BAGDHAD, MESIR, DAN ANDALUSIA
SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN ISLAM DI MASA KEJAYAAN
A. Pengantar
Pada
masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman Nabi, pendidikan Islam berarti
memasukkan ajaran Islam ke dalam unsur-unsur budaya Arab pada masa itu,
sehingga diwarnai oleh Islam. Dengaan terealisasinya pendidikan, maka
terbentuklah satu setting nilai budaya Islami yang lengkap dan sempurna dalam
ruang lingkupnya yang sepadan, baik dari segi situasi dan kondisi maupun waktu
dan perkembangan zaman.
Sebenarnya
sasaran pembudayaan Islam tersebut bukan hanya mewariskannya kepada generasi
muda saja, tetapi meluas jangkauan penetrasi budaya Islam kepada budaya
umat, kepada bangsa-bangsa di luar
negeri Arab, sudah dirintis. Dengan demikian pendidikan Islam, pada masa
pertumbuhan dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya mempunyai dua
sasaran, yaitu generasi muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa
lain yang belum menerima ajaran Islam. Tujuan dari keduanya, tak lain
penyampaian ajaran Islam dan bisa menerimanya menjadi sistem hidup.
Namun
pada masa kejayaan, terjadi dialog yang seru antara prinsip-prinsip Islam
sebagaimana terangkum dalam al-Qur’an dengan budaya manusiawi yang telah
berkembang pada masa itu. Dialog tersebut nampak dalam perbedaan-perbedaan
pemikiran dan pandangan yang menimbulkan sikap kebijaksanaan yang berbeda-beda
dalam menghadapi masalah yang baru timbul sebagai akibat bertambah banyaknya
pemeluk agama Islam. Bentuk konkritnya adalah tumbuhnya berbagai aliran aliran
dan madzhab dalam berbagai aspek budaya Islami. Pada garis besarnya pemikiran
Islam dalam pertumbuhannya muncul tiga pola, yaitu: 1) Pola pemikiran yang
bersifat skolastik, yang terkait pada dogma-dogma dan berfikir dalam rangka
mencari pembenaran terhadap dogma-dogma agama. Mereka terikat pada Al-Qur’an
dan hadits-hadits Nabi. 2) Pola pemikiran yang bersifat rasional, yang lebih
mengutamakan akal pikiran. Pola pikir ini menganggap bahwa akal pikiran
sebagaimana juga hanya dengan wahyu, adalah merupakan sumber kebenaran. 3) Pola
pemikiran yang bersifat batiniyah dan intuitif, yang berasal dari mereka yang
mempunyai pola kehidupan sufistik. Kebenaran yang diperoleh melalui
pengamalan-pengamalan batin dalam kehidupan yang mistis dan dengan jalan
berkontemplasi.[1]
Dari
pengantar di atas tadi, terjadi di berbagi negara-negara Islam, khususnya
Baghdad, Mesir, dan Andalusia. Namun ada nilai positif dari perkembanganya yang
membuat negara ternagkat, seperti sisi politik, pendidikan, intelektualnya, dan
perpustakaan. Selain itu, masa keemasan dan kehancurannya tertuah dalam suatu sejarah,
dengan tujuan agar kita bisa menafsirkan, memahami, mengerti, dan belajar dari
mereka. Karena sejarah merupakan ilmu yang madiri. Mandiri artinya mempunyai
filsafat sendiri, permasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri.[2]
B.
Baghdad
Baghdad
terletak di se sebelah barat daya Benua Asia. Jumlah penduduknya mancapai
23.000.000 jiwa, dengan presentase kaum muslimin sebanyak 97% (sebagiannya
adalah pengikut Ahlus Sunnah dan sebagia lainnya adalah pengikut Syi’ah).
Disamping itu, terdapat sedikit orang-orang Masrani dan Yahudi. Negara ini
menyadarkan perekonomiannya pada minyak.
1.
Hubungan
Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Namun
dengan berkembangnya zaman, kegagalan yang dulu terulang lagi pada masa
setelahnya. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya peradaban kuno klasik. Di
antaranya adalah peradaban Sumeriah yang diserang oleh Al-Kasyi, kemudian
kekaisaran Asyuriyah yang diserang oleh Persia, Hailini, dan Romawi. Kemudian
Irak tergabung masuk dalam pemerintahan Islamiah, setelah kemenangan besar
al-Qadisiyah yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Setelah itu, tentara
Islam bertolak menaklukan kota-kota di Persia. Maka berakhirlah kekaisaran
Persia. Irak kemudian tunduk di bawah raja-raja Islam (Umayah dan Abbasiyah),
lalu datang arus penyerbuan Mongolia yang membumihanguskan negeri ini pada
tahun 1258 M.[3]
Disentrasi
dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di zaman bani Umayah. Akan
tetapi bicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat
perbedaan antara bani Umayah dan Abbasiyah. Wilayah kekuasaan bani Umayah,
mulai dari awal berdirinya samapai masa keruntuhannya, sejajar dengan
batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Berbeda dengan bani Abbas, keuasaannya
tidak pernah diakui oleh Spayol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang
bersifat sebentardan kebanyakan nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak
daerah tidak dikuasai.
Berkecamnya
polotik pada saat itu membuat dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri
dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbas, di antaranya adalah:
Ø Yang berbangsa Persia, seperti Thahiriyah di khurasan, Shafariyah
di Fars, Samaniyah di Transoxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihiyah.
Ø Yang berbangsa Turki, seperti Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di
Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan, Dinasti Seljuk.
Ø Yang berbangsa Kurdi, seperti al-Barzuqani, Abu Ali, Ayubiyah.
Ø Yang berbangsa Arab, seperti Idrisiyah di Maroko, Aghlabiyah di
Tunisia
Ø Yang mengaku dirinya sebagai khalifah, seperti Umawiyah di Spayol
dan Fathimiyah di Mesir.[4]
Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran baghdad di masa bani Abbas, sehingga
banyak daerah memerdekan diri adalah:
Ø Paham keagamaan
Ø Luasnya wilayah kekuasaan, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan.
Ø Profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
Ø Keuangan negara sangat sulit , karena biaya yang dikeluarkan untuk
tentara bayaran sangat besar.
Berakhirnya
masalah yang mencekam di Baghdad, setelah Irak dibawah otonomi Inggris. Raja
dan perdana menterinya diangkat langsung oleh Inggris. Kedua-duanya
bersama-sama menghadapi revolusi orang-orang Kurdi, kemudian Irak memperoleh
kemerdekaan pada tahun 1932 M.
Di
sisi pendidikannya, ada suatu Madrasah Nizamiah Baghdad yang didirikan di dekat
pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad pada tahun 457
H. Guru-guru madrasah ini diantaranya Abu Ishaq as Syiraji (guru tetap), Abu
Nasr as Sabagh, Abul Qasim al `Alawi, Abu Abdullah al-Thabari, Abu Hamid al
Ghazali, Radliyudin al Kazwaeni dan al Fairuz Abadi.
Selain itu ada Perguruan Tinggi Baitul
Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian
diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218 H). Di Baitul Hikmah bukan saja
diajarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu
alam, kimia, falaq, dan lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang
menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al-Maj`sthi (almageste) kitab karangan
Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli
falaq, dan pencipta ilmu al-Jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir,
seorang ahli ilmu Ukur, ilmu Bintang dan Falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan
buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab,
Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan
peneropong bintang yang disebut peneropong al-Ma`muni. Setelah wafat, maka
Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.[5]
Dilain sisi, Pengaruh gerakan terjemahan
terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi,
kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama
al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama
kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam
lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi
adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia
juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya,
ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga
seorang filosof berhasil
menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qoonuun
fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam
sejarah.
2.
Kemajuan
Intelektual
Dalam jangka waktu satu generasi
sejak didirikan, Baghdad telah menjadi pusat pendidikan dan perdagangan. Beberapa
sumber memperkirakan ia hanya memiliki lebih dari sejuta penduduk, meski yang
lainnya menyatakan bahwa angka sebenarnya bisa jadi hanya sebagian dari jumlah
tersebut. Sebagian besar penduduknya berasal dari seluruh Iran terutama dari Khorasan.
Pemerintahan Khalifah harun
Ar-Rasyid pemerintahan yang baik dan terhormat. Tidak ada khalifah yang paling
diminati oleh alim-ulama, para penyair, ahli-ahli fiqh, pembaca-pembaca
Al-Qur’an, juru-juri, dan penulis-penulis, selain daripada beliau. Beliu
mempunyai hubungan yang rapat dengan setiap orang, dan beliau seorang
sastrawan, penyair, dan pencipta cerita-cerita lama dan syair-syair. Contohnya dari
buku kisah-kisah dalam Seribu Satu Malam berlokasi
di Bagdad pada periode ini yang disebut "Madinat as-Salam" (Kota
Kedamaian) oleh Shahrazad dan mengisahkan pemimpinnya yang
paling dihormati, Kalifah kelima, Harun al-Rashid. Kisah
Seribu Satu Malam, termasuk cerita Sindbad yang termasyhur, melambangkan
kehebatan budaya Bagdad selama masa keemasannya sebagai pemimpin dunia Arab dan
Islam yang diakui.[6]
Di masa pemerintahannya Khalifah
Al-mansur dan pegawai-pegawainya sudah mempunyai gambaran di dalam kepala
mereka tentang suatu tempat yang istimewa untuk memperindah kota Baghdad dengan
hal-hal positif. Hal ini terealisasi, dan digali pula terusan yang membelah
negeri Iraq untuk pelayaran dan airnya bersumber dari sungai Furat. Dengan
demikian kota Baghdad berhubungan pula sungai Furat dan seterusnya ibukota
kerajaan Abbasiyah yang baru itu mempunyai hubungan melalui sungai dengan Asia
kecil dan Syiria.[7]
Belum dibangun kota Baghdad menjadi
sebuah kota makmur, maju, dan kaya dengan tamadun, ilmu pengetahuan dan
kebaikan, serta mendapat perhatian seluruh kaum Muslimin dan terkenal di
seluruh dunia. Dengan cepat pula kota ini menjadi tempat yang paling terkemuka
di bidang politik dan kegiatan sosial dan ilmu pengetahuan di Timur Tengah
seluruhnya. Ia terus mengenalkan kedudukannya untuk suatu tempo yang amat luas
di samping timbulnya berbagai keruwetan, ujian, dan dugaan. Dalam pengembangan
ilmu pengetahuan, ada beberapa ilmu pengetahuan yang terkenal masa itu, yaitu:
1) Ilmu Tafsir, 2) 3) Ilmu Qira`at, 4) Ilmu Hadits, 5) Ilmu Fiqh, 6) Ilmu Ushul
Fiqh, 7) Ilmu Kalam, 8) Ilmu Tasawuf, 9) Ilmu Tulen (Ilmu Matematika, di
antarnya yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al Khawarizmi yang menulis al
jabar dalam bukunya al-Jibr wal Muqabalah, al Qaslawi yang menggunakan
symbol dalam matematik, al-Tusi yang menunjukkan kekurangan teori eclideus. Dan
Ilmu Falaq, di antara yang terkenal adalah Muhammad al Fazzari, sebagai ahli
falaq Islam yang pertama dan penerjemah buku al-Sind Hind. Kemudian Abu
Ishaq bin Habib bin Sulaiman yang menulis buku Falaq dan mencipta alat-alat
teropong bintang, Musa bin Syakir yang menulis buku ilmu Falaq berjudul Kitab
al-Ikhwah al-Thalathah, Abu Ma`asyar bin Muhammad bin Umar al-Balkhi,
dengan bukunya al-Madkhal ila ahkam al-Nujum, dan Ibnu Jabir al-Battani,
salah seorang pelopor trigonometri), 10) Ilmu Musik, seperti al Kindi al
Farabi, dan Ibnu Sina, 11) Ilmu Kealaman dan Eksperimental (Ilmu Kimia, Ilmu
Fisika, Ilmu Biologi), 12) Ilmu Terapan dan Praktis (Ilmu Kedokteran, Ilmu
Farmasi, Ilmu Pertanian).
Para sarjana muslim telah
mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui metode
observasi dan metode histories (sejarah) sebagaimana yang dikembangkan Ibnu
Khaldun. Dalam bidang kebudayaan pada umumnya Islam telah mempersembahkan
kepada dunia, suatu tingkat budaya tinggi yang menjadi mercusuar budaya umat
manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bidang arsitektur sangat menonjol
bangunan-bangunan masjid dan istana-istana yang indah.[8]
3.
Kemajuan Perpustakaan
Kesadaran
akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi
terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan
bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu. Khlaifah waktu itu bermimpi, dan konon
mimpi inilah yang menjadi inspirator bagi Khalifah al-Ma’mun untuk memperkaya
Perpustakaan Bait al-Hikmah dengan buku-buku filsafat Yunani.
Sebagaimana sudah disebutkan di muka bahwa dari segi istilah yang berbeda-beda,
kepustakaan Islam menunjukkan perkembangan dan kematangan (kemajuannya).
Istilah Bait al-Hikmah menjadi sangat populer dalam sejarah dan
peradaban Islam, karena ia lahir dan berkembang pesat pada masa puncak kemajuan
peradaban Islam di Baghdad, Irak. Berbagai periwayatan menyebutkan bahwa perpustakaan
Bait al-Hikmah dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada awal
abad ke-3 H./awal abad ke-9, yang mana berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam, baik
ilmu-ilmu keagamaan, seni dan kesusasteraan, filsafat, Astronomi, Kimia,
Al-Jabar dan yang lainnya tengah mencapai perkembangannya yang pesat.[9]
Perpustakaan
Baitul Hakam di Bagdad menyerupai Universitas yang bertujuan untuk membantu
perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks
penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.
Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad. Perpustakaan ini menyerupai universitas
yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan
mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad
berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.[10]
C.
Mesir
Mesir
merupakan penduduk campuran dari bermacam-macam ras, agama, budaya dan
peradaban. Dan juga mesir merupakan daerah di belahan Timur yang terbanyak
dikunjungi dan derasnya arus gelombang pengaruh Barat dengan bibit-bibit
peradaban Eropa. Mesir sebelum ditaklukan oleh Napoleon berada dibawah
kekuasaan Turki Usmani dan sebagian di bawah pengaruh atau kekuasaan Mamluk.
Asal-usul
kaum mamluk dari daerah pegunungan Kaukasus yaitu daerah pegunungan yang
berbatasan antara Rusia dan Turki. Mereka didatangkan ke Istambul atau Mesir
untuk dididik menjadi militer. Dalam perkembangan selanjutnya kedudukan mereka
dalam kemiliteran meningkat bahkan di antara mereka ada yang dapat mencapai
jabatan militer yang tertinggi.[11]
Di
Mesir, mereka ditempatkan di pulau Raudhah di sungai Nil untuk menjalani
kemiliteran dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk
bahri, saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang
berasal dari suku Kurdi.[12]
Salah satu hal yang unik dari sejarah Dinasti Mamluk adalah adanya ambisi untuk
menjadi sultan dari seorang wanita yang bernama Syajar Ad-Durr. Dia adalah
istri Sultan Bani Ayyub, ia mengambil alih kekuasaannya setelah suaminya
meninggal dunia ketika pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyati.
1.
Hubungan
Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Dari
pemerintahan Usmani dan dari masyarakat yang Islamis Mesir berkembang menjadi
sebuah negara yang sekuler. Evolusi ini bermula dengan reformasi pemerintahan,
meskipun dalam perkembangannya evolusi ini sempat terganggu oleh pendudukan
Inggris pada tahun 1882-1952. Lantaran tidak mampu mengatasi beberapa dilema
pemerintahan dari pengaruh asing, yang ditandai dengan perselisihan nasionalis
dan orientasi politik Islam, akhirnya elit liberal ini digulingkan dan
digantikan oleh generasi militer nasionalis Arab yang membentuk rezim militer
dan sosialis yang berkuasa di Mesair sampai sekarang.[13]
Adapun pemimpin Mesir yang membawa kemajuan adalah:
Ø Masa Napoleon
Napoleon
menyerbu Mesir pada tanggal 2 Juli 1798. Mula-mula mendarat di Iskandariyah dan
dalam waktu tiga minggu Napoleon dapat menguasai seluruh Mesir. Adapun
tujuannya adalah ingin mengikuti jejak Alexander yang pernah menguasai Eropa
dan Asia sampai ke India. Selain itu, mereka ingin memasarkan hasil produksi
industri ke Prancis.
Mereka
juga membawa dua set alat percetakan (alat cetak bahasa Arab dan bahasa Latin)
hasil rampasan Napoleon di vatican, disamping itu dibawa pula 600 orang sipil
yang di antaranya terdapat 167 orang ilmuwan-ilmuwan dalam berbagai disiplin
ilmu.[14]
Institut d’Egypte boleh dikunjungi oleh Mesir.
Melalui Institut inilah terjadi persentuhan budaya atau peradaban dan agama. Hal
ini pertama kali kontak langsung dengan orang Eropa yang masih asing bagi
mereka.
Peralatan
Institut ini seperti mikrosop, teleskop atau alat-alat percobaan lainnya serta
kesungguhan kerja orang Prancis, dan meruapakan hal yang asing dan menabjubkan
bagi orang Mesir. Keberhasilan lainnya yang telah dicapai oleh orang sipil
Prancis:
a)
Membuat saluran
air dalam di lembah sungai Nil, sehingga hasil pertaniannya berlipat ganda.
b)
Di bidang
sejarah, ditemukan batu ukir yang terkenal dengan Rossetta Stone.
c)
Di bidang
pemerintahan, merambahnya ide sistem pemerintahan yang kepala negaranya dipilih
dalam waktu tertentu dan tunduk pada perundang-undangan.[15]
Ø Masa Muhammad Ali Pasya
Di
masa puncaknya Napoleon, hal ini semua menyadarkan umat Islam di Mesir bahwa
kebudayaan dan peradaban Barat kala itu lebih tinggi. Orang pertama yang
membuka jalan pembaharuan di Mesir adalah Muhamad Ali Pasya yang beberapa
kemudian diakui sebagai “The Founder of Modern Egypte”.[16]
Sejak
masa kecilnya, ia sudah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga ia
tidak mempunyai waktu untuk sekolah, dengan demikian ia tidak pandai baca
tulis. Dengan kerajianannya dalam bekerja sebagai pemungut pajak (setelah
dewasa), ia disenangi oleh Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Dan
ia diterima menjadi anggota militer hingga ia diangkat menjadi perwira. Selain
itu beliau mengalahkan Napoleon pada tahun 1801.
Dalam
hal ini, beliau berusaha menciptakan sebuah kekuasaan diktator yang memusat
yang dibangun di atas pasukan militer Turki, Kurdi, Circassia, dan beberapa
pasukan milter lainnya yang telah menjadi anggota keluarga pribadinya.[17]
Dengan demikian, beliau menyusun politik, antara lain:
a)
Politik Luar
Negeri
Pada
tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Prancis, dan Austria.
Yang dipentingkan adalah ilmu-ilmu kemliteran, arsitek, kedokteran, dan
obat-obatan. Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi negara, akan tetapi
sistem politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.
b)
Politik Dalam
Negeri
Agar
Mesir jauh dari keterpurukan, maka Muhammad Ali membuat pembaharuan politik dalam
negeri, yaitu:
1)
Membangun
Kekuatan Militer dengan mengundang para ahli militer Barat untuk melatih
angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim missi ke luar negeri (Eropa) guna
mempelajari ilmu kemilteran.
2)
Bidang
Pemerintahan meniru pemerintahan Prancis, ia mempunyai penasehat politik,
tetapi putusan terakhir terletak di tangannya.
3)
Ekonomi. Beliau
menyadari Mesir adalah negara agraris, maka ia membangun irigasi al-Khatiri
al-Khairiyah, hingga mendatangkan bibit kapas dari India dan Sudan,kemudian mendirikan
pabrik-pabrik. Keduanya meerupakan komoditas yang laku pesat dalam pasaran
internasional.[18]
4)
Pendidikan.
Ø Masa Al-Tahtawi
Al-Tahtawi
adalah Rifa’ah Badawi Rafi’i al-Tahtawi. Ketika berumur 16 tahun ia pergi ke
Cairo untuk belajar di Al-Azhar, selama 5 tahun menuntut ilmu, ia dapat
menamatkan studinya. Dan ia seorang pembawa pembaharuan yang besar pengaruhnya
pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berperan sekali dalam usaha-usaha
gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya.
Salah
satu jalan untuk kesejahteraan menurut beliau adalah berpegang pada agama dan
akhlaq (budi pekerti). Untuk pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia
yang berkepribadian dan patriotik dengan istilah hubbul wathan yaitu
mencintai tanah air.[19]
Ø Masa Jamaluddin Al-Afghani
Menurut
silsilah, beliau keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui Saidina
Ali ra. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengkaji al-Qur’an dari
ayahnya sendiri, besar sedikit lagi bahasa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan
seorang ilmu Tafsir, ilmu hadits dan ilmu Fiqh yang dilengkapi pula dengan ilmu
Tasawuf dan ilmu Ketuhanan, kemudian dikirim ke India untuk mempelajari ilmu
pengetahuan modern (Eropa).
Setelah
ia kembali ke Mesir, ia mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain
yang pokok:
a)
Musuh utama
adalah penjajah (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib.
b)
Umat Islam harus
menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
c)
Untuk mencapai
tujuan itu umat Islam harus bersatu (Panislamisme).
Untuk
mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas adalah:
a)
Rakyat harus
dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b)
Orang harus
yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat/derajat budi luhur.
c)
Rukun Iman
harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan kehidupan manusia bukan sekedar
ikutan belaka.
d)
Setiap generasi
umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada
manusia-manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan juga
menegakkan disiplin.[20]
Pokok-pokok
pemikiran beliau, ingin membangkitkan kesadaran Muslim terhadap ancaman
penguasa-penguasa Muslim yang bersekongkol dengan intervensi pihak Kristen.
Adapaun tujuan utamanya adalah menggerakkan perlawanan terhadap kekuatan Eropa.
Ia menginginkan pemulihan zaman keemasan Islam masa silam. Menurut pandangan
beliau, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan memerlukan solidaritas dan
kekuatan. Selain iitu kaum muslim harus menjadi masyarakat ilmiah modern dan
cakap secara teknik.[21]
Ø Masa Syekh Muhammad Abduh
Muhammad
abduh mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai
keturunan dengan Umar bin Khattab. Ia merupakan alumnus al-Azhar Cairo, dan
disinilah ia bertemu dan berkenalan dengan Sayid Jamaluddin al-Afghani hingga
ia menjadi muridnya. Ia belajar filsafat dibawah bimbingan gurunya dan di masa
itulah ia membuat karangan untuk harian al-Ahram. Beberapa kemudia ia diangkat
menjadi dosen di al-Azbagi konsep nasionalis yang lebih sekuler har disamping
itu ia mengajar di Universitas Darul Ulum.
Beliau
juga menyusun gerakan yang bernama “Al-Urwatul Wusqa” suatu gerakan kesadaran
umat Islam sedunia. Untuk mencapai tujuan gerakan itu dibuatlah (diterbitkan)
sebuah majalah dengan nama organisasi ini juga. Melalui majalah itulah
ditiupkan suara keinsyafan ke seluruh dunia Islam, supaya mereka bangkit dari tidurnya. Pokok-pokok pikiran
Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:
a)
Aspek
kebebasan, antara lain: Nasionalisme Arab dan dititik beratkan pada pendidikan.
Kesadaran rakyat bernegara dapat disadarkan melalui pendidikan, surat kabar,
majalah dan sebagainya.
b)
Aspek
kemasyarakatan, antara lain, usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk
mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya.
c)
Aspek
keagamaan. Beliau membebaskan dari taqlid adalah membuka kembali ijtihad,
dengan bersemangat sehingga sampai berpendapat, bahwa zahir nash bertentangan
dengan akal manusia yang sehat.
d)
Aspek
pendidikan antara lain, al-Azhar mendapat perhatian perbaikan, demikian juga
bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.[22]
Ø Masa Rasyid Ridha
Sayid
Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husien, cucu Nabi Muhammad SAW,
oleh karena itu ia memakai gelar “Sayid” di depan namanya. Ayahnya seorang
ulama dan penganut Tarekat Syazilliah, karena itu beliau pada waktu kecilnya
selalu mengenakan jubah dan sorban, ia tekun dalam pengajian dan wirid
sebagaimana kebiasaan pengikut Tarekat Syazilliah. Disamping itu ia banyak pula
dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui
majalah al-Urwatul Wusqa. Ia sadar bahwa tujuan majalah itu mengadakan
pembaharuan di bidang agama, ekonomi, sosial, dan memberantas takhayul dan
bid’ah-bid’ah yang masuk dalam tubuh umat Islam, menghilangkan paham fatalisme
yang ada dalam tubuh kalangan umat Islam serta paham-paham yang salah yang
dibawa oleh tarekat-tarekat/tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela
umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat.
Ia
juga menyadari pertentangan yang semakin ada di antara nasionalisme dan
kesetiaan kepada persatuan Islam. Dan memecahkan masalah tersebut dengan
menyatakan bahwa kepentingan politik Arab identik dengan kepentingan politik
secara keseluruhan, adanya sebuah negara Arab merdeka akan menghidupkan kembali
bahasa dan hukum Islam, apabila ada konflik, maka ia akan mengutamakan
kewajiban agama daripada kewajiban nasional. Oleh karena itu ia tidak mendukung
ide-ide nasionalisme.[23]
2.
Kemajuan
Intelektual
Mesir
mencapai keemasannya, ketika Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar disekolah.
Waktu-waktu perkuliahan disampaikan dengan bahasa arab. Munculnya gerakan
menghidupkan warisan budaya lama dan menghidupkan penggunaan kosakata asli yang
berasal dari bahasa fusha. Dengan adanya gerakan yang yang telah berhasil
mendorang penerbit dan percetakan dinegara-negara arab untuk mencetak kembali buku-buku
sastra arab dari segala zaman dalam jumlah yang sangat besar dan berhasil pula
menerbitkan buku-buku dan kamus bahasa arab. Munculnya kesadaran dari
intelektual arab yang mempertahankan bahasa Arab dari berbagai kritikan
terhadap bahasa arab yang datang dari non arab atau dari orang arab sendiri
untuk mempertahankan bahasa arab, tidak hanya sebagai bahasa agama, melainkan
sebagai bahasa nasional dan diwujudkan melalui: 1) adanya usaha-usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa arab seperti Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah tahub 1934
di Mesir. 2) Mendirikan lembaga pendidikan khususnya pengajaran bahasa arab
seperti Al -Azhar jurusan bahasa arab.[24]
Ø Masa Napoleon
Di
masa pemerintahannya, ia telah menerbitkan majalah “Le Courierd Egypte” yang
diterbitkan oleh seorang pengusaha prancis yang ikut rombongan ekspedisi
Napoleon.[25]
Ø Masa Muhammad Ali Pasya
Walaupun
Muhammad Ali tidak pandai baca tulis, tetapi antisipasinya jauh kedepan. Ia
menyadari bahwa Timur di kala itu jauh ketinggalan dari dunia Barat dalam
segala bidang Ilmu pengetahun dan faktor penyebabnya adalah pendidikan. Maka
demi mengantisipasi Mesir di jatuhkan oleh orang Barat lagi, beliau pengirim
orang mesir untuk belajar ilmu pengetahuan, di dalam negeri didirikan sekolah
sekolah Militer (1815), sekolah Teknik (1816), sekolah Kedokteran (1927),
Farmasi (1829), guru-gurunya didatangkan dari Barat.[26]
Ø Masa Al-Tahtawi
Al-Tahtawi
belajar di Paris, dan sempat menerjemahkan sebayak 12 buah buku risalah,
diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Makedonia, buku mengenai
pertambangan, akhlaq, adat-istiadat berbagai bangsa, buku ilmu bumi, risalah
ilmu teknik, hak-hak manusia, dan risalah tentang kesehatan jasmani, dan disana
berkesempatan pula memperdalam sejarah.
Setelah
kembali ke Mesir, ia membuktikan dirinya pada bidang pendidikan dan penerjemah.
Ia diangkat sebagai guru bahasa Prancis dan penerjemah di sekolah kedokteran.
Selain itu ia menjadi penerjemah buku-buku tentang ilmu teknik dan kemileteran.
Pada
tahun 1836 ia mendirikan sekolah penerjemah yang diberi nama sekolah
bahasa-bahasa asing. Bahasa yang diajarkan adalah Arab, Prancis, Turki, Itali,
dan juga ilmu-ilmu teknik, sejarah serta ilmu bumi. Kepala sekolah diserahkan
pada beliau. Ia menerjemahkan undang-undang Prancis ke dalam bahasa Arab,
menerbitkan karya-karya Ibn Khaldun dan tafsir al-Qur’an karya ulama-ulama
besar dan menerbitkan majalah pendidikan dan memasukkan pokok-pokok pikirannya.[27]
Disamping
aktivitas lapangan penerjemahan, ia juga mempunyai aktivitas dalam
tulis-menulis. Beliau pernah menjadi pemimpin surat kabar resmi pemerintah
Mesir “Al-Waqa’iul Misriyah” yang bukan saja memuat tentang berita-berita
resmi, tetapi juga pengetahuan-pengetahuan tentang kemajuan Barat.
Ø Masa Jamaluddin Al-Afghani
Selama
8 tahun beliau menetap di Mesir dan ia pergi ke Paris, disini ia mendirikan
perkumpulan “Al-Urwatul Wusqa” yang anggotanya terdiri dari orang-orang Islam
dan India, Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Tujuannya adalah
memperkuat rasa persaudaraan islam, membela Islam dan membawa Islam kepada
kemajuan.
Beliau
memberlakukan tipe peradilan Eropa MeIa menerbitkan majalah “al-Urwatul Wuswa”
yang diterbitkan oleh perkumpulan ini. Majalah ini cukup terkenal dan bahkan
sampai ke Indonesia, tetapi tidak lama kemudian terpaksa dihentikan, karena
dunia Barat melarang penyebarannya ke negara-negara Islam yang berada di bawah
kekuasaannya.[28]
Ø Masa Syekh Muhammad Abduh
Di
masanya, beliau pernah diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah
Mesir yang bernama Al-Waqa’il Mishriyah, yang dibantu oleh Sa’ad Zaglul
Pasya. Dengan majalah ini beliau mendapat kesempatan yang lebih luas menyampaikan
ide-idenya, melalui artikel-artikelnya yang sangat dan tinggi nilainya tentang
ilmu agama, filsafat, kesusatraan, dan lain-lain.
Ia
juga memberlakukan tipe peradilan Eropa-Mesir, mendirikan beberapa sekolah dan
perguruan tinggi sekuler, sejumlah perpustakaan, teater, gedung opera.
Sedangkan sistem madrasah menambah pengetahuan agama pada sekolah-sekolah umum,
sehingga jurang pemisah yang mungkin timbul antara kedua lembaga pendidikan.[29]
Beliau
membuka jalan bagi konsep nasionalis yang lebih sekuler mengenai identitas dan
politik Mesir. Kelompok intelengensianya adalah Mustafa Kamil meraih pendidikan
sarjana Hukum Prancis, Luthfi al-Sayyid berasal dari keluarga kampung yang
menekuni studi al-Qur’an dan Hadits dan menekuni studi hukum, dan Sa’ad Zaglul
anak seorang kepala kampung yang semula menekuni studi agama.[30]
Ø Masa Rasyid Ridha
Rasyid
Ridha pernah menerbitkan majalah yang diberi nama “al-Manar” untuk
menyebarluaskan ide-idenya dalam usaha pembaharuan.
3.
Perkembangan
Perpustakaan
Dalam
hal agama dan peranan ulama, seorang khalifah menghendaki agar para ulama
selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan modern. Hal ini menghasilkan sebuah karya terpenting, antara lain:
a)
Takhlisul
Abriiz ila takhlishu bariiz.
b)
Manahijul bab
al-mishriyah fi manahijul adab al-ashriyah.
c)
Al-Mursyid
al-amin lil banaat wal banien
d)
Al-Qaulus sadid
fiijtihadi wat taqliid
e)
Anwar taufiq
al-jalil akhbari Mishra wa tautsiq bani Isra’il.[31]
Dengan
banyak sebuah karya ilmuwan Mesir. Maka pemerintah mendirikan perpustakaan
yang diberi nama Alexandria. Di Mesir perpustakaan telah lama di kenal orang.
Suatu bukti yaitu dengan adanya sebuah perpustakaan mesir milik Raja Ramses.
Perpustakaan kuno yang sangat termansyur di mesir ialah perpustakaan yang
didirikan di Alexandria oleh raja Ptolemey (ptolemaeus) Soter raja pertama
dinasti Diadoch. Perpustakaan ini menjadi sangat besar di bawah para
penggantinya Ptolemey Philadelphus dan Ptolemey Eurgetes.[32]
Perpustakaan tersebut dibangun
Ptolemey dengan maksud mengumpulkan dan memelihara selengkapnya semua karya kesusastraan
Yunani. Koleksi yang dimiliki pepustakan Alexsandria kira-kira 490.000 gulungan
pada masa Callimachus dan kira-kira 700.000 gulungan pada masa Caesar yang
sebagian disimpan di Museum istana, yaitu Bruchin sebanyak 4900 rol dan 42000
rol disimpan di Seapium yang merupakan anak perpustakaan.
Namun demikian, diantara sejarawan
telah mengarahkan kesalahan kepada para penakluk Arab di Mesir atau berburuk
sangka kepada mereka sehubungan dengan pembakaran perpustakaan di kota Iskandariah
(ibukota bumi Mesir dan ibukota kedua Imperium Romawi Timur sesudah
Konstantinopel). Para sejarawan yang berpendapat bahwa pembakaran perpustakaan
Iskandariah dilakukan oleh Amr bin
Al-Ash atas instruksi dari Khalifah Unar bin Khattab. Tapi hal ini berbalik,
mereka mengemukakan bahwa Abdullah bin Thahir telah melenyapkan berbagau kitab
Persia karangan orang-orang Majusi. Sama dengan tindakan di atas adalah
tindakan Hulako Al-Tatar pada tahun 656 H yang telah menghayutkan gudang-gudang
buku ke sungai Tigris. Pembakaran perpustakaan Iskandariah membuktikan akhlaq
kaum Muslimin tidak respon kepada terhadap ilmu.[33]
D. Andalusia
Sebelum
Islam masuk ke Spayol, sekitar abad ke-5 M, bangsa Jerman mendatangi
Semenanjung Iberia. Pada waktu Spayol dikuasai oleh oleh mereka, yang mana pada
waktu itu Toledo dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Visigoth, dan Katholik
sebagai agama resmi di Spayol.
Pada
awal abad ke-8 M, para pendatang baru berdatangan ke daratan Eropa (Spayol).
Pendatang tersebut adalah bangsa Arab yang membawa agama Islam. Sejak ekspansi
Bani Umayah pada tahun 711 M. yang dipimpin oleh Thariq bin Zihad, Spayol
menjadi bagian wilayah kekuasaan Islam. Umat Islam berkuasa di Spayol hampir
delapan abad, yaitu tahun 711-1492 M.[34]
Ekspansi
umat Islam ke Spayol terjadi masa Al-Walid menjabat khalifah (705-715 M), ia
mengizinkan gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spayol dengan
berjumlah 7.000 orang. Tentara tersebut sebagai besar terdiri atas orang
Barbar.
Adapaun
kawasan yang ditaklukan oleh tentara Islam pada zaman bani Umayah di Spayol
dikenali dengan andalus (andalusia). Ia dianggap sebagai salah
pemerintahan Islam yang luas yang memanjang dari Andalus hingga ke Asia Tengah
dan Punjab yang diperintah oleh seorang khalifah. Penduduk bukan Islam dianggap
sebagai Dhimmi (orang-orang kafir yang diberi perlindungan oleh
pemerintah). Kaum Dhimmi dikenalkan membayar jizyah yaitu cukai
perlindungan, kadar cukai perlindungan ini adalah kecil dan tidak menjadi suatu
bebanan kepada masyarakat.
Struktur
masyarakat Andalusia terdiri daripada berbagai kaum, yang tersebar ialah kaum
Barbar, Arab, penduduk tempatan, penganut-penganut agama Kristen dan Yahudi.
Tapi saat berakhirnya masa bani Umayah pada tahun 750 M, orang-orang non Arab
yang memeluk agama Islam dikena dengan sebagai mawali (tunggal mawla).
Kaum mawali pada kebiasaannya bernaung di bawah kabilah-kabilah Arab. Mereka
dianggap sebagai golongan masyarakat bawahan dan menerima elaun yang rendah
berbanding dengan orang Arab.[35]
Istilah
lain mawali adalah budak tahanan, pedagang yang diupah, dan menyatu ke dalam
keluarga lokal. Namun pada akhir abad ke-9 bahasa arab digunakan secara luas
oleh penduduk pribumi dan disana terdapat sejumlah orang yang berpindah ke
agama Islam (muwalladun). Lantaran muslim pemula bercampur baur, maka
terjadi upaya pembedaan antara elite Arab asli dengan Arab asimilasi, dan
terbentuklah sebuah masyarakat Hispano-Arab.[36]
1.
Hubungan
Politik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Pada
sekitar permulaan abad ke-8 M, Spayol telah membuka cakrawala baru dalam sejarah
Islam. Dalam rentang waktu selama kurang lebih tujuh setengah abad, umat Islam
di Spayol telah mencapai kemajuan yang pesat, baik di bidang ilmu pengetahuan
maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada masa itu. Hal
ini ditandai dengan banyaknya mermunculan figur-figur imuwan yang cemerlang di
bidangnya masing-masing sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi rujukan
para akademisi, baik di barat maupun di timur.
Pada
abad pertengahan Arab Spayol adalah guru Eropa dan Universitas Cordova, Toledo,
sedangkan Seville berfungsi sebagai sumber asli kebudayaan Arab, non Arab,
muslim, Kristen, Yahudi, dan agama lain. Cordova sebagai ibukota Spayol
merupakan pusat peradaban Islam yang tinggi yang dapat menyamai kemasyhuran
Baghdad di timur Kairo di Mesir. Hal ini terjadi karena Eropa masih sangat
terbelakang dan diliputi kegelapan, serta kebodohan.[37]
Pendidikan
merupakan bidang yang penting walaupun tidak ada sistem pendidikan, namun
kegiatan penyelidikan dan pembelajaran amat digalakkan oleh kerajaan Bani
Umayah di Spayol. Salah satunya galakannya adalah mendirikan masjid-masjid
sebagai pusat ibadah dan juga tempat menimba ilmu pengetahuan. Selain itu
memberikan kepada para ilmuan yang dari dalam atau dari luar Spayol, Arab atau
bukan Arab datang mengajar di masjid-masjid tersebut. Penyebaran ilmu-ilmu
pengetahuan banyak berlaku selepas zaman Abd Al-Rahman Al-Dakhil.
Adapun
sistem pendidikannya terbagi pada tiga tahap, yaitu rendah, menegah, dan
tinggi. Pada peringkat rendah (ibtida’iyah dan i’dadiyah) pelajar-pelajar
diajar membaca al-Qur’an dan tatabahasa Arab. Biasanaya ditempatkan di
masjid-masjid. Guru-guru yang mengajar tidak diberikan gaji tetap, tetapi
sekedar menerima elaun yang dibayar oleh murid-murid secara sukarela. Selain
itu muridnya diajarkan menulis dengan menggunakan pena dan dakwat dan mereka
menulis diatas kayu licinyang boleh di padam dengan kain kesat. Pendidikan
peringkat rendah ini dilakukan secara terbuka.
Peringkat
menengah (thanawiyah) pula dijalankan secara persendiri dan tidak mempunyai
sukatan pelajaran tetap. Oleh sebab itu sukatan pelajarannya berbeda-beda
antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, ada yang rendah dan ada yang
tinggi. Bagi yang tinggi khusus kepada pelajar-pelajar yang bijak dan berminat
sahaja. Mata pelajarannya yang diajar ialah tatabahasa (nahwu), sastra,
sejarah, hadits, fiqh, ilmu kesehatan praktikal, matematik, astronomi, akhlaq,
metafisik, dan khat. Pelajar yang lulus mendapatkan diploma atau ijazah.
Peringkat
tinggi atau universitas yang bermula diwujudkan pada zaman Al-Hakam II. Instusi
pengajian tinggi ini diwujudkan informal yang dikendalikan oleh sekumpulan
profesor. Ia hanya mengendalikan kursus-kursus di Cordova dan Toledo. Kedua
tempat ini merupakan pusat pendidikan utama bagi siswa di barat Eropa.[38]
Dengan
berkembangnya zaman, pemerintah menghadapi beberapa pemberontakan. Siasat
politik yang pemerintah pakai, antara lain:
Ø Menumbuhkan pasukan tentara bertaraf profesional. Pasukan ini
kebanyakan terdiri daripada kaum-kaum hamba.
Ø Menyatupadukan rakyat yang berbilang kaum dan agama menerusi ajaran
Islam.
Ø Menjalankan dasar pemerintahan yang tegas serta mengambil tindakan
serta-merta terhadap sesiapa yang mencoba menggugat kesetabilan negara.
Ø Mendirikan markas-markas tentara yang kuat bagi tujuan
mempertahankan negara daripada serangan dalam dan luar negara.
Ø Mengadakan pembangunan instratruktur dan intelektual serta
meninggikan ekonomi negara menerusi projek-projek pertanian dan perdagangan.
Ø Melantik pemimpin-pemimpin yang berkaliber.
Ø Mengadakan beberapa ekspedisi di bagian utara Spayol.[39]
2.
Kemajuan
Intelektual
Dari
keterangan diatas tadi, sangat jelas bahwa Andalusia berkembang pesat, sehingga
menghasilkan pelopor-pelopor intelektual yang hebat, khususnya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Adapaun buah karnya adalah:
Ø Filsafat
Dengan
adanya dukungan politis dari penguasa, akhirnya Cordova, mampu berdiri sejajar
dengan Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dan
melahirkan banyak filosof terkenal yang wacana perenungan dan pemikirannya
mewarnai struktur bangunan ilmu pengetahuan sampai abad sekarang.
Tokoh-tokoh
filsafat yang lahir pada masa itu, antara lain Abu Bakri Muhammad Ibn As-Sayiqh
yang lebih dikenal Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah
melalui pemikirannya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat
etis dan eskatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui
berbabagi karya filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzhan. Para filosof
lainnya adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn Rusyd yang
juga dikenal ahli fiqh.[40]
Ø Sains
Spayol
Islam Banyak melahirkan tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika,
pakar yang sangat terkenal adalah Ibn Sina. Ia juga dikenal sebagai teknokrat
dan ahli ekologi. Bidang matematika juga malhirkan nama Ibn Saffat dan
Al-Kimmy.
Dalam
bidang fisika dikenal seorang tokoh Ar-Razi. Dialah yang meletakkan dasar ilmu
kimia dan menolak kegunaan yang bersifat takhayul. Ia menemukan rumusan
klasifikasi binatang, tetumbuhan, numerial. Dan juga ia membuat substansi dan
proses kimiawi, sebagian darinya seperti dan kritalisasi yang sekarang
digunakan.
Dalam
bidang kimia dan astronomi, selain Abbas Ibn Farmas, juga dikenal Ibrahim Ibn
Yahya An-Naqqosh. Yang pertama dikenal sebagai penemu pembuatan kaca dari batu
dan yang kedua sebagai orang yang dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahri. Di bidang kedokteran, Spayol melahirkan pakarnya, yaitu Zahrawi yang
menemukan pengobatan lemah syahwat, pembedahan, dan lain-lain.[41]
Ø Bahasa Sastra dan Musik
Bahasa
Arab dengan dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong
lahirnya minat yang besar masyarakat Spayol. Hal ini dibuktikan dengan
dijadikannya bahasa resmi, bahasa pengantar, bahasa ilmu pengetahuan, dan
administrasi.[42]
Adapun
para pakar dalam bidang bahasa dan sastra, seperti Al-Qali dengan karyanya
Al-Kitab Al-Bari fi Luqoh, Az-Zubaidy ahli tata bahasa dan filologi dan masih
banyak lagi.
Dalam
bidang seni, indikasi kemajuannya adalah berdirinya sekolah musik di Cordova
oleh Zaryab. Ia merupakan artis terbesar pada zamannya, siswa sekolah musik
Ishak Al-Mausuli dari Baghdad. Hal ini, merupakan pencetus bermunculannya
didirikannya sekolah musik yang banyak di Spayol.
Selain
itu lahirnya model-model syair spayol yang khas, sehingga memunculkan pujangga
baru mengembangkan lirik arab, dan terkadang sebuah kharja dalam dialek
bahasa Romawi. Bait yang berbahasa Arab biasanya merupakan sajak cinta,
bertemakan perihal kehidupan istana yang menekankan unsur kelaki-lakian, kharja
biasanya menyuarakan kehidupan kelas bawahan, atau menggambarkan budak
wanita Kristen, dan inspirasi kewanitaannya lebih menonjol.[43]
Ø Kesenian
Sejak
pembukaan sehingga tahun 976 M boleh dianggap sebagai tahap pembinaan tamadun
Islam di Spayol. Dalam tempo tersebut telah terbina masjid besar di Cordova.
Masjid ini dibina dengan begitu rupa sehingga mengagumkan dunia.
Keistimewaannya adalah dari segi kehalusan dan keindahan seni binanya yang
tidak dijangkakan pada waktu itu.ia pernah disifatkan salah satu keajaiban seni
dunia.[44]
Masjid
Cordova tersebut antara 961-966 diperindah oleh para pekerja mosaik, yang
memberinya sebuah interior yang indah dan menakjubkan. Sebagaimana masjid Damascus,
masjid Cordova merupakan lambang perpaduan antara nilai-nilai arsitektur lama
dengan unsur-unsur peradaban muslim mereka yang menonjol. Pada abad ke-10
khalifah membangun sebuah kota kerajaan yakni madinat al-Zahrab, sebuah kota
yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertanaman yang megah yang
menandingi keindahan komplek istana Baghdad.[45]
Ø Sejarah dan Geografi
Dalam
bidang sejarah dan geografi. Spayol Islam khususnya wilayah Islam bagian barat
telah melahirkan penulis terkenal, seperti Ibn Zubair dari Valencia, yang telah
menulis sejarah tentang negeri-negeri muslim Mediterania serta Sisilia. Ibn
Al-Khathib dari Tunis adalah seorang perumus filsafat sejarah. Contoh lain
dalam bidang ini adalah Tarikh Iftitah Al-Andalus, sebuah karya besar
yang ditulis oleh Ibn Qutyah. Selain itu juga, ada Ibn hayyan yang buah
karyanya mesih eksis sampai saat ini, yaitu Al-Muqrabis fi Tarikh Ar-Rizal
Al-Andalus.[46]
Ø Ekonomi
Pada
abad ke 9-10, perkenalan dengan pertanian dan irigasi yang didasarkan pada
pola-pola negeri timur mengantarkan pada pembidayaan sejumlah tanaman pertanian
yang dapat diperjualbelikan, meliputi buah ceri, apel, delima, ara, kurma,
tebu, pisang, kapas, rami, dan sutera.
Tipe
irigasi Yamani diterapkan di wilayah Oasis sebagaimana pada di Valencia
membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu. Hal ini mengangkat
kepala irigasi lantaran beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami
kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan
internasional.[47]
Ø Tasawuf
Selepas
kematian Ibn Rusyd (1198 M) pengaruh falsafah mula menurun. Kemerosotan ini
adalah karena tekanan pihak pemerintah yang dipengaruhi oleh ulama-ulama
madzhab Maliki terhadap ahli falsafah di Spayol. Dengan kejadian ini, maka
Muhyidin Ibn Al-Arabi, atau lebih dikenali sebagai Ibn Al-Arabi. Di Spayol
mendapat gelar Ibn Suraaka. Beliau seorang ahli tasawuf Islam terkemuka dan
telah diberi gelar Al-Syeikh Al-Akhbar (ulama agung). Ia seorang pengembara dan
belajar dari berbagai ulama. Mereka ini menganut berbagai madzhab seperti
madzhab Hambali, Zahiri, dan Batini.
Hasil
pengembaraannya beliau, bisa menyetabilkan permasalahan ini, sehingga hasil
pemikirannya digabung dengan pemikiran falsafah Yunani dan ajaran agama
Kristen. Beliau sering menggunakan konsep Logos yang melambangkan
hakikat nabi Muhammad SAW. Akan tetapi pada konsep ini, beliau berpendapat
bahwa semua kejadian adalah satu dan berasal daripada satu sahaja yaitu Allah
yang menjadikan segala kejadian. Kewujudan Allah adalah kewujudan hakiki,
manakala kewujudan alam adalah kewujudan wahmi. Ringkasannya, Allah dan alam
adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Konsep Wahdah al-Wujud
ini berlawanan dengan konsep wahdah al-Syuhud (kesatuan penyiksaan), yakni alam
ini hanya penyaksian terhadap kewujudan Allah antara kedua-duanya tidak serupa:
Allah adalah Pencipta, manakala alam adalah benda yang dicipta.[48]
Ø Fiqh
Umat
Islam Spayol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki yang diperkenalkan oleh
Ziyad Ibn Abd Rahman yang kemudian dikembangkan oleh murid-muridnya. Dengan
berkembangnya penganut madzhab ini, maka lahirlah sebuah karya berupa kitab
fiqh monumental yang menjadi salah satu rujukan dalam lapangan hukum Islam
sampai saat ini, khususnya di Indonesia adalah Bidayatul Mujtahid. Kitab
tersebut adalah buah karya Ibn Rusyd, filosof dan faqh Spayol Islam.[49]
Dengan
berkembangnya pemerintahan, maka ada perbedaan yang mencerminkan pengelompokan
antara elite Arab dan pemeluk Islam masa belakangan. Sekalipun demikian,
ulama-ulama Syi’i menerima madzhab Maliki, dan paham Maliki tetap bertahan
sebagai identitas keagamaan yang utama bagi Spayol. Teologi paham Mu’tazilah juga
diperkenalkan dari baghdad pada abad ke-9. Muhammad ibn Masarra, yang ayahnya
berkesmpatan belajar di basrah, bercampur antara pemikiran neo-Platonik, Syi’i,
dan pemikiran sufi. Hal ini beberapa ulama hukum menghambat ekspresi publik
terhadap kecenderungan mistikal ini.[50]
3.
Perkembangan
Perpustakaan
Kepustakaan Islam di Cordova,
Andalusia, Spanyol, tidak dapat dilepaskan juga dari perkembangan kepustakaan Islam
di Syiria, disebabkan oleh tiga hal berikut. Andalusia memiliki hubungan lebih
erat dengan Syiria dan dunia Timur (Arab) lainnya, seperti Baghdad, Iraq.
Banyak sekali buku-buku kepustakaan di Andalusia yang diimpor dan berasal dari
Syiria dan Iraq, meskipun Syiria lebih berperan banyak daripada Baghdad, Iraq,
dalam pengayaan dan perbendaharaan buku-buku kepustakaan Andalusia.[51]
Para ilmuwan Muslim seperti Ibn
Hazm, menjadi pemilik perpustakaan pribadi yang mengoleksi banyak buku.
Demikian juga para pengembara dan para pebisnis (penjual) buku. Mereka
mengoleksi buku-buku kepustakaan yang baru bahkan paling langka dan sulit
diperoleh di kepustakaan khalayak (publik) dan membangun bangunan perpustakaan
dalam koleksi buku yang sangat banyak.
E.
Kesimpulan
Berkembangnya
tiga negara ini, diakibatkan suatu pendidikan yang telah mewariskan nilai
budaya kepada generasi muda dan mengembangkannya. Oleh karena karenanya
pendidikan Islam pada hakekatnya adalah mewariskan nilai budaya Islam kepada generasi
muda dan mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal
bagi hidup dan kehidupan manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Masa
keemasan tiga negara ini, dimulai berkembangn pesatnya kebudayaan Islam, yang
ditandai dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
madrasah-madrasah formal serta Universitas-universitas dalam berbagai pusat
kebudayaan Islam. Hal ini sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola
kehidupan dan pola kehidupan dan pola budaya muslim. Berbagai ilmu pengetahuan
yang berkembang melalui lembaga
pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek
budaya kaum muslimin.
Namun,
dengan banyaknya ilmuwan dan padatnya umat Islam pada waktu. Muncullah elite
politik yang mendominasi ulama tanpa kemampuan mendominasi kehidupan kultural
negeri ini adalah kebangkitan Islam yang permanent. Sedangkan ikhwan
al-Muslimin menenkankan aspek-aspek Islam kelompok yang memandang bahwasanya
musuh utama adalah orang non Muslim. Kelompok ini menekankan solidaritas dan
keadilan sebagai sikap perlawanan terhadap pemberontak negara, dan rezim
militer yang korup. Gerakan pembaharuan di tiga negara ini menekankan pada
moralitas individu dan lain-lain keluarga sebagai respon dari tekanan perubahan
tata sosial. Ia bertahan sebagai sarana perlawanan terhadap negara penjajah dan
berbagai kebijakannya.
Ketiga
negara ini, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka
peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Tapi pada abad ke-10 M dunia Islam mulai menampakkan
tanda-tanda kemunduran, begitu juga peradabannya. Kemunduran itu terjadi
setapak demi setapak, sehingga pada pertengahan.
F. Daftar Pustaka
Asmuni,
Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada.
Hasan,
Ibrahim, Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Kalam Mulia,
2001.
Kuntowijoyo.
Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta, Tiara Wacana,
2008.
Lapidus, M. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 1999.
Lapidus, M. Sejarah Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua),
Jakarta, PT Raja Grafindo.
Mahayudin,
Yahaya.. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993.
Mengenang kemajuan perpustakaan
Islam. http://bikinperpus.wordpress.com/2008/01/03/mengenang-kemajuan-perpustakaan-islam/, Diterbitkan pada 25 Juli 2009.
Perpustakaan Andalusia (Cordova). http://pmjialfi.blogspot.com/2011/01/perpustakaan-andalusia-cordova.html,
Diterbitkan pada hari Senin, 03 Januari 2011.
Perpustakaan Bait Al-Hikmah di
Baghdad Irak. http://pmjialfi.blogspot.com/2010/12/perpustakaan-bait-al-hikmah-di-baghdad.html, Diterbitkan pada 30 Desember 2010
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, PT
Pustaka Al-Husna Baru, 2008.
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008.
Sejarah Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/,
diterbitkan pada 29 Desember 2008.
Sejarah Perkembangan Perpustakaan. http://manusiagersang.blogspot.com/2010/02/sejarah-perkembangan-perpustakaan.html, Diterbitkan pada 02 Februari 2010.
Wiryosuparto, Sucipto. Sejarah
Dunia II, Jakarta, Balai Pustaka.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Zuahairini
dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
[1] Zuahairini
dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, hlm, 86-87.
[2] Kuntowijoyo. Penjelasan
Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta, Tiara Wacana, 2008, hlm, 2.
[3] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008,
hlm, 280-281.
[4] Badri Yatim. Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm 65-66.
[5] Sejarah
Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/, diterbitkan pada 29 Desember 2008.
[6] A. Syalabi. Sejarah
dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, PT Pustaka Al-Husna Baru, 2008, hlm,
100-101.
[7] Ibid., hlm,
155.
[8] Sejarah
Pendidikan Islam. http://haryono10182.wordpress.com/tag/perkembangan-pendidikan-islam/, diterbitkan pada 29 Desember 2008.
[9]
Perpustakaan Bait Al-Hikmah di Baghdad Irak. http://pmjialfi.blogspot.com/2010/12/perpustakaan-bait-al-hikmah-di-baghdad.html, Diterbitkan
pada 30 Desember 2010
[10] Mengenang kemajuan perpustakaan Islam. http://bikinperpus.wordpress.com/2008/01/03/mengenang-kemajuan-perpustakaan-islam/, Diterbitkan pada 25 Juli
2009.
[11] Sucipto
Wiryosuparto. Sejarah Dunia II, Jakarta, Balai Pustaka, 1956, hlm, 29.
[12] Badri Yatim. Sejarah
peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm, 124.
[13] M. Lapindus. Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 101.
[14] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 66-67.
[15] Ibid., hlm,
68.
[16] Ibid.. hlm, 69.
[17] M. Lapindus. Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 102.
[18] Ibid., hlm, 103.
[19] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 75.
[20] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 77.
[21] M. Lapindus. Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 109-110.
[22] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 80-81.
[23] Yusran Asmuni. Pengantar
Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta, PT
Araja Grafindo Persada, hlm, 87.
[24] Sejarah
Perkembangan Bahasa Arab. http://
marihanafiah.wordpress.com, Diterbitkan pada 08 Desember 2011.
[25] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 67-68.
[26] Ibid., hlm, 73.
[27] Ibid., hlm, 74-75..
[28] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 77-78..
[29]
M. Lapindus. Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm, 103.
[30] Ibid., hlm,
112.
[31] Yusran Asmuni.
Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,
Jakarta, PT Araja Grafindo Persada, hlm, 75-56.
[32] Sejarah
Perkembangan Perpustakaan. http://manusiagersang.blogspot.com/2010/02/sejarah-perkembangan-perpustakaan.html,
Diterbitkan pada 02 Februari 2010.
[33] Hasan Ibrahim
Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Kalam Mulia, 2001, hlm,
462-463.
[34] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008,
hlm, 117.
[35] Yahaya
Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993, hlm, 338-340.
[36]
M. Lapidus. Sejarah
Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo,
hlm, 582.
[37] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008,
hlm, 120.
[38] Yahaya
Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993, hlm, 356-357
[39] Ibid., 1993,
hlm, 343-345.
[40] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008,
hlm, 120-121.
[41] Ibid., hlm,
121.
[42] Ibid., hlm,
121-122.
[43] M. Lapidus. Sejarah
Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo,
hlm, 585.
[44] Yahaya
Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993, hlm, -355-356.
[45] M. Lapidus. Sejarah
Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo,
hlm, 586.
[46] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008,
hlm, 122.
[47] M. Lapidus. Sejarah
Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo,
hlm, 582-583.
[48] Yahaya
Mahayudin. Sejarah Islam, Shah Alam Fajar Bakti, 1993, hlm, -367-368.
[49] Dedi
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam , Bandung, CV Pustaka Setia, 2008, hlm, 122.
[50] M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam (bagian kesatu dan kedua), Jakarta, PT Raja Grafindo,
hlm, 586.
[51] Perpustakaan
Andalusia (Cordova). http://pmjialfi.blogspot.com/2011/01/perpustakaan-andalusia-cordova.html,
Diterbitkan pada hari Senin, 03 Januari 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar