 
3.      Kemajuan Perpustakaan
Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu. Khlaifah waktu itu bermimpi, dan konon mimpi inilah yang menjadi inspirator bagi Khalifah al-Ma’mun untuk memperkaya Perpustakaan Bait al-Hikmah dengan buku-buku filsafat Yunani. Sebagaimana sudah disebutkan di muka bahwa dari segi istilah yang berbeda-beda, kepustakaan Islam menunjukkan perkembangan dan kematangan (kemajuannya). Istilah Bait al-Hikmah menjadi sangat populer dalam sejarah dan peradaban Islam, karena ia lahir dan berkembang pesat pada masa puncak kemajuan peradaban Islam di Baghdad, Irak. Berbagai periwayatan menyebutkan bahwa perpustakaan Bait al-Hikmah dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada awal abad ke-3 H./awal abad ke-9, yang mana berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan, seni dan kesusasteraan, filsafat, Astronomi, Kimia, Al-Jabar dan yang lainnya tengah mencapai perkembangannya yang pesat.[9]
Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad menyerupai Universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid. Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.[10]

C.     Mesir
Mesir merupakan penduduk campuran dari bermacam-macam ras, agama, budaya dan peradaban. Dan juga mesir merupakan daerah di belahan Timur yang terbanyak dikunjungi dan derasnya arus gelombang pengaruh Barat dengan bibit-bibit peradaban Eropa. Mesir sebelum ditaklukan oleh Napoleon berada dibawah kekuasaan Turki Usmani dan sebagian di bawah pengaruh atau kekuasaan Mamluk.
Asal-usul kaum mamluk dari daerah pegunungan Kaukasus yaitu daerah pegunungan yang berbatasan antara Rusia dan Turki. Mereka didatangkan ke Istambul atau Mesir untuk dididik menjadi militer. Dalam perkembangan selanjutnya kedudukan mereka dalam kemiliteran meningkat bahkan di antara mereka ada yang dapat mencapai jabatan militer yang tertinggi.[11]
Di Mesir, mereka ditempatkan di pulau Raudhah di sungai Nil untuk menjalani kemiliteran dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk bahri, saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.[12] Salah satu hal yang unik dari sejarah Dinasti Mamluk adalah adanya ambisi untuk menjadi sultan dari seorang wanita yang bernama Syajar Ad-Durr. Dia adalah istri Sultan Bani Ayyub, ia mengambil alih kekuasaannya setelah suaminya meninggal dunia ketika pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyati.
1.      Hubungan Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Dari pemerintahan Usmani dan dari masyarakat yang Islamis Mesir berkembang menjadi sebuah negara yang sekuler. Evolusi ini bermula dengan reformasi pemerintahan, meskipun dalam perkembangannya evolusi ini sempat terganggu oleh pendudukan Inggris pada tahun 1882-1952. Lantaran tidak mampu mengatasi beberapa dilema pemerintahan dari pengaruh asing, yang ditandai dengan perselisihan nasionalis dan orientasi politik Islam, akhirnya elit liberal ini digulingkan dan digantikan oleh generasi militer nasionalis Arab yang membentuk rezim militer dan sosialis yang berkuasa di Mesair sampai sekarang.[13] Adapun pemimpin Mesir yang membawa kemajuan adalah:
Ø  Masa Napoleon
Napoleon menyerbu Mesir pada tanggal 2 Juli 1798. Mula-mula mendarat di Iskandariyah dan dalam waktu tiga minggu Napoleon dapat menguasai seluruh Mesir. Adapun tujuannya adalah ingin mengikuti jejak Alexander yang pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke India. Selain itu, mereka ingin memasarkan hasil produksi industri ke Prancis.
Mereka juga membawa dua set alat percetakan (alat cetak bahasa Arab dan bahasa Latin) hasil rampasan Napoleon di vatican, disamping itu dibawa pula 600 orang sipil yang di antaranya terdapat 167 orang ilmuwan-ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu.[14]
 Institut d’Egypte boleh dikunjungi oleh Mesir. Melalui Institut inilah terjadi persentuhan budaya atau peradaban dan agama. Hal ini pertama kali kontak langsung dengan orang Eropa yang masih asing bagi mereka.
Peralatan Institut ini seperti mikrosop, teleskop atau alat-alat percobaan lainnya serta kesungguhan kerja orang Prancis, dan meruapakan hal yang asing dan menabjubkan bagi orang Mesir. Keberhasilan lainnya yang telah dicapai oleh orang sipil Prancis:
a)      Membuat saluran air dalam di lembah sungai Nil, sehingga hasil pertaniannya berlipat ganda.
b)      Di bidang sejarah, ditemukan batu ukir yang terkenal dengan Rossetta Stone.
c)      Di bidang pemerintahan, merambahnya ide sistem pemerintahan yang kepala negaranya dipilih dalam waktu tertentu dan tunduk pada perundang-undangan.[15]

Ø  Masa Muhammad Ali Pasya
Di masa puncaknya Napoleon, hal ini semua menyadarkan umat Islam di Mesir bahwa kebudayaan dan peradaban Barat kala itu lebih tinggi. Orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir adalah Muhamad Ali Pasya yang beberapa kemudian diakui sebagai “The Founder of Modern Egypte”.[16]
Sejak masa kecilnya, ia sudah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk sekolah, dengan demikian ia tidak pandai baca tulis. Dengan kerajianannya dalam bekerja sebagai pemungut pajak (setelah dewasa), ia disenangi oleh Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Dan ia diterima menjadi anggota militer hingga ia diangkat menjadi perwira. Selain itu beliau mengalahkan Napoleon pada tahun 1801.
Dalam hal ini, beliau berusaha menciptakan sebuah kekuasaan diktator yang memusat yang dibangun di atas pasukan militer Turki, Kurdi, Circassia, dan beberapa pasukan milter lainnya yang telah menjadi anggota keluarga pribadinya.[17] Dengan demikian, beliau menyusun politik, antara lain:
a)      Politik Luar Negeri
Pada tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Prancis, dan Austria. Yang dipentingkan adalah ilmu-ilmu kemliteran, arsitek, kedokteran, dan obat-obatan. Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi negara, akan tetapi sistem politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
b)      Politik Dalam Negeri
Agar Mesir jauh dari keterpurukan, maka Muhammad Ali membuat pembaharuan politik dalam negeri, yaitu:
1)      Membangun Kekuatan Militer dengan mengundang para ahli militer Barat untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim missi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemilteran.
2)      Bidang Pemerintahan meniru pemerintahan Prancis, ia mempunyai penasehat politik, tetapi putusan terakhir terletak di tangannya.
3)      Ekonomi. Beliau menyadari Mesir adalah negara agraris, maka ia membangun irigasi al-Khatiri al-Khairiyah, hingga mendatangkan bibit kapas dari India dan Sudan,kemudian mendirikan pabrik-pabrik. Keduanya meerupakan komoditas yang laku pesat dalam pasaran internasional.[18]
4)      Pendidikan.

Ø   Masa Al-Tahtawi
Al-Tahtawi adalah Rifa’ah Badawi Rafi’i al-Tahtawi. Ketika berumur 16 tahun ia pergi ke Cairo untuk belajar di Al-Azhar, selama 5 tahun menuntut ilmu, ia dapat menamatkan studinya. Dan ia seorang pembawa pembaharuan yang besar pengaruhnya pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berperan sekali dalam usaha-usaha gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurut beliau adalah berpegang pada agama dan akhlaq (budi pekerti). Untuk pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia yang berkepribadian dan patriotik dengan istilah hubbul wathan yaitu mencintai tanah air.[19]

Ø  Masa Jamaluddin Al-Afghani
Menurut silsilah, beliau keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui Saidina Ali ra. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengkaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi bahasa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan seorang ilmu Tafsir, ilmu hadits dan ilmu Fiqh yang dilengkapi pula dengan ilmu Tasawuf dan ilmu Ketuhanan, kemudian dikirim ke India untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern (Eropa).
Setelah ia kembali ke Mesir, ia mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain yang pokok:
a)      Musuh utama adalah penjajah (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
b)      Umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
c)      Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Panislamisme).
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas adalah:
a)      Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b)      Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat/derajat budi luhur.
c)      Rukun Iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan kehidupan manusia bukan sekedar ikutan belaka.
d)      Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan juga menegakkan disiplin.[20]


Pokok-pokok pemikiran beliau, ingin membangkitkan kesadaran Muslim terhadap ancaman penguasa-penguasa Muslim yang bersekongkol dengan intervensi pihak Kristen. Adapaun tujuan utamanya adalah menggerakkan perlawanan terhadap kekuatan Eropa. Ia menginginkan pemulihan zaman keemasan Islam masa silam. Menurut pandangan beliau, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan memerlukan solidaritas dan kekuatan. Selain iitu kaum muslim harus menjadi masyarakat ilmiah modern dan cakap secara teknik.[21]

Ø  Masa Syekh Muhammad Abduh
Muhammad abduh mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khattab. Ia merupakan alumnus al-Azhar Cairo, dan disinilah ia bertemu dan berkenalan dengan Sayid Jamaluddin al-Afghani hingga ia menjadi muridnya. Ia belajar filsafat dibawah bimbingan gurunya dan di masa itulah ia membuat karangan untuk harian al-Ahram. Beberapa kemudia ia diangkat menjadi dosen di al-Azbagi konsep nasionalis yang lebih sekuler har disamping itu ia mengajar di Universitas Darul Ulum.
Beliau juga menyusun gerakan yang bernama “Al-Urwatul Wusqa” suatu gerakan kesadaran umat Islam sedunia. Untuk mencapai tujuan gerakan itu dibuatlah (diterbitkan) sebuah majalah dengan nama organisasi ini juga. Melalui majalah itulah ditiupkan suara keinsyafan ke seluruh dunia Islam, supaya mereka  bangkit dari tidurnya. Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:
a)      Aspek kebebasan, antara lain: Nasionalisme Arab dan dititik beratkan pada pendidikan. Kesadaran rakyat bernegara dapat disadarkan melalui pendidikan, surat kabar, majalah dan sebagainya.
b)      Aspek kemasyarakatan, antara lain, usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya.
c)      Aspek keagamaan. Beliau membebaskan dari taqlid adalah membuka kembali ijtihad, dengan bersemangat sehingga sampai berpendapat, bahwa zahir nash bertentangan dengan akal manusia yang sehat.
d)      Aspek pendidikan antara lain, al-Azhar mendapat perhatian perbaikan, demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.[22]

Ø  Masa Rasyid Ridha
Sayid Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husien, cucu Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu ia memakai gelar “Sayid” di depan namanya. Ayahnya seorang ulama dan penganut Tarekat Syazilliah, karena itu beliau pada waktu kecilnya selalu mengenakan jubah dan sorban, ia tekun dalam pengajian dan wirid sebagaimana kebiasaan pengikut Tarekat Syazilliah. Disamping itu ia banyak pula dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah al-Urwatul Wusqa. Ia sadar bahwa tujuan majalah itu mengadakan pembaharuan di bidang agama, ekonomi, sosial, dan memberantas takhayul dan bid’ah-bid’ah yang masuk dalam tubuh umat Islam, menghilangkan paham fatalisme yang ada dalam tubuh kalangan umat Islam serta paham-paham yang salah yang dibawa oleh tarekat-tarekat/tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat.
Ia juga menyadari pertentangan yang semakin ada di antara nasionalisme dan kesetiaan kepada persatuan Islam. Dan memecahkan masalah tersebut dengan menyatakan bahwa kepentingan politik Arab identik dengan kepentingan politik secara keseluruhan, adanya sebuah negara Arab merdeka akan menghidupkan kembali bahasa dan hukum Islam, apabila ada konflik, maka ia akan mengutamakan kewajiban agama daripada kewajiban nasional. Oleh karena itu ia tidak mendukung ide-ide nasionalisme.[23]
 
2.      Kemajuan Intelektual
Mesir mencapai keemasannya, ketika Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar disekolah. Waktu-waktu perkuliahan disampaikan dengan bahasa arab. Munculnya gerakan menghidupkan warisan budaya lama dan menghidupkan penggunaan kosakata asli yang berasal dari bahasa fusha. Dengan adanya gerakan yang yang telah berhasil mendorang penerbit dan percetakan dinegara-negara arab untuk mencetak kembali buku-buku sastra arab dari segala zaman dalam jumlah yang sangat besar dan berhasil pula menerbitkan buku-buku dan kamus bahasa arab. Munculnya kesadaran dari intelektual arab yang mempertahankan bahasa Arab dari berbagai kritikan terhadap bahasa arab yang datang dari non arab atau dari orang arab sendiri untuk mempertahankan bahasa arab, tidak hanya sebagai bahasa agama, melainkan sebagai bahasa nasional dan diwujudkan melalui: 1) adanya usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa arab seperti Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah tahub 1934 di Mesir. 2) Mendirikan lembaga pendidikan khususnya pengajaran bahasa arab seperti Al -Azhar jurusan bahasa arab.[24]

Ø  Masa Napoleon
Di masa pemerintahannya, ia telah menerbitkan majalah “Le Courierd Egypte” yang diterbitkan oleh seorang pengusaha prancis yang ikut rombongan ekspedisi Napoleon.[25]

Ø  Masa Muhammad Ali Pasya
Walaupun Muhammad Ali tidak pandai baca tulis, tetapi antisipasinya jauh kedepan. Ia menyadari bahwa Timur di kala itu jauh ketinggalan dari dunia Barat dalam segala bidang Ilmu pengetahun dan faktor penyebabnya adalah pendidikan. Maka demi mengantisipasi Mesir di jatuhkan oleh orang Barat lagi, beliau pengirim orang mesir untuk belajar ilmu pengetahuan, di dalam negeri didirikan sekolah sekolah Militer (1815), sekolah Teknik (1816), sekolah Kedokteran (1927), Farmasi (1829), guru-gurunya didatangkan dari Barat.[26]

Ø  Masa Al-Tahtawi
Al-Tahtawi belajar di Paris, dan sempat menerjemahkan sebayak 12 buah buku risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Makedonia, buku mengenai pertambangan, akhlaq, adat-istiadat berbagai bangsa, buku ilmu bumi, risalah ilmu teknik, hak-hak manusia, dan risalah tentang kesehatan jasmani, dan disana berkesempatan pula memperdalam sejarah.
Setelah kembali ke Mesir, ia membuktikan dirinya pada bidang pendidikan dan penerjemah. Ia diangkat sebagai guru bahasa Prancis dan penerjemah di sekolah kedokteran. Selain itu ia menjadi penerjemah buku-buku tentang ilmu teknik dan kemileteran.
Pada tahun 1836 ia mendirikan sekolah penerjemah yang diberi nama sekolah bahasa-bahasa asing. Bahasa yang diajarkan adalah Arab, Prancis, Turki, Itali, dan juga ilmu-ilmu teknik, sejarah serta ilmu bumi. Kepala sekolah diserahkan pada beliau. Ia menerjemahkan undang-undang Prancis ke dalam bahasa Arab, menerbitkan karya-karya Ibn Khaldun dan tafsir al-Qur’an karya ulama-ulama besar dan menerbitkan majalah pendidikan dan memasukkan pokok-pokok pikirannya.[27]
Disamping aktivitas lapangan penerjemahan, ia juga mempunyai aktivitas dalam tulis-menulis. Beliau pernah menjadi pemimpin surat kabar resmi pemerintah Mesir “Al-Waqa’iul Misriyah” yang bukan saja memuat tentang berita-berita resmi, tetapi juga pengetahuan-pengetahuan tentang kemajuan Barat.

Ø  Masa Jamaluddin Al-Afghani
Selama 8 tahun beliau menetap di Mesir dan ia pergi ke Paris, disini ia mendirikan perkumpulan “Al-Urwatul Wusqa” yang anggotanya terdiri dari orang-orang Islam dan India, Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Tujuannya adalah memperkuat rasa persaudaraan islam, membela Islam dan membawa Islam kepada kemajuan.
Beliau memberlakukan tipe peradilan Eropa MeIa menerbitkan majalah “al-Urwatul Wuswa” yang diterbitkan oleh perkumpulan ini. Majalah ini cukup terkenal dan bahkan sampai ke Indonesia, tetapi tidak lama kemudian terpaksa dihentikan, karena dunia Barat melarang penyebarannya ke negara-negara Islam yang berada di bawah kekuasaannya.[28]

Ø  Masa Syekh Muhammad Abduh
Di masanya, beliau pernah diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir yang bernama Al-Waqa’il Mishriyah, yang dibantu oleh Sa’ad Zaglul Pasya. Dengan majalah ini beliau mendapat kesempatan yang lebih luas menyampaikan ide-idenya, melalui artikel-artikelnya yang sangat dan tinggi nilainya tentang ilmu agama, filsafat, kesusatraan, dan lain-lain.
Ia juga memberlakukan tipe peradilan Eropa-Mesir, mendirikan beberapa sekolah dan perguruan tinggi sekuler, sejumlah perpustakaan, teater, gedung opera. Sedangkan sistem madrasah menambah pengetahuan agama pada sekolah-sekolah umum, sehingga jurang pemisah yang mungkin timbul antara kedua lembaga pendidikan.[29]
Beliau membuka jalan bagi konsep nasionalis yang lebih sekuler mengenai identitas dan politik Mesir. Kelompok intelengensianya adalah Mustafa Kamil meraih pendidikan sarjana Hukum Prancis, Luthfi al-Sayyid berasal dari keluarga kampung yang menekuni studi al-Qur’an dan Hadits dan menekuni studi hukum, dan Sa’ad Zaglul anak seorang kepala kampung yang semula menekuni studi agama.[30]

Ø  Masa Rasyid Ridha
Rasyid Ridha pernah menerbitkan majalah yang diberi nama “al-Manar” untuk menyebarluaskan ide-idenya dalam usaha pembaharuan. 

3.      Perkembangan Perpustakaan
Dalam hal agama dan peranan ulama, seorang khalifah menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Hal ini menghasilkan sebuah karya terpenting, antara lain:
a)      Takhlisul Abriiz ila takhlishu bariiz.
b)      Manahijul bab al-mishriyah fi manahijul adab al-ashriyah.
c)      Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien
d)      Al-Qaulus sadid fiijtihadi wat taqliid
e)      Anwar taufiq al-jalil akhbari Mishra wa tautsiq bani Isra’il.[31]
Dengan banyak sebuah karya ilmuwan Mesir. Maka pemerintah mendirikan perpustakaan yang diberi nama Alexandria. Di Mesir perpustakaan telah lama di kenal orang. Suatu bukti yaitu dengan adanya sebuah perpustakaan mesir milik Raja Ramses. Perpustakaan kuno yang sangat termansyur di mesir ialah perpustakaan yang didirikan di Alexandria oleh raja Ptolemey (ptolemaeus) Soter raja pertama dinasti Diadoch. Perpustakaan ini menjadi sangat besar di bawah para penggantinya Ptolemey Philadelphus dan Ptolemey Eurgetes.[32]
Perpustakaan tersebut dibangun Ptolemey dengan maksud mengumpulkan dan memelihara selengkapnya semua karya kesusastraan Yunani. Koleksi yang dimiliki pepustakan Alexsandria kira-kira 490.000 gulungan pada masa Callimachus dan kira-kira 700.000 gulungan pada masa Caesar yang sebagian disimpan di Museum istana, yaitu Bruchin sebanyak 4900 rol dan 42000 rol disimpan di Seapium yang merupakan anak perpustakaan.
Namun demikian, diantara sejarawan telah mengarahkan kesalahan kepada para penakluk Arab di Mesir atau berburuk sangka kepada mereka sehubungan dengan pembakaran perpustakaan di kota Iskandariah (ibukota bumi Mesir dan ibukota kedua Imperium Romawi Timur sesudah Konstantinopel). Para sejarawan yang berpendapat bahwa pembakaran perpustakaan Iskandariah  dilakukan oleh Amr bin Al-Ash atas instruksi dari Khalifah Unar bin Khattab. Tapi hal ini berbalik, mereka mengemukakan bahwa Abdullah bin Thahir telah melenyapkan berbagau kitab Persia karangan orang-orang Majusi. Sama dengan tindakan di atas adalah tindakan Hulako Al-Tatar pada tahun 656 H yang telah menghayutkan gudang-gudang buku ke sungai Tigris. Pembakaran perpustakaan Iskandariah membuktikan akhlaq kaum Muslimin tidak respon kepada terhadap ilmu.[33]

D.    Andalusia
Sebelum Islam masuk ke Spayol, sekitar abad ke-5 M, bangsa Jerman mendatangi Semenanjung Iberia. Pada waktu Spayol dikuasai oleh oleh mereka, yang mana pada waktu itu Toledo dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Visigoth, dan Katholik sebagai agama resmi di Spayol.
Pada awal abad ke-8 M, para pendatang baru berdatangan ke daratan Eropa (Spayol). Pendatang tersebut adalah bangsa Arab yang membawa agama Islam. Sejak ekspansi Bani Umayah pada tahun 711 M. yang dipimpin oleh Thariq bin Zihad, Spayol menjadi bagian wilayah kekuasaan Islam. Umat Islam berkuasa di Spayol hampir delapan abad, yaitu tahun 711-1492 M.[34]
Ekspansi umat Islam ke Spayol terjadi masa Al-Walid menjabat khalifah (705-715 M), ia mengizinkan gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spayol dengan berjumlah 7.000 orang. Tentara tersebut sebagai besar terdiri atas orang Barbar.
Adapaun kawasan yang ditaklukan oleh tentara Islam pada zaman bani Umayah di Spayol dikenali dengan andalus (andalusia). Ia dianggap sebagai salah pemerintahan Islam yang luas yang memanjang dari Andalus hingga ke Asia Tengah dan Punjab yang diperintah oleh seorang khalifah. Penduduk bukan Islam dianggap sebagai Dhimmi (orang-orang kafir yang diberi perlindungan oleh pemerintah). Kaum Dhimmi dikenalkan membayar jizyah yaitu cukai perlindungan, kadar cukai perlindungan ini adalah kecil dan tidak menjadi suatu bebanan kepada masyarakat.
Struktur masyarakat Andalusia terdiri daripada berbagai kaum, yang tersebar ialah kaum Barbar, Arab, penduduk tempatan, penganut-penganut agama Kristen dan Yahudi. Tapi saat berakhirnya masa bani Umayah pada tahun 750 M, orang-orang non Arab yang memeluk agama Islam dikena dengan sebagai mawali (tunggal mawla). Kaum mawali pada kebiasaannya bernaung di bawah kabilah-kabilah Arab. Mereka dianggap sebagai golongan masyarakat bawahan dan menerima elaun yang rendah berbanding dengan orang Arab.[35]
Istilah lain mawali adalah budak tahanan, pedagang yang diupah, dan menyatu ke dalam keluarga lokal. Namun pada akhir abad ke-9 bahasa arab digunakan secara luas oleh penduduk pribumi dan disana terdapat sejumlah orang yang berpindah ke agama Islam (muwalladun). Lantaran muslim pemula bercampur baur, maka terjadi upaya pembedaan antara elite Arab asli dengan Arab asimilasi, dan terbentuklah sebuah masyarakat Hispano-Arab.[36]

1.      Hubungan Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Pada sekitar permulaan abad ke-8 M, Spayol telah membuka cakrawala baru dalam sejarah Islam. Dalam rentang waktu selama kurang lebih tujuh setengah abad, umat Islam di Spayol telah mencapai kemajuan yang pesat, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada masa itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya mermunculan figur-figur imuwan yang cemerlang di bidangnya masing-masing sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi rujukan para akademisi, baik di barat maupun di timur.
Pada abad pertengahan Arab Spayol adalah guru Eropa dan Universitas Cordova, Toledo, sedangkan Seville berfungsi sebagai sumber asli kebudayaan Arab, non Arab, muslim, Kristen, Yahudi, dan agama lain. Cordova sebagai ibukota Spayol merupakan pusat peradaban Islam yang tinggi yang dapat menyamai kemasyhuran Baghdad di timur Kairo di Mesir. Hal ini terjadi karena Eropa masih sangat terbelakang dan diliputi kegelapan, serta kebodohan.[37]
Pendidikan merupakan bidang yang penting walaupun tidak ada sistem pendidikan, namun kegiatan penyelidikan dan pembelajaran amat digalakkan oleh kerajaan Bani Umayah di Spayol. Salah satunya galakannya adalah mendirikan masjid-masjid sebagai pusat ibadah dan juga tempat menimba ilmu pengetahuan. Selain itu memberikan kepada para ilmuan yang dari dalam atau dari luar Spayol, Arab atau bukan Arab datang mengajar di masjid-masjid tersebut. Penyebaran ilmu-ilmu pengetahuan banyak berlaku selepas zaman Abd Al-Rahman Al-Dakhil.
Adapun sistem pendidikannya terbagi pada tiga tahap, yaitu rendah, menegah, dan tinggi. Pada peringkat rendah (ibtida’iyah dan i’dadiyah) pelajar-pelajar diajar membaca al-Qur’an dan tatabahasa Arab. Biasanaya ditempatkan di masjid-masjid. Guru-guru yang mengajar tidak diberikan gaji tetap, tetapi sekedar menerima elaun yang dibayar oleh murid-murid secara sukarela. Selain itu muridnya diajarkan menulis dengan menggunakan pena dan dakwat dan mereka menulis diatas kayu licinyang boleh di padam dengan kain kesat. Pendidikan peringkat rendah ini dilakukan secara terbuka.
Peringkat menengah (thanawiyah) pula dijalankan secara persendiri dan tidak mempunyai sukatan pelajaran tetap. Oleh sebab itu sukatan pelajarannya berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, ada yang rendah dan ada yang tinggi. Bagi yang tinggi khusus kepada pelajar-pelajar yang bijak dan berminat sahaja. Mata pelajarannya yang diajar ialah tatabahasa (nahwu), sastra, sejarah, hadits, fiqh, ilmu kesehatan praktikal, matematik, astronomi, akhlaq, metafisik, dan khat. Pelajar yang lulus mendapatkan diploma atau ijazah.
Peringkat tinggi atau universitas yang bermula diwujudkan pada zaman Al-Hakam II. Instusi pengajian tinggi ini diwujudkan informal yang dikendalikan oleh sekumpulan profesor. Ia hanya mengendalikan kursus-kursus di Cordova dan Toledo. Kedua tempat ini merupakan pusat pendidikan utama bagi siswa di barat Eropa.[38]
Dengan berkembangnya zaman, pemerintah menghadapi beberapa pemberontakan. Siasat politik yang pemerintah pakai, antara lain:
Ø  Menumbuhkan pasukan tentara bertaraf profesional. Pasukan ini kebanyakan terdiri daripada kaum-kaum hamba.
Ø  Menyatupadukan rakyat yang berbilang kaum dan agama menerusi ajaran Islam.
Ø  Menjalankan dasar pemerintahan yang tegas serta mengambil tindakan serta-merta terhadap sesiapa yang mencoba menggugat kesetabilan negara.
Ø  Mendirikan markas-markas tentara yang kuat bagi tujuan mempertahankan negara daripada serangan dalam dan luar negara.
Ø  Mengadakan pembangunan instratruktur dan intelektual serta meninggikan ekonomi negara menerusi projek-projek pertanian dan perdagangan.
Ø  Melantik pemimpin-pemimpin yang berkaliber.
Ø  Mengadakan beberapa ekspedisi di bagian utara Spayol.[39]

2.      Kemajuan Intelektual
Dari keterangan diatas tadi, sangat jelas bahwa Andalusia berkembang pesat, sehingga menghasilkan pelopor-pelopor intelektual yang hebat, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Adapaun buah karnya adalah:
Ø  Filsafat
Dengan adanya dukungan politis dari penguasa, akhirnya Cordova, mampu berdiri sejajar dengan Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dan melahirkan banyak filosof terkenal yang wacana perenungan dan pemikirannya mewarnai struktur bangunan ilmu pengetahuan sampai abad sekarang.
Tokoh-tokoh filsafat yang lahir pada masa itu, antara lain Abu Bakri Muhammad Ibn As-Sayiqh yang lebih dikenal Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah melalui pemikirannya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat etis dan eskatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui berbabagi karya filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzhan. Para filosof lainnya adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn Rusyd yang juga dikenal ahli fiqh.[40]
Ø  Sains
Spayol Islam Banyak melahirkan tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika, pakar yang sangat terkenal adalah Ibn Sina. Ia juga dikenal sebagai teknokrat dan ahli ekologi. Bidang matematika juga malhirkan nama Ibn Saffat dan Al-Kimmy.
Dalam bidang fisika dikenal seorang tokoh Ar-Razi. Dialah yang meletakkan dasar ilmu kimia dan menolak kegunaan yang bersifat takhayul. Ia menemukan rumusan klasifikasi binatang, tetumbuhan, numerial. Dan juga ia membuat substansi dan proses kimiawi, sebagian darinya seperti dan kritalisasi yang sekarang digunakan.
Dalam bidang kimia dan astronomi, selain Abbas Ibn Farmas, juga dikenal Ibrahim Ibn Yahya An-Naqqosh. Yang pertama dikenal sebagai penemu pembuatan kaca dari batu dan yang kedua sebagai orang yang dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahri. Di bidang kedokteran, Spayol melahirkan pakarnya, yaitu Zahrawi yang menemukan pengobatan lemah syahwat, pembedahan, dan lain-lain.[41]

Ø  Bahasa Sastra dan Musik
Bahasa Arab dengan dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong lahirnya minat yang besar masyarakat Spayol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya bahasa resmi, bahasa pengantar, bahasa ilmu pengetahuan, dan administrasi.[42]
Adapun para pakar dalam bidang bahasa dan sastra, seperti Al-Qali dengan karyanya Al-Kitab Al-Bari fi Luqoh, Az-Zubaidy ahli tata bahasa dan filologi dan masih banyak lagi.
Dalam bidang seni, indikasi kemajuannya adalah berdirinya sekolah musik di Cordova oleh Zaryab. Ia merupakan artis terbesar pada zamannya, siswa sekolah musik Ishak Al-Mausuli dari Baghdad. Hal ini, merupakan pencetus bermunculannya didirikannya sekolah musik yang banyak di Spayol.
Selain itu lahirnya model-model syair spayol yang khas, sehingga memunculkan pujangga baru mengembangkan lirik arab, dan terkadang sebuah kharja dalam dialek bahasa Romawi. Bait yang berbahasa Arab biasanya merupakan sajak cinta, bertemakan perihal kehidupan istana yang menekankan unsur kelaki-lakian, kharja biasanya menyuarakan kehidupan kelas bawahan, atau menggambarkan budak wanita Kristen, dan inspirasi kewanitaannya lebih menonjol.[43]
 
Ø  Kesenian
Sejak pembukaan sehingga tahun 976 M boleh dianggap sebagai tahap pembinaan tamadun Islam di Spayol. Dalam tempo tersebut telah terbina masjid besar di Cordova. Masjid ini dibina dengan begitu rupa sehingga mengagumkan dunia. Keistimewaannya adalah dari segi kehalusan dan keindahan seni binanya yang tidak dijangkakan pada waktu itu.ia pernah disifatkan salah satu keajaiban seni dunia.[44]
Masjid Cordova tersebut antara 961-966 diperindah oleh para pekerja mosaik, yang memberinya sebuah interior yang indah dan menakjubkan. Sebagaimana masjid Damascus, masjid Cordova merupakan lambang perpaduan antara nilai-nilai arsitektur lama dengan unsur-unsur peradaban muslim mereka yang menonjol. Pada abad ke-10 khalifah membangun sebuah kota kerajaan yakni madinat al-Zahrab, sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertanaman yang megah yang menandingi keindahan komplek istana Baghdad.[45]

Ø  Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah dan geografi. Spayol Islam khususnya wilayah Islam bagian barat telah melahirkan penulis terkenal, seperti Ibn Zubair dari Valencia, yang telah menulis sejarah tentang negeri-negeri muslim Mediterania serta Sisilia. Ibn Al-Khathib dari Tunis adalah seorang perumus filsafat sejarah. Contoh lain dalam bidang ini adalah Tarikh Iftitah Al-Andalus, sebuah karya besar yang ditulis oleh Ibn Qutyah. Selain itu juga, ada Ibn hayyan yang buah karyanya mesih eksis sampai saat ini, yaitu Al-Muqrabis fi Tarikh Ar-Rizal Al-Andalus.[46]    

Ø  Ekonomi
Pada abad ke 9-10, perkenalan dengan pertanian dan irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri timur mengantarkan pada pembidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjualbelikan, meliputi buah ceri, apel, delima, ara, kurma, tebu, pisang, kapas, rami, dan sutera.
Tipe irigasi Yamani diterapkan di wilayah Oasis sebagaimana pada di Valencia membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu. Hal ini mengangkat kepala irigasi lantaran beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan internasional.[47]

Ø  Tasawuf
Selepas kematian Ibn Rusyd (1198 M) pengaruh falsafah mula menurun. Kemerosotan ini adalah karena tekanan pihak pemerintah yang dipengaruhi oleh ulama-ulama madzhab Maliki terhadap ahli falsafah di Spayol. Dengan kejadian ini, maka Muhyidin Ibn Al-Arabi, atau lebih dikenali sebagai Ibn Al-Arabi. Di Spayol mendapat gelar Ibn Suraaka. Beliau seorang ahli tasawuf Islam terkemuka dan telah diberi gelar Al-Syeikh Al-Akhbar (ulama agung). Ia seorang pengembara dan belajar dari berbagai ulama. Mereka ini menganut berbagai madzhab seperti madzhab Hambali, Zahiri, dan Batini.
Hasil pengembaraannya beliau, bisa menyetabilkan permasalahan ini, sehingga hasil pemikirannya digabung dengan pemikiran falsafah Yunani dan ajaran agama Kristen. Beliau sering menggunakan konsep Logos yang melambangkan hakikat nabi Muhammad SAW. Akan tetapi pada konsep ini, beliau berpendapat bahwa semua kejadian adalah satu dan berasal daripada satu sahaja yaitu Allah yang menjadikan segala kejadian. Kewujudan Allah adalah kewujudan hakiki, manakala kewujudan alam adalah kewujudan wahmi. Ringkasannya, Allah dan alam adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Konsep Wahdah al-Wujud ini berlawanan dengan konsep wahdah al-Syuhud (kesatuan penyiksaan), yakni alam ini hanya penyaksian terhadap kewujudan Allah antara kedua-duanya tidak serupa: Allah adalah Pencipta, manakala alam adalah benda yang dicipta.[48]

Ø  Fiqh
Umat Islam Spayol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki yang diperkenalkan oleh Ziyad Ibn Abd Rahman yang kemudian dikembangkan oleh murid-muridnya. Dengan berkembangnya penganut madzhab ini, maka lahirlah sebuah karya berupa kitab fiqh monumental yang menjadi salah satu rujukan dalam lapangan hukum Islam sampai saat ini, khususnya di Indonesia adalah Bidayatul Mujtahid. Kitab tersebut adalah buah karya Ibn Rusyd, filosof dan faqh Spayol Islam.[49]
Dengan berkembangnya pemerintahan, maka ada perbedaan yang mencerminkan pengelompokan antara elite Arab dan pemeluk Islam masa belakangan. Sekalipun demikian, ulama-ulama Syi’i menerima madzhab Maliki, dan paham Maliki tetap bertahan sebagai identitas keagamaan yang utama bagi Spayol. Teologi paham Mu’tazilah juga diperkenalkan dari baghdad pada abad ke-9. Muhammad ibn Masarra, yang ayahnya berkesmpatan belajar di basrah, bercampur antara pemikiran neo-Platonik, Syi’i, dan pemikiran sufi. Hal ini beberapa ulama hukum menghambat ekspresi publik terhadap kecenderungan mistikal ini.[50]

3.      Perkembangan Perpustakaan
Kepustakaan Islam di Cordova, Andalusia, Spanyol, tidak dapat dilepaskan juga dari perkembangan kepustakaan Islam di Syiria, disebabkan oleh tiga hal berikut. Andalusia memiliki hubungan lebih erat dengan Syiria dan dunia Timur (Arab) lainnya, seperti Baghdad, Iraq. Banyak sekali buku-buku kepustakaan di Andalusia yang diimpor dan berasal dari Syiria dan Iraq, meskipun Syiria lebih berperan banyak daripada Baghdad, Iraq, dalam pengayaan dan perbendaharaan buku-buku kepustakaan Andalusia.[51]
Para ilmuwan Muslim seperti Ibn Hazm, menjadi pemilik perpustakaan pribadi yang mengoleksi banyak buku. Demikian juga para pengembara dan para pebisnis (penjual) buku. Mereka mengoleksi buku-buku kepustakaan yang baru bahkan paling langka dan sulit diperoleh di kepustakaan khalayak (publik) dan membangun bangunan perpustakaan dalam koleksi buku yang sangat banyak.


 E.    Kesimpulan
Berkembangnya tiga negara ini, diakibatkan suatu pendidikan yang telah mewariskan nilai budaya kepada generasi muda dan mengembangkannya. Oleh karena karenanya pendidikan Islam pada hakekatnya adalah mewariskan nilai budaya Islam kepada generasi muda dan mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup dan kehidupan manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Masa keemasan tiga negara ini, dimulai berkembangn pesatnya kebudayaan Islam, yang ditandai dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta Universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola kehidupan dan pola budaya muslim. Berbagai ilmu pengetahuan yang  berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya kaum muslimin.
Namun, dengan banyaknya ilmuwan dan padatnya umat Islam pada waktu. Muncullah elite politik yang mendominasi ulama tanpa kemampuan mendominasi kehidupan kultural negeri ini adalah kebangkitan Islam yang permanent. Sedangkan ikhwan al-Muslimin menenkankan aspek-aspek Islam kelompok yang memandang bahwasanya musuh utama adalah orang non Muslim. Kelompok ini menekankan solidaritas dan keadilan sebagai sikap perlawanan terhadap pemberontak negara, dan rezim militer yang korup. Gerakan pembaharuan di tiga negara ini menekankan pada moralitas individu dan lain-lain keluarga sebagai respon dari tekanan perubahan tata sosial. Ia bertahan sebagai sarana perlawanan terhadap negara penjajah dan berbagai kebijakannya.
Ketiga negara ini, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Tapi pada abad ke-10 M dunia Islam mulai menampakkan tanda-tanda kemunduran, begitu juga peradabannya. Kemunduran itu terjadi setapak demi setapak, sehingga pada pertengahan.

F. Daftar Pustaka
    Asmuni, Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada.
    Hasan, Ibrahim, Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Kalam Mulia, 2001.
    Kuntowijoyo. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta, Tiara Wacana, 2008.
    Lapidus, M. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999.
    Lapidus, M. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo.
    Mahayudin, Yahaya.. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993.
    Mengenang kemajuan perpustakaan Islam. http://bikinperpus.wordpress.com/2008/01/03/mengenang-kemajuan-perpustakaan-islam/, Diterbitkan pada 25 Juli 2009.
    Perpustakaan Andalusia (Cordova). http://pmjialfi.blogspot.com/2011/01/perpustakaan-andalusia-cordova.html, Diterbitkan pada hari Senin, 03 Januari 2011.
   Perpustakaan Bait Al-Hikmah di Baghdad Irak. http://pmjialfi.blogspot.com/2010/12/perpustakaan-bait-al-hikmah-di-baghdad.html, Diterbitkan pada 30 Desember 2010
   Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, PT Pustaka Al-Husna Baru, 2008.
   Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008.
   Sejarah Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/, diterbitkan pada 29 Desember 2008.
   Sejarah Perkembangan Perpustakaan. http://manusiagersang.blogspot.com/2010/02/sejarah-perkembangan-perpustakaan.html, Diterbitkan pada 02 Februari 2010.
   Wiryosuparto, Sucipto. Sejarah Dunia II, Jakarta, Balai Pustaka.
   Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
   Zuahairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.



[1] Zuahairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, hlm, 86-87.
[2] Kuntowijoyo. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta, Tiara Wacana, 2008, hlm, 2.
[3] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 280-281.
[4] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm 65-66.
[5] Sejarah Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/, diterbitkan pada 29 Desember 2008.
[6] A. Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, PT Pustaka Al-Husna Baru, 2008, hlm, 100-101.
[7] Ibid., hlm, 155.
[8] Sejarah Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/, diterbitkan pada 29 Desember 2008.
[9] Perpustakaan Bait Al-Hikmah di Baghdad Irak. http://pmjialfi.blogspot.com/2010/12/perpustakaan-bait-al-hikmah-di-baghdad.html, Diterbitkan pada 30 Desember 2010
[10] Mengenang kemajuan perpustakaan Islam. http://bikinperpus.wordpress.com/2008/01/03/mengenang-kemajuan-perpustakaan-islam/, Diterbitkan pada 25 Juli 2009.
[11] Sucipto Wiryosuparto. Sejarah Dunia II, Jakarta, Balai Pustaka, 1956, hlm, 29.
[12] Badri Yatim. Sejarah peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm, 124.
[13] M. Lapindus. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 101.
[14] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 66-67.
[15] Ibid., hlm, 68.
[16] Ibid.. hlm, 69.
[17] M. Lapindus. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 102.
[18] Ibid., hlm, 103.
[19] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 75.
[20] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 77.
[21] M. Lapindus. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 109-110.
[22] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 80-81.
[23] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 87.
[24] Sejarah Perkembangan Bahasa Arab. http:// marihanafiah.wordpress.com, Diterbitkan pada 08 Desember 2011.
[25] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 67-68.
[26] Ibid., hlm, 73.
[27] Ibid., hlm, 74-75..
[28] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 77-78..
[29] M. Lapindus. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 103.
[30] Ibid., hlm, 112.
[31] Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 75-56.
[32] Sejarah Perkembangan Perpustakaan. http://manusiagersang.blogspot.com/2010/02/sejarah-perkembangan-perpustakaan.html, Diterbitkan pada 02 Februari 2010.
[33] Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Kalam Mulia, 2001, hlm, 462-463.
[34] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 117.
[35] Yahaya Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993,  hlm, 338-340.
[36] M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm, 582.
[37] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 120.
[38] Yahaya Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993,  hlm, 356-357
[39] Ibid., 1993, hlm, 343-345.
[40] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 120-121.
[41] Ibid., hlm, 121.
[42] Ibid., hlm, 121-122.
[43] M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm, 585.
[44] Yahaya Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993,  hlm, -355-356.
[45] M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm, 586.
[46] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 122.
[47] M. Lapidus. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm, 582-583.
[48] Yahaya Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993,  hlm, -367-368.
[49] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 122.
[50] M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm, 586.
[51] Perpustakaan Andalusia (Cordova). http://pmjialfi.blogspot.com/2011/01/perpustakaan-andalusia-cordova.html, Diterbitkan pada hari Senin, 03 Januari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar