WACANA BAHASA INDONESIA
Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada
pemahaman bahasa wacana adalah; 1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu
kesatuan; 2) keseluruhan tutue. Dalam hal ini, wacana digambarkan wujudnya
dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang
didukung wacana.

1.
Wacana adalah
satuan bahasa telengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Dalam bentuk lazim, wacana diwujudkan beruapa karangan
yang utuh (seperti; buku, novel, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata
yang membawa amanat yang lengkap (Kridaklasana).
2.
Wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain dalam membentuk satu kesatuan. Sebuah wacana harus terdiri
dari beberapa kalimat yang saling menunjang dan membentuk kesatuan ide (Moeliono).
3.
Wacana adalah
rentetan yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individu). Wacana tidak
hanya terdiri dari rangkaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal teratur
rapi, analisis wacana adalah telaah aneka fungsi bahasa. Tanpa konteks dan
tanpa hubungan wacana maka sukarlah komunikasi dilakukan dengan tepat (Tarigan).
Berdasarkan beberapa rumusan wacana yang dikemukakan para ahli
tersebut maka dapat diambil sari bahwa awacana merupakan rentetan atau
kesatuan kalimat yang berisi informasi khusus dan ditata dengan memperhatikan
kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Oleh sebab itu, sebuah wacana yang baik
haruslah mengandung empat unsur, yaitu:
1.
Dibangun atas
beberapa kalimat;
2.
Berkesinambungan;
3.
Sesuai aturan
atau kaidah bahasa yang berlaku;
4.
Mengandung
informasi yang jelas.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyta, disampaikan
secara lisan atau tulis wacana yang kohesif dan koheren.
Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana,
mengandung satu ide. Wacana ada yang tidak kohesif, tetapi koheren (mengandung
perhatian apik). Perhatikanlah contoh dibawah ini:
(1)
Ica dan
kawannya sudah berangkat, mobil dia bagus.
-
Kalimat (1)
tidak kohesif sebagai wacana, tetapi koheren; tidak kohesif dalam arti ‘dia’.
Pada (1) mengacu ke mana (“Ica” atau “kawannya”). Wacana tersebut akan kohesif
bila antara “Ica” dan “kawannya” terjadi pengulangan unsur menjadi:
(2)
Ica dan
kawannya suda berangkat, mobil Ica (kawannya) bagus.
Sebuah
wacana dapat terdiri atas kalimat (tuturan) yang berurutan, saling menopang
dalam urutan makna secara kronologis karena sifat lenieritas bahasa. Sebuah
teks dapat kohesif dan koheren karena: pasangan yang berdekatan, penafsiran
lokal, prinsip analogi (tempat berpijak), dan pentingnya ko-teks.
Konteks wacana yang dimaksud disini mencakup unsur situasi,
pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik peristiwa, bentuk amanat,
kode, dan saluran. Oleh sebab itu, analisis wacana dapat dilakukan dari berbagai
aspek (pandangan), baik dari segi situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat,
adegan, topik, peristiwa, bentuk amant, kode maupun dari segi saluran yang
digunakan. Hal ini tergantung selea si penganalisis. Berkaitan penyataan
tersebut (Tarigan) mengemukakan ciri-ciri khas sebuah wacana, sebagai berikut:
1.
Ciri-ciri kala
urutan kalimat dan klausa, mencakup: urutan linguistik kata-kata dan urutan
historis persitiwa-peristiwa.
2.
Ciri-ciri
spasial urutan kalimat dan kalusa, mencakup pendrian sang pengarang, dan posisi
pencerita/pembicara.
3.
Penyambung
formal dan semantik, mencakup susunan paralel atau kiastik dan ciri-ciri urutan
matrik/rima.
4.
Urutan tipe
kalimat dan klausa, emncakup wacana langsung dan wacana tidak langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar