Selasa, 24 Februari 2015

WACANA BI



WACANA BAHASA INDONESIA

Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada pemahaman bahasa wacana adalah; 1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan; 2) keseluruhan tutue. Dalam hal ini, wacana digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang didukung wacana.
Wacana sudah dikemukakan para ahli bahasa, seperti Harimukti Kridaklasana, Anton M. Moeliono, dan Hendry Guntur Tarigan. Definisi yang mereka kemukakan sebagai berikut:
1.      Wacana adalah satuan bahasa telengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Dalam bentuk lazim, wacana diwujudkan beruapa karangan yang utuh (seperti; buku, novel, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridaklasana).
2.      Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dalam membentuk satu kesatuan. Sebuah wacana harus terdiri dari beberapa kalimat yang saling menunjang dan membentuk kesatuan ide (Moeliono).
3.      Wacana adalah rentetan yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individu). Wacana tidak hanya terdiri dari rangkaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal teratur rapi, analisis wacana adalah telaah aneka fungsi bahasa. Tanpa konteks dan tanpa hubungan wacana maka sukarlah komunikasi dilakukan dengan tepat (Tarigan).

Berdasarkan beberapa rumusan wacana yang dikemukakan para ahli tersebut maka dapat diambil sari bahwa awacana merupakan rentetan atau kesatuan kalimat yang berisi informasi khusus dan ditata dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Oleh sebab itu, sebuah wacana yang baik haruslah mengandung empat unsur, yaitu:
1.      Dibangun atas beberapa kalimat;
2.      Berkesinambungan;
3.      Sesuai aturan atau kaidah bahasa yang berlaku;
4.      Mengandung informasi yang jelas.

Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyta, disampaikan secara lisan atau tulis wacana yang kohesif dan koheren.
Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, mengandung satu ide. Wacana ada yang tidak kohesif, tetapi koheren (mengandung perhatian apik). Perhatikanlah contoh dibawah ini:
(1)   Ica dan kawannya sudah berangkat, mobil dia bagus.
-          Kalimat (1) tidak kohesif sebagai wacana, tetapi koheren; tidak kohesif dalam arti ‘dia’. Pada (1) mengacu ke mana (“Ica” atau “kawannya”). Wacana tersebut akan kohesif bila antara “Ica” dan “kawannya” terjadi pengulangan unsur menjadi:
(2)   Ica dan kawannya suda berangkat, mobil Ica (kawannya) bagus.
Sebuah wacana dapat terdiri atas kalimat (tuturan) yang berurutan, saling menopang dalam urutan makna secara kronologis karena sifat lenieritas bahasa. Sebuah teks dapat kohesif dan koheren karena: pasangan yang berdekatan, penafsiran lokal, prinsip analogi (tempat berpijak), dan pentingnya ko-teks.
Konteks wacana yang dimaksud disini mencakup unsur situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran. Oleh sebab itu, analisis wacana dapat dilakukan dari berbagai aspek (pandangan), baik dari segi situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amant, kode maupun dari segi saluran yang digunakan. Hal ini tergantung selea si penganalisis. Berkaitan penyataan tersebut (Tarigan) mengemukakan ciri-ciri khas sebuah wacana, sebagai berikut:
1.      Ciri-ciri kala urutan kalimat dan klausa, mencakup: urutan linguistik kata-kata dan urutan historis persitiwa-peristiwa.
2.      Ciri-ciri spasial urutan kalimat dan kalusa, mencakup pendrian sang pengarang, dan posisi pencerita/pembicara.
3.      Penyambung formal dan semantik, mencakup susunan paralel atau kiastik dan ciri-ciri urutan matrik/rima.
4.      Urutan tipe kalimat dan klausa, emncakup wacana langsung dan wacana tidak langsung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar